Jam menunjukkan pukul 21:23, sejam berlalu Jaemin pergunakan untuk mengerjakan tugasnya. Walaupun ia kesulitan mengerjakannya, Jaemin tetap berusaha sebisanya agar tugasnya selesai dan ia bisa tidur. Seusai merapikan meja belajarnya, Jaemin berlari kecil keluar kamar meski sedikit pincang. Niatnya ingin ke kamar kedua abangnya namun langkahnya terhenti saat melihat ayah dan kedua abangnya tengah berkumpul di ruang keluarga dengan Lee Doyoung yang membaca koran, Mark yang duduk selesehan diatas karpet sambil belajar, dan Jeno menonton tv dengan paha Lee Doyoung sebagai bantalannya.
Tak ingin mengganggu, Jaemin kembali masuk ke kamarnya. Mengambil selembar kertas lalu dibagi menjadi tiga bagian. Masing-masing kertas ia tuliskan Selamat malam, mimpi indah. Setelahnya, Jaemin keluar kamar lagi, diam-diam masuk ke kamar Mark, Jeno, dan ayahnya untuk menaruh kertasnya. Ketika menyimpan kertasnya di atas meja belajar Jeno, ia hendak keluar namun sang pemilik kamar tiba-tiba masuk.
"Ngapain?." Tanya Jeno dingin.
Jaemin tersenyum, "Cuman naruh kertas di meja belajar abang, Nana keluar ya abang." Jawabnya seraya menunjuk meja belajar Jeno lalu keluar.
Jeno memutar bola matanya jengah, melangkah mendekati meja belajarnya. Mengambil kertas yang dimaksud Jaemin lalu membacanya. "Caper banget." Cibirnya membuang kertas Jaemin ke tempat sampah.
Disisi lain, Mark juga membaca kertas dari Jaemin namun seusai dibaca, Mark merobek kertas itu lalu membuangnya.
🐰🐰🐰
Seseorang menelusuri koridor seorang diri yang tak lain adalah Na Jaemin, Jeno meninggalkannya. Seberentinya mobil Lee Doyoung, Jeno langsung keluar dan berlari memasuki area sekolah. Kembali ia dengar makian dari teman-temannya bahkan ada yang melemparinya dengan kertas dan sampah lainnya. Mengabaikannya, Jaemin mempercepat langkahnya walaupun rasa sakit di kakinya kian bertambah. Sebisa mungkin ia menahannya agar segera tiba di kelasnya namun sepertinya keberuntungan tak berpihak padanya.
Taeyong, kakak kelasnya itu tiba-tiba menghadangnya. Jujur saja, Jaemin takut tapi ia tak bisa lari. Dengan keberanian yang ia punya, ia mendongak menatap Taeyong. "Kenapa kak?."
Dengan kurang ajarnya, Taeyong mengambil uang jajan Jaemin dari saku seragam anak itu. Jaemin menahannya namun tenaganya tak sebanding dengan tenaga Taeyong. Seluruh uang jajannya diambil oleh Taeyong. Dan semakin kurang ajarnya, Taeyong pergi begitu saja meninggalkan Jaemin yang bisa memandang punggung Taeyong yang kian menjauh dengan mata yang memanas.
Jaemin benci dirinya yang sangat mudah menangis, dirinya sangat lemah. Sebelum air mata sialan itu membasahi pipinya, Jaemin menengadahkan kepalanya seraya mengusap matanya. Tak apa, ia ikhlas. Ia bisa meminta kepada Jeno nanti. Jika Jeno memberikannya sebagian uang jajan lelaki itu maka Jaemin bisa makan tapi kalo tidak, Jaemin akan menahan rasa laparnya sampai pulang sekolah.
Matanya berbinar mendapati sosok sahabatnya, "NJUN." Teriaknya, sang pemilik nama menoleh. Saat itu juga, Renjun berlari menghampiri Jaemin dengan tampang berseri-seri.
"Selamat pagi, Nana." Ujar Renjun merangkul Jaemin, menuntun sahabatnya ke kelas.
"Pagi, Njun. Kayaknya kamu lagi seneng ya?."
Renjun mengangguk cepat, "Coba tebak kenapa aku seneng."
Jaemin mengetuk-ngetuk dagunya dengan telunjuknya layaknya orang yang berfikir. "Uang jajan kamu bertambah?."
"No."
"Tugas kamu bener semua?."
"No."
Jaemin berdecak, "Aku nyerah."
Keluhan Jaemin membuat Renjun terkekeh, "Hari ini aku bawa bekal terus kata mama bekalnya buat aku sama kamu. Nanti kita makan bareng-bareng." Seantusias itu Renjun berbagi kebahagiaannya kepada sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTER LIFE (REVISI)
Teen FictionKebahagiaan yang tak pernah berpihak kepada seorang anak laki-laki yang bernama Na Jaemin. Kepahitan dan kekejaman dunia seolah ditakdirkan untuk dirasakannya setiap saat. Na Jaemin.