Hari ini, hari dimana Na Jaemin menginjak umur tujuh tahun. Na Jaemin, anak kecil yang kerab dipanggil Nana. Anak itu nampak sangat bahagia menatap beberapa hadiah pemberian teman-temannya serta keluarga terdekatnya. Kini, anak berusia tujuh tahun itu tengah berselesehan diatas karpet yang ada di kamarnya. Malam ini, ia akan membuka semua hadiah ulang tahunnya. Mulai dari hadiah yang berukuran mini hingga yang berukuran lumayan besar.
Dari banyaknya hadiah yang ia dapatkan, tak ada satupun hadiah yang berwarna lain selain warna hitam, warna kesukaannya. Setiap ayah--Lee Doyoung-- dan bundanya --Na Mi Young-- merayakan hari ulang tahun Jaemin, anak itu selalu mendapatkan hadiah yang terbungkus rapi dengan warna hitam.
Tangannya terulur mengambil hadiah yang berukuran mini terlebih dahulu kemudian mengambil yang berukuran lumayan besar. Disela-sela kesibukannya membuka hadiah ulang tahunnya, seseorang memasuki kamarnya tanpa mengetuk pintu membuat Jaemin tak menyadari kedatangannya karna terlalu fokus dengan hadiahnya.
Lelaki berumur tiga belas tahun itu mendaratkan bokongnya di samping Jaemin. Jaemin terlonjak kaget kala sebuah hadiah berukuran besar, lebih besar dari seluruh hadiahnya, tiba-tiba berada di hadapannya.
Mark Lee, anak sulung dari keluarga Lee Doyoung dan Na Mi Young. Mark duduk di bangku sekolah menengah pertama. Anak lelaki yang selalu diberi tanggung jawab untuk menjaga kedua adeknya kala kedua orang tuanya bepergian, mau itu luar kota ataupun luar negeri. Bisa dibilang, Mark sudah cukup mandiri. Dirinya mampu menyiapkan sarapan atau makan malam, mencuci piring bekas makan adek-adeknya, mengerjakan tugasnya tanpa pengawasan orang dewasa, bahkan membereskan kamarnya sebelum berangkat sekolah.
Tak hanya kamarnya, melihat mainan Jaemin berserakan, dia selalu membereskannya dan meletakkannya pada tempatnya. Jaemin dan Jeno selalu bermain bersama, sedangkan dirinya disibukkan dengan materi pembelajarannya agar otaknya semakin terasah. Mark sebenarnya berotak cerdas namun baginya, berotak cerdas bukan berarti tidak perlu belajar. Belajar akan semakin membuat kita pintar dan memudahkan untuk meraih nilai yang memuaskan.
Jaemin menoleh dan mendapati abangnya tersenyum ramah kepadanya, "Hadiah dari abang."
Dengan antusias, Jaemin menerimanya dan meletakkan hadiah itu disampingnya. "Makasih bang Mark." Ucapnya seraya memeluk Mark.
Mark membalas pelukan sang adik, mengelus punggung Jaemin lembut. "Selamat ulang tahun."
"Makasih abang." Jaemin mengurai pelukannya, "Bang Jeno mana? Kok dia gak ngasih aku hadiah?."
"Kata siapa abang gak ngasih kamu hadiah?."
Jaemin dan Mark sontak menoleh ke ambang pintu dimana Jeno berdiri disana dengan hadiah berukuran sama dengan hadiah pemberian Mark. Saat dirinya ingin masuk ke kamar Jaemin, ia tak sengaja mendapati Mark dan Jaemin tengah berpelukan alhasil Jeno membiarkan moment itu berlangsung. Barulah dia menyahut kala pelukan keduanya terurai.
Lelaki itu melangkah menghampiri Jaemin dan Mark lalu ikut berselesehan di samping Jaemin. Posisi Jaemin saat ini adalah diapit oleh kedua abangnya. Jeno meletakkan hadiahnya diatas hadiah pemberian Mark. Dengan penuh sayang, Jeno mengecup pelipis Jaemin. Dirinya sangat menyayangi Jaemin. Adek kecilnya itu sangatlah lucu apalagi disaat Jaemin merengek meminta dibuatkan susu.
Jaemin tersenyum hingga kedua matanya menyipit, sama seperti Jeno ketika tersenyum ataupun tertawa. Mata Jeno akan menyipit membentuk bulan sabit yang indah. "Makasih, abang."
Jeno menangkup kedua pipi Jaemin, menatap adik kecilnya lekat-lekat. "Tetap jadi adek abang yang selalu ngerengek minta susu."
Jaemin terkekeh mendengarnya, semanja itu dirinya. Anak lelaki itu memang sangat menyukai susu apalagi susu putih, baginya tak ada yang bisa mengalahkan keenakan susu putih termasuk masakan bundanya. Terkadang Na Mi Young gemas ingin mencubitnya ketika dirinya tengah berkutat di dapur namun Jaemin tiba-tiba datang menghampirinya dan merengek meminta dibikinkan susu putih.
"Lanjutin buka hadiahnya, abang ke kamar dulu mau belajar." Sebelum Mark melenggang pergi, ia menyempatkan diri merapikan rambut Jaemin yang sedikit berantakan lalu mengecup pipi Jaemin.
Jaemin melanjutkan kegiatannya yang sempat terhenti sedangkan Jeno hanya duduk menemani adek kecilnya. Jeno tak membantu Jaemin membuka satu per satu hadiahnya karna memang hadiah itu teruntuk untuk Jaemin jadi dirinya tidak boleh menyentuhnya.
Kedua mata Jaemin sontak berbinar kala membuka hadiah berukuran lumayan besar yang berisi mobil-mobilan yang selama ini ia impikan. Mobil remote control traxxas xo-1. Sebenarnya, bisa saja anak itu meminta langsung ke Lee Doyoung atau ke Na Mi Young tapi dirinya tahu betul bahwa mobil-mobilan itu sangatlah mahal. Bukan berarti juga Jaemin meragukan harta orang tuanya. Hanya saja, Mark dan Jeno selalu mengajarkannya agar selalu berhemat.
"Abang, liat mainan baru Nana. Ini mainan yang Nana impiin dari dulu. Baik banget orang yang ngasih ini ke Nana, bang." Jaemin memperlihatkan mainan barunya di hadapan Jaemin, sesekali mencium dan memeluk mobil rc itu.
Dari sorot matanya, Jeno tahu sebahagia apa Jaemin sekarang. "Kenapa gak bilang ke abang kalo kamu mau punya mobil rc?."
Jaemin menggeleng, "Sengaja gak bilang ke siapa-siapa karna Nana mau beli pake uang Nana sendiri."
"Emang Nana punya banyak uang? Mobil rc yang Nana peluk itu mahal loh."
Jaemin beranjak dari duduknya, langkah kecilnya membawanya untuk mendekati lemari pakaiannya. Sebelah tangannya yang menganggur, terangkat membuka lemari lalu berjongkok untuk mengambil celengan yang bermotif monkart rarrken.
Selain menyukai susu putih, Jaemin juga sangat suka serial animasi Korea Selatan yang berjudul monkart. Dirinya sangat suka melihat monkart rarrken. Alasannya cuman satu, monkart rarrken berwarna hitam, hitam adalah warna kesukaannya.
Tidak semua yang berwarna hitam Jaemin menyukainya. Kopi dan kegelapan, Jaemin benci itu walaupun berwarna hitam. Jaemin tidak bisa meminum kopi. Jika dirinya meminum kopi walaupun hanya sedikit, perutnya akan terasa perih hingga berakhir memuntahkan isi perutnya. Selain kopi, anak kecil berumur tujuh tahun itu juga tidak bisa memakan strawberry, pepaya, dan kacang-kacangan.
Setelahnya, Jaemin kembali duduk di samping Jeno. Meletakkan celengannya di hadapan abangnya. "Ini celengan Nana, isinya gak seberapa, belum cukup beli mobil rc."
Jeno menatap celengan sang adek lamat-lamat kemudian bergerak untuk membukanya. Matanya membulat melihat isinya. Berbanding balik dengan celengannya yang berisi uang merah atau uang biru. Celengan Jaemin hanya berisi lembaran nominal dibawah nominal uang biru. Bahkan uang seribu dan uang dua ribu ada didalam benda tersebut.
"Jajan kamu berapa sehari? Ayah kasih kamu uang 50 ribu perhari kan?."
Jaemin mengangguk, "Nana cuman beli roti dan air minum di sekolah. Sisanya Nana tabung buat beli mobil rc."
"Roti doang emang kenyang?."
Kesekian kalinya, Jaemin mengangguk. "Nana sekolahnya cuman setengah hari, roti bisa ngejanggal perut Nana, sampe rumah baru deh Nana makan yang banyak."
Jeno menatap adek kecilnya iba sekaligus takjub, kecil-kecil Jaemin sudah pintar menabung. "Sekarang kan Nana udah punya mobil rc jadi mulai besok jangan beli roti doang. Beli makanan yang mengenyangkan, oke?."
Lagi dan lagi, Jaemin mengangguk. "Nana udah mutusin buat gak irit jajan lagi, Nana pengen borong ayam geprek yang ada di kantin sekolah Nana. Rasanya enak banget, pedesnya pas. Nana suka."
Mendengar Jaemin segila dan sekuat itu dengan makanan pedas membuatnya hanya bisa menggelengkan kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTER LIFE (REVISI)
Teen FictionKebahagiaan yang tak pernah berpihak kepada seorang anak laki-laki yang bernama Na Jaemin. Kepahitan dan kekejaman dunia seolah ditakdirkan untuk dirasakannya setiap saat. Na Jaemin.