BAB 53 : Meninggalkan Milana

225 37 1
                                    

“Tergantung dari keberuntungan mereka saja. Kalau mampu keluar saat api masih kecil, maka mereka bisa hidup. Tapi kalau sampai api mulai membesar dan mereka belum sadar, maka biarkan saja mereka mati,” jawab Rhaella dengan acuh.

Rhaella tidak mungkin bisa menaruh kebaikan kepada semua orang, karena dia harus memilih jalan terbaik untuk mencapai keberhasilan.

Dan ketiga pria yang ada di ruangan itu juga tidak mengutarakan protes, pertanda bila mereka berpikiran sama dengan Rhaella.

“Lantas kemana tujuan kita, Yang Mulia?” tanya Horus.

Sontak Rhaella tersenyum lembut saat mendengar pertanyaan dari Horus. “Tujuan utama kita adalah pergi ke Negara Hali. Namun, kita membutuhkan kapal untuk menyeberangi lautan. Sebab itu, tujuan pertama kita adalah pergi ke Hutan Lanthe untuk bertanya kepada prajuritku, dimana mereka menyembunyikan satu kapal perang milik Milana.”

Nino membulatkan matanya karena tidak percaya. “Anda mencuri kapal perang milik Milana?”

Rhaella tertawa. “Bukannya mencuri, tapi mengambil kapal rusak yang sudah dibuang negara. Karena merasa sayang, akhirnya aku memerintahkan Jenderal Lenya Lukin untuk menyembunyikkan kapal tersebut dan memperbaikinya.”

“Dan supaya tidak ada kebocoran informasi, hanya Jenderal Lenya saja yang mengetahui keberadaan kapal itu.” Rhaella seketika menundukkan kepalanya. “Mari berharap dia masih hidup sampai sekarang.”

Nino, “Jenderal Lenya adalah orang yang hebat, dia pasti masih hidup. Terlebih lagi, namanya tidak ada di dalam daftar prajurit yang dimusnahkan oleh Kaisar.”

“Rhaella, kamu akhirnya bisa bertemu dengan prajurit-prajurit Anda lagi,” ujar Rullin dengan lembut.

Rhaella mengangguk pelan dan senyuman tidak pernah luput dari wajahnya. “Ya, kuharap mereka semua masih mengingatku.”

• • •

Selama beberapa hari, Nino dan Horus bekerja keras untuk mempersiapkan segala hal yang akan mereka butuhkan dalam pelarian. Seperti kuda dan mayat-mayat yang memiliki perawakan mirip dengan mereka.

“Persiapkan gerobak kayu juga,” perintah Rhaella ketika Nino datang ke ruangannya untuk melapor.

Nino, “Untuk apa? Persediaan makanan ‘kan bisa digantung di kuda.”

“Bukan untuk persediaan makanan, tapi untuk membawa Bara dan Allen. Walau mereka adalah bajingan, setidaknya aku mengakui keahlian mereka dalam membuat obat. Daripada membiarkan mereka mati, lebih baik memanfaatkannya.”

Di antara semua orang yang ada di ruangan, Rhaella jelas adalah orang yang paling membenci Bara dan Allen. Tapi wanita itu berusaha menekan kebenciannya demi mendapatkan keuntungan.

Pengendalian diri seperti itu tentu sangat sulit dilakukan.

“Memangnya Anda ingin meminta mereka membuat obat apa?” tanya Nino penasaran.

“Penawar dari asap pengendali pikiran. Kalian tidak bisa mengandalkanku untuk membuatnya, karena sebentar lagi kondisi fisikku akan semakin memburuk.”

Rhaella melanjutkan, “Bara memiliki banyak pengetahuan tentang asap pengendali pikiran, sehingga dia pasti mampu menggankanku dalam membuat penawar.”

Nino, “Anda serius? Bagaimana bisa mempercayakan kriminal untuk membuat obat sepenting itu?”

“Tenanglah, masih ada Nikolai yang akan memeriksa obat yang mereka buat,” balas Rhaella.

Begitu Rhaella mengatakan itu, Nino tidak lagi protes karena percaya bila kemampuan Nikolai sangat tinggi.

“Baiklah, aku akan mempersiapkan gerobak kayu nanti siang.”

My Fallen KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang