2. Anomali "Asing"

23 5 11
                                    

Kangen: perasaan ingin bertemu hal yang pernah jadi atau memang milikmu.

Kalau perasaan itu muncul pada hal asing yang enggak pernah jadi kepunyaan kamu, namanya bukan kangen. Tapi kepengin.

-----

Bandung, Jawa Barat

14.57 WIB

Selamat datang di rumahku. 

Rumah satu lantai, terkesan pendek, mungil. Dominan warna ungu pucat pada tembok dan kelabu batu kali di pagar. Terkesan rapi, tapi mampu menyembunyikan hutan belantara kesayangan Bunda di belakang rumah. 

Saat Kak Delon melihatnya, dia berdecak kagum. "Rumahmu imut." Mm, ya, aku sadar itu. "Kayak kamu." Oke, aku pengin muntah.

Kepalaku mengulangi empat kata yang diucapkan Kak Delon berkali-kali. Berisik. Aku meraba saku celana. Earphone penyelamat. Tapi tidak. Kali ini tidak. Jangan ketergantungan. 

Cepat-cepat aku ke teras, membuka pintu. "Silakan masuk." Kuucapkan salam. Lalu menunjuk sofa. "Kalau enggak mau duduk di lantai, Kakak di situ aja. Sebentar, aku tinggal dulu."

Bunda ditemukan di dapur. Aku melapor: seorang teman yang dikenalkan River berkunjung. Bunda langsung beranjak ke ruang tengah. Matanya bertemu dengan Kak Delon yang berlutut membelakangi sofa ... dan kotak bakpia yang berusaha kabur dari kukungan carrier.

"Namaku Delon, Tante. Aku mampir cuma mau nitip tas, soalnya tempatku nginap kurang aman. Maaf ngerepotin." Kotak bakpia berpindah ke tangan Bunda. "Maaf juga cuma bisa ngasih ini."

Senyum semringah dadakan di muka Bunda membawa firasat buruk. Ada badai yang siap menerjang.

Kulirik label di sisi kotak bakpia. Rasa kacang hijau. Rupanya Kak Delon pandai juga menarik hati pakai logika dan benda. Bukan modal senyum dan gombal doang. Masalahnya, kenapa dia tahu Bunda suka bakpia kacang hijau?

"Temannya River juga, kan? Panggilnya 'Bunda' aja, samakan dengan mereka berdua."

Entah semestinya aku bersyukur atau menyesal merahasiakan kebiasaan gombal Kak Delon.

"Rein," Bunda memandangku selintas, "enggak ambilin minum buat Delon?"

"Enggak usah, Tan—" Kak Delon berhenti bicara gara-gara Bunda mengangkat alis, "Bunda, maksudku. Aku mau numpang salat, terus langsung pamit. Siapa tahu ada tempat yang sempat kudatangi sore begini."

"Mau diantar Rein, enggak?"

Bunda mengabaikan wajah keberatanku. Malah Kak Delon yang sadar. Dia tersenyum makin lebar. Lalu memandang Bunda lagi. "Emang Rein-nya boleh dipinjam?"

"Boleh kok. Biasanya dia enggak nolak kalau jalan-jalan. Iya, kan?"

Akhirnya aku mengangguk. Selamat datang, mimpi buruk.

"Kalian mau naik apa?"

Memang ada pilihan lain? "Jalan kaki aja kayaknya, Bun." Seperti saat mengajak River keliling Bandung. Atau, mungkin Bunda mempertimbangkan Kak Delon yang kemungkinan besar punya SIM. "Atau, motor Bunda boleh dipinjam? Biar Rein isiin bensinnya. Kak Delon bisa bawa motor, kan?"

Kak Delon langsung mengangguk. Senyumnya lebih lebar lagi. Jatah senyumnya bisa-bisa habis. Perasaanku enggak enak ....

Dan, Bunda memberi izin, menyuruhku ambil STNK di laci ruang tamu. Dia pergi ke dapur. Sempat menunduk ramah pada Kak Delon.

HiStoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang