30. Fakta Mengejutkan

775 163 5
                                    

19:40. Seorang lelaki tampan dengan rahang yang nampak tirus, berdiri di depan cermin. Mengamati penampilannya lewat pantulan kaca. Topi hitam, baju kaos hitam terbalut jaket  hitam, celana hitam, tas hitam dan sepatu hitam. Semuanya serba hitam, sesuai warna di malam hari. Ia akan keluar, keluar malam.

Sebelum pergi, ia menelan beberapa pil terlebih dahulu lalu keluar dari kamarnya. Tak lupa menguncinya agar ayah dan Jeno tak masuk ke kamarnya. Jaemin, lelaki itu menoleh ke kamar Mark yang tertutup rapat. Melangkah pelan lalu masuk dalam ruangan kosong itu. Di pandangnya tiap-tiap inci ruangan lalu mendekati meja belajar Mark. Mengambil buku yang di dalam lembarnya terdapat tulisan Jaemin.

Nana malam ini bakal keluar. Bukan mencari ketenangan tapi mencari siapa yang udah bunuh abang dan Jisung. Nana janji bakal nemuin pelakunya.

Dan akan Nana pastiin mereka mati di tangan Nana.

-Na Jaemin.

Setelahnya, Jaemin keluar dari kamar Mark dan langsung mendapati Jeno yang berdiri di depan kamar Mark dengan tangan yang bersidekap dada. Menatap Jaemin dengan alis yang terangkat sebelah. Jeno tak sengaja melihat Jaemin dari lantai bawah keluar kamar dan masuk ke kamar mendiang abangnya. Karena penasaran, Jeno menunggu Jaemin di depan kamar Mark.

"Mau kemana lo?." Tanyanya tak santai.

Jaemin menutup pintu kamar Mark lalu menguncinya, memasukkan kunci itu ke dalam tasnya. "Keluar." Jawabnya dingin. Menatap Jeno pun tidak.

Tak kaget lagi dengan Jaemin yang sedingin kulkas itu, Jeno sudah menyesuaikan diri dengan perubahan sikap sodara bungsunya. "Gue tau, lo mau keluar kemana bego?!."

Terdengar helaan nafas pelan, "Nyari angin."

"Angin dicari, masuk angin tau rasa lo. Lagian kalo gak ada kerjaan mending lo beresin rumah, lebih berfaedah daripada nyari angin." Celetuk Jeno membuat Jaemin menatapnya dengan wajah datar. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Jaemin mengacir pergi begitu saja membuat Jeno memberenggut kesal.

"ANAK SETAN." Umpatnya meneriaki Jaemin yang telah menuruni anak tangga.

🐰🐰🐰

Ribuan bintang dan bulan sabit menyaksikan semua gerak-gerik Jaemin mulai dari keluar rumah hingga berada di taman kota. Sedaritadi ia tak duduk, ia terus berdiri dengan pandangan menyapu seluruh tempat. Ramai, beberapa yang dikenalinya beberapa juga asing baginya. Wajahnya datar, senyum tipis pun enggan ditunjukkannya. Kepergian Mark dan Jisung di malam yang sama dan tempat yang sama merenggut lengkungan indahnya.

Jaemin memasukkan kedua tangannya kedalam saku jaketnya, memandang jauh seorang anak kecil laki-laki tengah berlarian dengan seorang lelaki muda yang mengejarnya. Dan, seorang wanita yang duduk di bangku sambil tertawa melihat dua lelaki itu. Yang Jaemin yakin kedua lelaki itu adalah anak dan suaminya.

"Sial." Umpatnya menggumam. Ia benci rasa sakit ini, sudah banyak pil yang ditelannya mengapa rasa sakitnya malah semakin menyiksanya.

Jaemin memegang kepalanya yang terasa ingin meledak. Disaat sakit itu muncul, darah segar akan mengalir keluar dari hidungnya. Tubuhnya terhuyung dan hampir saja jatuh tergeletak andai tak ada yang menahannya.
Belum sempat Jaemin melihat siapa yang menahan tubuhnya, matanya lebih dulu terpejam. Lelaki itu pingsan.

Jam menunjukkan pukul 02:34 dan lelaki yang pingsan tadi yang tak lain adalah Jaemin baru saja pulang. Kala pintu utama dibuka olehnya, kedua matanya langsung mendapati sang ayah duduk di sofa sambil membaca koran dan secangkir kopi di hadapannya. Yakin seyakin yakinnya bahwa Lee Doyoung menunggunya. Ada kalimat yang lebih tepat, menunggu Jaemin dan akan menyiksanya.

BITTER LIFE (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang