9. Grave

758 189 90
                                    

Jaemin memarkirkan motornya kemudian berjalan menelusuri koridor. Sekolah sudah ramai yang berlalu lalang sebab dirinya harus membereskan rumah sebelum ke sekolah agar pulang nanti, dirinya hanya mencuci serta memasak, tak perlu membereskan seluruh rumah lagi. Banyak yang terang-terangan menatapnya penuh kebencian serta kejijikan namun ia mengabaikannya. Setiap hari ia selalu disambut dengan tatapan seperti itu di sekolah.

Baru saja Jaemin mengakhiri langkahnya di anak tangga terakhir namun Jaehyun--seangkatannya-- mencekal lengannya membuat langkahnya terhenti.

"Kenapa?." Tanya Jaemin. Ingin rasanya ia tidak berurusan dengan Jaehyun tapi lelaki itu selalu saja mengusiknya. Dulu Taeyong, sekarang Jaehyun, entah siapa lagi yang akan memperbudaknya di bangku sekolah menengah atas nanti.

"Bagi duit lo?!." Balas Jaehyun hendak merongoh saku Jaemin namun sang empu menahan tindakannya.

"Jangan Jae, uang ini mau gue pake buat beli bunga."

Jaehyun menghempas tangan Jaemin kasar yang menahan lengannya, "Gak peduli, buruan kasih duit lo ke gue."

"Enggak, gue mau beliin bunda gue bunga."

"Gue gak peduli bangsat." Geram Jaehyun ingin membugem rahang Jaemin tapi tertahan.

Keterdiaman Jaemin semakin membuat Jaehyun berapi-api. Jaehyun memang tipikal seorang lelaki yang mudah emosi dan rentang melakukan kekerasan kala rivalnya berani menolak kemauannya. Karna semakin geram, Jaehyun mendorong dada Jaemin membuat rivalnya itu terjatuh dan gelindingan di tangga. Jaehyun panik?, Jaehyun takut?, tentu saja tidak. Lelaki itu bahkan tak takut melawan guru.

Jaemin terkapar tak berdaya di lantai bawah dengan posisi terlentang. Pasalnya, rasa sakit yang diberikan Lee Doyoung masih teramat sakit dan sekarang ia mendapatkan luka baru yang diberikan oleh Jaehyun. Banyak yang melihat kejadian itu tetapi tak ada satupun yang bergerak menolongnya. Di sekolah, tempat neraka bagi Jaemin, tempat yang tak ada yang melihatnya layaknya manusia yang juga memiliki hati serta perasaan. Disaat seperti ini, siswa-siswi hanya melewatinya begitu saja. Jaemin diperlakukan layaknya anjing, barang siapa yang menyentuhnya akan terkena najis. Seperti itulah kehidupan Jaemin di sekolah.

Renjun kini tengah menelusuri koridor, pagi-pagi sekali lelaki itu datang karna akan sarapan di kantin. Kedua tangan yang dimasukkan kedalam saku celana dan atensi yang sesekali teralihkan ke lapangan dimana disana beberapa siswa bermain basket dan futsal. Disaat atensinya mengarah lurus kedepan, tubuhnya seketika membatu layaknya patung. Tidak, Renjun pasti salah lihat. Beberapa meter di hadapannya, seseorang yang sangat-sangat ia kenali terbaring dengan pelipis yang mengeluarkan darah segar.

"Na-Nana." Sadar bahwa yang di hadapannya itu adalah Na Jaemin, Renjun berlari kencang menghampiri Jaemin. "Na, kamu denger aku kan?, aku Njun, Na." Cecar Renjun benar-benar panik melihat malangnya nasib Jaemin di pagi hari.

Jaemin terbatuk, sebisanya ia tersenyum. "Aku gak papa, Njun. Tolong bantu aku bangun."

Renjun yang tadinya memangku kepala Jaemin kini membantu sahabatnya berdiri. Memapah tubuh Jaemin untuk dibawanya ke uks, "Kita obatin luka kamu dulu di uks, nanti selesai ulangan kita ke rumah sakit."

"Lebay, aku gak papa Njun."

Renjun juga tipikal yang baperan dan mudah emosi namun dibalik sifatnya yang seperti itu, Renjun sangat menyayangi Jaemin seperti saudara kandungnya. Renjun ini anak tunggal dan bersyukurnya dia, ia diberikan sahabat lelaki seperti Jaemin. Walaupun Jaemin selalu menjahili Renjun dan Renjun yang selalu memarahi Jaemin.

Mengabaikan ucapan Jaemin, Renjun kekeuh akan membawa lelaki itu ke uks untuk mengobati luka Jaemin meski Jaemin selalu menolak. Setibanya di uks, Renjun membantu Jaemin duduk di bangsal. Jaemin sebenarnya bisa duduk tanpa bantuan Renjun tapi daripada Renjun memarahinya layaknya seorang ibu yang mengomeli anaknya, Jaemin menurut saja.

BITTER LIFE (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang