24. Kebencian Jeno

698 153 12
                                    

Tepat jam 12 malam, Mark baru saja selesai mengerjakan tugas-tugasnya. Kamarnya yang lumayan berantakan, dibereskan terlebih dahulu meski matanya sudah berat ingin segera ke alam mimpi. Mengingat Jaemin ahli dalam beberes rumah jadi ia berniat mengurangi beban Jaemin yaitu dengan membereskan kamarnya sendiri.

Beberapa menit setelahnya, Mark kini telah merebahkan tubuhnya di samping Jaemin yang tidur begitu pulas. Ditatapnya wajah Jaemin lekat lalu mengecup kening Jaemin lama. Kecupan yang beberapa tahun tak Jaemin rasakan.

"Selamat malam, Na. Abang sayang sama kamu." Bisik Mark tepat di dekat telinga Jaemin.

🐰🐰🐰

"Selamat pagi ayah, Jeno." Sapa Mark bergabung di meja makan untuk sarapan bersama. Tadinya Mark ingin turun bersama Jaemin namun karena Jaemin belum memakai seragam dan Jaemin menyuruh Mark untuk sarapan duluan jadinya Mark turun sendirian berhubung pagi ini ia ada kelas.

Jeno dengan lahap memakan roti yang diolesi selai strawberry, kesukaannya. Bahkan lelaki itu telah menghabiskan dua lembar roti. Secinta itu Jeno dengan strawberry. "Pagi bang." Balasnya di sela-sela kegiatannya.

"Pagi, Mark." Balas Lee Doyoung dengan roti yang diolesi selai kacang di tangannya. "Kamu ada kelas pagi ini?."

Mark mengangguk seraya mengambil roti yang sudah siap untuk dimakan. Jaemin telah mengolesinya sesuai dengan apa yang keluarganya suka. "Iya, ayah."

Sudah siap dan rapi, Jaemin membuka pintu kamarnya. Dapat ia lihat dibawah sana, ayah dan kedua sodaranya masih sarapan. Teringin sarapan bersama, Jaemin berlari kecil menuruni anak tangga hingga terdengar langkah. Derap langkahnya mengalihkan semua atensi menjadi tertuju padanya. Mark memandangnya dengan senyuman hingga matanya menyipit, sang ayah dan Jeno memandangnya datar.

"Selamat pagi ayah, bang." Sapanya hendak menarik kursi untuk duduk namun suara berat Jeno menghentikannya.

"Mau ngapain lo?."

Mark menatap Jaemin lalu beralih menatap Jeno, "Sarapanlah Jen." Bukan Jaemin yang menjawab, melainkan Mark.

Jeno menatap Jaemin dari rambut hingga ujung kaki lalu memutar bola matanya malas. "Yang mau sarapan bareng lo siapa?, ogah. Kalo mau sarapan, sono di dapur jangan disini. Merusak pagi gue aja lo." Ketusnya.

"Sebenci itu bang Jeno sama gue?." Batinnya. Selalu saja sakit padahal Jeno hampir setiap hari memberikannya kalimat-kalimat menyelikit. "M-maaf, bang." Ucapnya pelan seraya menunduk.

"Jen." Tegur Mark. "Nana bagian dari kita juga, apa salahnya kalo dia sarapan bareng kita?. Toh yang nyiapin ini semu---

"Itu bagi abang, bagi aku dia bukan bagian dari kita. Pembunuh seperti dia gak layak disebut keluarga." Serobot Jeno penuh penekanan. Menatap Jaemin yang tengah tertunduk dalam dengan sorot kebencian.

Lee Doyoung yang tadinya hanya menyimak kini melempar rotinya tepat mengenai seragam Jaemin. "Jangan membuat keributan, sarapan di dapur. Jangan merusak mood Jeno."

Mendengar pembelaan sang ayah membuat Jeno tersenyum miring, "Dengerkan?, sono pergi. Dasar pembunuh."

"Ayah, biarin aja Nana sara---

"Udah, bang. Nana bawa bekal kok, sarapannya ntar di sekolah aja." Ucap Jaemin menyerobot ucapan Mark. "Nana berangkat dulu."

Lelaki itu mengulurkan tangannya untuk bersalaman sebelum berangkat namun seperti biasa, tangannya dianggurkan karena sang ayah mengabaikannya secara terang-terangan. Semenjijikkan apa seorang Na Jaemin dihadapan Lee Doyoung. Lelaki berstatus duda itu hanya menyentuh Jaemin kala memberi hukuman putra bungsunya yaitu dengan penyiksaan. Selain itu, Lee Doyoung tak pernah menyentuh Jaemin.

BITTER LIFE (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang