Isakan pilu akan kepedihan yang mendalam terus terdengar begitu menyayat hati. Jenazah telah di pulangkan dan di baringkan di ruang keluarga. Ruangan yang pernah menjadi saksi betapa bahagianya Doyoung membiarkan kedua putranya menjadikan pahanya sebagai bantalan dan kini menjadi saksi pula bahwa anak yang kehilangan kebahagiaannya setelah kepergian sang bunda sekarang ikut pergi untuk selama-lamanya.
Renjun, Haechan, dan Guanlin duduk dengan di hadapkan jenazah sahabatnya. Rasanya waktu berjalan begitu cepat. "Gue masih gak percaya, Nana beneran ninggalin kita." Ujar Renjun mengelus lembut rambut Jaemin.
"Gue benci diri gue sendiri, harusnya waktu itu gue gak nerima telfon dan merhatiin Nana. Harusnya gue nemenin dia nolongin nenek-nenek itu. Gue gak becus, gue bodoh." Timpal Guanlin kembali meneteskan air matanya.
"Jangan salahin diri lo sendiri, Lin. Semua ini takdir, kita cuman manusia biasa yang gak bisa tau kapan takdir itu datang. Kita sebagai sahabatnya harusnya gak berlarut dalam kesedihan, lo berdua tau sendiri Nana paling gak suka dikasihani apalagi ditangisin kek gini. Walaupun berat banget, kita harus ngikhlasin dia. Banyakin ngirim doa agar dia tenang di alam sana." Tutur Haechan mengusap punggung kedua sahabatnya berhubung yang duduk di apit oleh Renjun dan Guanlin. Saat ini air matanya memang tak menetes namun keadaan hatinya, hanya dirinya yang tau. Ia hanya berpura-pura tegar.
"Anak-anak, Nana mau di mandikan dulu. Kalian bisa bantu angkat jenazahnya?." Tanya seorang ibu setengah baya.
Ketiganya terdiam beberapa menit dengan atensi yang mengarah tepat di wajah Jaemin tanpa berkedip. "Tenang disana Na, aku janji bakal wujud-tin cita-cita kamu. Aku janji." Batin Renjun mengecup kening sahabat kecilnya. Lalu ketiganya mulai bergerak dan dibantu oleh beberapa tamu untuk mengangkat jenazah Jaemin.
Doyoung dan Jeno ikut serta memandikan Jaemin. Keduanya pernah memandikan Jaemin disaat lelaki itu masih kecil dan setelah remaja, Doyoung dan Jeno kembali memandikannya. Yang dulunya memandikannya dengan rasa bahagia, kini memandikannya dengan rasa hancur sehancur-hancurnya. Bersyukurnya, sang pencipta masih memberinya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya walau hanya sebentar.
Setelah memandikannya, Jaemin kembali diangkat dan di baringkan diatas bentangan tiga lapis kain kafan yang akan menyelimuti dan membungkus seluruh tubuhnya. Selesai dipakaikan kain kafan, Jaemin langsung di shalatkan.
"Anaknya silakan di cium tapi jangan terkena tetesan air mata."
Doyoung, Jeno, dan ketiga sahabat Jaemin kembali mendekat. Semuanya duduk bersimpuh untuk menciumi wajah Jaemin untuk terakhir kalinya.
"Tenang disana ya nak." Bisik Doyoung kemudian mengecup kening Jaemin. Begitu lama hingga dirasa air matanya akan kembali menetes, ia segera menjauhkan wajahnya agar tak mengenai wajah Jaemin.
Disusul oleh Jeno. Semasa kecilnya, ia sangat sering menciumi wajah Jaemin bahkan absen setiap hari dan kini ia kembali menciuminya. Kecupan terakhir sebelum adik kecilnya di bawa. Dan selanjutnya, disusul oleh Renjun, Haechan, dan Guanlin. Setelah semuanya selesai, Jaemin kembali di angkat untuk diletakkan di keranda dan akan dibawa ke peristirahatan terakhirnya. Dengan perasaan yang jauh dari kata baik-baik saja, Jeno dan ketiga sahabatnya mengangkat keranda Jaemin dengan mata yang sembab.
Selesai, Jaemin baru saja selesai di kubur. Tak di sangka, hari ini menjadi hari terakhir untuk melihat Jaemin. Beberapa yang ikut mengantar satu per satu telah pulang hingga tersisa Doyoung, Jeno, Renjun, Haechan, Guanlin, dan beberapa bodyguard yang pernah diperintahkan oleh Jaemin untuk menyusup markas orang suruhan ayah Jaehyun.
🐰🐰🐰
Malam pertama tanpa Jaemin. Rasanya jauh lebih berbeda dibanding malam-malam sebelumnya. Kini, Doyoung duduk seorang diri di ruang kerjanya. Gagang sapu yang pernah ia gunakan memukuli putranya masih ada bahkan beberapa hari yang lalu ia menggunakannya untuk menyapu ruangannya. Ia menyesal, sangat menyesal karena dibutakan oleh kebencian. Harusnya ia tak melakukan hal sekeji itu terhadap putranya namun mau bagaimana lagi, semuanya telah berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTER LIFE (REVISI)
Teen FictionKebahagiaan yang tak pernah berpihak kepada seorang anak laki-laki yang bernama Na Jaemin. Kepahitan dan kekejaman dunia seolah ditakdirkan untuk dirasakannya setiap saat. Na Jaemin.