2. Usaha Mengubah Masa Depan

71 19 6
                                    

Akademi Sihir Ramona merupakan akademi terbesar di Kerajaan Barat, salah satu dari empat kerajaan yang bersumpah setia pada Kekaisaran Ramona. Karena itu, murid-murid di akademi ini berasal dari wilayah yang berbeda-beda. Talia sendiri merupakan putri dari Count di Kerajaan Barat. Sementara Kyle Gothe, rupanya adalah putra Duke dari kerajaan Utara, wilayah yang paling banyak dihuni oleh para monster. Karena itu Talia akhirnya mengerti mengapa Kyle punya sifat yang sangat buruk. Ia tentu dibesarkan dengan keras oleh keluarganya. Meski begitu, tetap saja Talia tidak menyukainya.

Selain punya masa depan yang suram, Kyle juga sangat menyebalkan. Talia menyesal karena pernah terpikat pada wajah pemuda itu. Setelah selesai upacara penerimaan, sialnya Talia ternyata ditempatkan di kelas yang sama dengan Kyle. Bahkan Leopold, orang yang mengaku sebagai sahabat Kyle saja berada di kelas yang lain, tetapi kenapa Kyle harus punya nilai sempurnya seperti dirinya? Alhasil mereka bedua kini juga harus berbagi bangku yang sama sebagai peraih nilai tertinggi di ujian masuk.

Sikap menyebalkan Kyle tidak hanya terjadi saat mereka bertemu di hutan atau saat upacara penyambutan. Kyle bahkan mendesah lelah saat melihat Talia hendak duduk di sebelahnya. Desahan yang menyiratkan rasa muak, seolah Talia adalah kuman penyakit yang harus dihindari. Kalau saja Kyle tahu bahwa Talia bahkan merasa lebih buruk. Ia setengah mati ingin menghidar dari Kyle, terutama setelah melihat masa depan pemuda itu.

"Kau ... ,"

"Jangan ajak aku bicara. Aku tiak tertarik pada apa pun yang keluar dari mulutmu," potong Kyle saat Talia berusaha bersikap ramah.

Talia hanya bisa mengepalkan tangannya sambil menahan amarah. Begitulah hari pertamanya di akademi hanya berisi sumpah serapah tak terkatakan pada rekan sebangkunya.

Menjelang sore, acara perkenalan dan pembagian kelas pun selesai. Semua siswi Akademi mendapat asrama khusus yang terpisah antara pria dan wanita. Karena datang terlambat, Talia belum sempat melihat kamarnya. Ia pun menuju gedung asarama dengan perasaan lebih ringan karena menyadari tidak akan bertemu dengan Kyle selama beberapa saat.

Ruangan kamarnya cukup nyaman. Sebuah tempat tidur kayu dan sepasang meja belajar dari bahan yang sama menjadi satu-satunya dekorasi di kamar tersebut. Talia tidak banyak menuntut. Ia sudah puas dengan kamar tidurnya yang nyaman tersebut. Barang-barang Talia ternyata sudah dikirim oleh Shopie. Beberapa tas besar tampak teronggok rapi di sudut ruangan. Talia belum ingin membongkar barang bawaannya. Alih-alih gadis itu justru merebah nyaman di atas tempat tidur singlenya.

"Apa yang harus kulakukan pada anak laki-laki itu? Kyle ... ," gumam Talia pada dirinya sendiri.

Ternyata ia memang tidak bisa melepaskan pikirannya dari Kyle. Semua perasaan bercampur aduk di dalam hati Talia.

"Dia memang menyebalkan. Tidak heran kalau masa depannya adalah menjadi penjahat yang menghancurkan kerajaan," timpal Talia mendadak berubah kesal.

"Tapi tunggu sebentar." Talia melanjutkan monolognya sambil memutar tubuhnya menjadi tengkurap. "Kalau kerajaan dihancurkan, lalu apa yang terjadi pada keluargaku. Ayahku seorang bangsawan yang mengabdi pada kerajaan. Bukankah tindakannya menghancurkan kerajaan akan memicu perang? Lalu nasibku dan keluargaku akan menderita,"gumamnya terus memutar otak.

"Aahh ... apa yang harus kulakukan. Kadang-kadang aku benci kekuatan ini," pekik Talia sembari beguiling-guling frustrasi.

Selama beberapa waktu Talia terus berpikir dan berpikir. Ia sampai melupakan jam makannya hingga perutnya berbunyi.

"Baiklah! Biarpun menyebalkan, tapi demi masa depan yang baik untukku, aku akan mengubah takdirmu, Kyle Gothe!" seru Talia sembari mengepalkan tangan.

Esok paginya, Talia berangkat ke Akademi dengan langkah gontai. Semalaman ia tidur larut gara-gara memikirkan cara untuk bisa dekat dengan Kyle, makhluk dingin pembenci manusia. Setelah melihat pemuda itu sudah lebih dulu datang, beban Talia rasanya bertambah berat.

"Halo, Kyle. Apa tidurmu nyenyak semalam?" sapa Talia dengan senyum yang dipaksakan.

Kyle mendongak dan menatap sinis pada Talia seolah gadis itu adalah gangguan yang menyebalkan.

"Apa kau bodoh? Sudah kubilang jangan ajak aku bicara," kata Kyle ketus.

Talia berusaha mempertahankan senyumannya meski hatinya memendam amarah. "Kita kan teman sebangku. Ada baiknya kalau kita bisa sedikit lebih akrab," ucap Talia sembari meletakkan tasnya dan duduk di sebelah Kyle.

Pemuda itu hanya menghela napas pendek dan tidak menjawab apa-apa lagi. Sepanjang pelajaran pertama, tidak ada kesempatan bagi Talia untuk bicara dengan Kyle. Pelajaran sihir dasar sangat membosankan. Talia sudah menguasai semua teknik dasar sihir karena sejak kecil ia sering berlatih sendiri di perpustakaan rumahnya. Ayah Talia sangat jarang ada di rumah. Karena itu Talia bisa bebas melakukan apa saja sendirian.

Talia melirik Kyle yang tengah memperhatikan pelajaran dengan seksama. Tanpa diduga pemuda itu ternyata sangat rajin. Kyle bahkan mencatat semua pelajaran itu dengan tulisan yang rapi. Selenting ide muncul di benak Talia. Ia merobek ujung perkamennya lalu menulis sesuatu.

'Kau sangat rajin mencatat, Kyle. Apa kau tidak bosan?' tulis Talia.

Robekan perkamen itu lantas ia letakkan di depan Kyle. Sejenak pemuda itu berhenti mencatat dan melihat kertas dari Talia. Serta merta ekspresi wajah Kyle berubah kesal. Kyle menoleh ke arah Talia dengan begitu dramatis sambil melotot memperingatkan. Talia terkesiap dan buru-buru memalingkan wajahnya. Sepertinya strategi ini juga tidak berhasil.

Jam istirahat makan siang pun tiba. Talia sengaja menunggu Kyle membereskan buku-bukunya. Saat pemuda itu berdiri, Talia pun mengikutinya.

"Apa kau akan makan siang, Kyle?" tanya Talia riang.

Kyle tidak menjawab dan terus melihat ke depan seolah Talia tidak ada bersamanya. Talia menarik napas panjang untuk memperpanjang juga kesabarannya.

"Aku penasaran menu apa yang akan disajikan untuk makan siang. Tadi pagi aku melewatkan sarapan, jadi sekarang rasanya lapar sekali." Talia terus berceloteh tanpa peduli pada reaksi Kyle.

Mendadak pemuda itu menghentikan langkahnya tanpa aba-aba. Talia turut berhenti dengan terkejut.

"Kenapa?" tanya Talia bingung.

Kyle akhirnya menatap Talia, meski dengan tatapan tajam yang mengancam.

"Berhenti mengikutiku. Kau benar-benar mengganggu. Apa kau tidak punya harga diri?" geram Kyle dengan suara rendah. Jelas pemuda itu berusaha agar kata-katanya tidak didengar oleh siswa-siswi lain yang juga berada di koridor yang sama.

Talia hampir meledak marah karena kata-kata menyakitkan Kyle. Namun ia kembali ingat penglihatannya. Istana yang hancur, orang-orang yang mati. Ia harus menghentikan hal itu.

"Aku tidak mau. Terserah kau mau bilang apa tentangku, tapi aku akan tetap mengikutimu dan berbicara denganmu. Memangnya apa yang bisa kau lakukan untuk mengusirku?" kata Talia dengan berani.

"Kau ... ," geram Kyle semakin marah. Urat wajah Kyle sudah nyaris putus kalau saja ia tidak mencoba mengendalikan amarahnya.

"Kenapa kau sangat benci orang lain, Kyle? Aku bahkan tidak melakukan apa pun yang mengganggumu," protes Talia tidak terima.

"Keberadaanmu saja sudah sangat mengganggu. Pergilah, atau aku akan mengadukan pada guru kalau kau datang dengan sihir," ancam Kyle kemudian.

Talia tercekat kaget. "Kau ... . Bisa-bisanya kau mengancam seorang gadis lemah sepertiku," ucap Talia mencoba bertingkah imut.

Kyle mendengkus tak percaya. "Kau? Lemah? Anak lemah mana yang datang ke Akademi dengan sapu sihir?" balas pemuda itu tak mau kalah.

"Tunggu. Setelah kupikir-pikir kita bertemu di hutan. Aku yakin kau juga tidak datang ke Akademi dengan cara yang normal," sergah Talia sembari menunjuk ke wajah Kyle.

"Itu ... kau tidak perlu tahu," desis Kyle kesal. "Lakukan saja sesukamu. Aku tidak peduli," lanjutnya lantas kembali berjalan pergi.

"Aha ... kau juga menyembunyikan sesuatu ternyata, Kyle. Ayo katakan padaku," goda Talia kemudian.

Kyle menolak untuk bicara lagi. Ia melancarkan aksi diamnya dan membiarkan Talia terus mengoceh sendirian. Meski begitu Talia sudah tidak terlalu kesal. Setidaknya sekarang Kyle sudah tidak bisa mengusirnya pergi lagi.

Sight of FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang