Puas menjaili Renjun, Jaemin melangkah ke pinggir pantai dengan air yang berkisaran selutut untuk membersihkan bajunya
Begitupun dengan Renjun. Keduanya sudah sangat kotor namun tak ada sedikitpun terbesit rasa jijik kala menyentuh asal kotoran itu.Giliran Renjun yang akan menjaili Jaemin. Melirik lelaki itu terlalu serius membersihkan bajunya, dengan sengaja Renjun menciprat-cipratkan air kearah Jaemin dan sontak membuat sang empu mengangkat tangannya agar lengannya melindungi wajahnya dari cipratan. Berlari untuk menghindar namun sialnya Renjun ikut berlari untuk mengejarnya. Dan kembalilah kedua remaja itu berlarian dengan kejailan masing-masing.
Hingga ketika Jaemin tak sengaja terjatuh untuk kesekian kalinya membuat baju putih dikenakannya basah sepenuhnya dan sisi negatif baju putih adalah dimana kala basah akan transparan. Dengan baju yang sudah menampakkan kulit punggung Jaemin yang dapat Renjun saksikan sebab berada tak jauh dari lelaki di hadapannya.
Gelak tawa dan langkah lebar meski berat terhenti secara bersamaan tergantikan dengan tubuh yang seketika membatu layaknya patung. Ditelitinya setiap titik yang Renjun lihat dari punggung Jaemin. Punggung yang dulunya ia lihat mulus tanpa cacat luka kini tak lagi mulus akibat banyaknya bekas luka yang tertera disana. Entah apa sebabnya dan siapa penyebabnya, Renjun sama sekali tak tahu.
Tak mendengar gelak tawa Renjun, Jaemin membalikkan badannya dan langsung disambut dengan sorot mata elang milik Renjun. Dihampirinya sang sahabat namun belum sempat ia membuka mulutnya, Renjun malah membalikkan badannya dengan kasar. Meneliti tiap-tiap bekas luka yang masih terhalang baju namun telah terpampang jelas.
Menyadari perubahan dari Renjun, Jaemin dengan mandiri membalikkan badannya menghadap Renjun. "Kenapa Njun?." Cicitnya dengan sedikit takut. Pasalnya, Renjun yang tadinya soft kini berubah menjadi menyeramkan.
Masih dengan sorot mata elang, Renjun menarik lengan baju Jaemin kasar, menyeret lelaki itu ke tempat mereka berteduh. "Buka baju lo sekarang." Perintah Renjun dengan penuh penekanan setelah keduanya telah berada di samping pohon kelapa tumbang dimana tempat keduanya berteduh.
Jaemin tertegun mendengarnya. Ia sama sekali tak mengetahui bahwa baju yang dikenakannya telah membocorkan apa yang ia sembunyikan dari Renjun. "A-apaan?, ngapain kamu nyu---
"Buka sekarang atau gue robek?." Kembali Renjun berucap dengan penuh penekanan.
Diam, Jaemin sama sekali tak bergerak untuk membuka bajunya membuat Renjun berdecak dan hendak menyentuh baju Jaemin untuk dirobeknya namun sang empu dengan cepat menepis tangannya. "Gue gak mau." Tegas Jaemin.
"BUKA NA JAEMIN." Bentak Renjun tersulut emosi dengan kedua tangan yang terkepal.
"NGGAK." Balas Jaemin ikut membentak. Mengalihkan pandangannya tanpa berniat berkontak mata dengan Renjun.
Sedangkan Renjun, mendapat bentakan dari Jaemin semakin meluapkan emosinya. Dengan sekuat tenaga Renjun membugem rahang lelaki dihadapannya hingga sang empu tersungkur dan sudut bibir yang mengeluarkan darah segar. Tak hanya itu, Renjun menarik baju Jaemin kasar. Seolah tak memberikan ampun kepada Na Jaemin walaupun sahabatnya sendiri.
"APA YANG LO SEMBUNYIIN DARI GUE SELAMA INI?!."
Lagi-lagi, Jaemin hanya mengatup bibirnya rapat-rapat yang justru semakin membuat Renjun tak kuasa mengontrol emosinya. Untuk kesekian kalinya, Renjun kembali membugem rahang Jaemin. Tak memperdulikan darah yang terus mengalir bahkan menetes. Yang ia inginkan sekarang adalah tiada rahasia tersembunyi diantaranya, Renjun dan Jaemin.
Sakit, tentu saja Jaemin merasakan sakit meski tak seluarbiasa pemberian ayahnya. Tak percaya dengan tindakan Renjun, kedua kakinya seketika serasa tak bertulang. Alhasil, tubuhnya yang terpenuh lebam dan bekas luka merosot. Tertunduk dalam dengan air mata yang mulai menetes namun dengan cepat ia menyeka cairan sialan itu. Jangan sampai Renjun melihatnya menangis, itu akan membuat Jaemin gagal menjadi seorang lelaki.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTER LIFE (REVISI)
Genç KurguKebahagiaan yang tak pernah berpihak kepada seorang anak laki-laki yang bernama Na Jaemin. Kepahitan dan kekejaman dunia seolah ditakdirkan untuk dirasakannya setiap saat. Na Jaemin.