Tak lama setelah Talia berhasil mengalahkan dire wolf, terdengarlah suara tepuk tangan dari kejauhan. Suara tersebut awalnya menyaru dengan bunyi keretak api yang mulai membakar hutan. Namun Talia segera menyadari bahwa di bawah kakinya, kini seorang pemuda berdiri menengadah menatapnya yang tengah terbang dengan sapunya.
Talia pun segera melesatkan sapu terbangnya untuk turun ke bawah, memastikan siapa orang yang sudah memberinya applause itu. Namun, begitu kakinya menjejak ke tanah, betapa terkejutnya Talia. Orang yang dia hadapi tak lain dan tak bukan adalah Ludwig Gothe!
“Bagus, bagus sekali. Kau berhasil mengalahkan dire wolfku dengan fantastis. Meskipun sekarang mungkin akan timbul sedikit keributan, tetapi Lena akan mengurusnya dengan baik. Bukan begitu, Lena?” Ludwig berkata sembari menoleh ke belakang punggungnya.
Seorang gadis sekonyong-konyong muncul dari balik punggung Ludwig. Gadis itu berkulit gelap dengan rambut ikal yang diikat tinggi serupa cepol di atas kepalanya. Setelah menerima perintah dari Ludwig, Lena segera mengangkat kedua tangannya dan mulai mengendalikan air di udara untuk memadamkan api yang dibuat oleh Talia.
Gadis itu terkesiap melihat bagaimana Lena bisa menggunakan kandungan air dalam udara untuk memadamkan api yang besar seperti itu. Hanya perlu waktu lima belas menit hingga akhirnya semua api di area tersebut padam.
“Terima kasih, Lena. Kau boleh pergi sekarang,” perintah Ludwig sekali lagi.
Lena mengangguk singkat lantas menghilang lagi dalam kegelapan. Kini Talia hanya berhadapan dengan Ludwig yang berdiri tenang tanpa merasa bersalah.
“Kau … mengirimkan monster berbahaya untuk menyerangku,” gumam Talia setelah keadaan sudah tenang.
Ludwig mendengkus pelan lantas menyeringai. “Itu adalah bagian dari seleksi Perkumpulan ini. Setiap penyihir senior diharuskan menguji anak pilihannya untuk memastikan apakah anak itu layak menjadi anggota Taleodore. Tapi tenang saja, dire wolf itu sebenarnya sudah kuperintahkan agar tidak melukaimu. Ia hanya akan menyergap dan menangkapmu kalau kau ketakutan. Tak disangka kau justru membunuhnya dengan kejam.
“Meski begitu aku mengakui kalau tindakanmu memang fantastis. Kekuatanmu jauh melebihi ekspektasiku, Talia Ortega. Tidak salah aku memilihmu sebagai calon anggota baru,” ungkap Ludwig panjang lebar.
Talia tak bisa menyembunyikan kebingungannya. “Senior? Kau … memilihku? Apa maksudnya?” tukas Lamia tak yakin.
Ludwig melangkah mengitari Talia. Pemuda itu tampak sangat bangga dengan dirinya sendiri.
“Cara perekrutan perkumpulan rahasia Taleodore memang seperti itu. Para penyihir senior yang sudah menjadi anggota akan memilih satu penyihir baru yang akan menjadi penerusnya dalam perkumpulan. Mereka lalu menguji penyihir pilihannya untuk menentukan apakah penyihir baru itu layak menjadi anggota,” terang Ludwig yang kini sudah berjalan di dekat Talia.
Gadis itu semakin tidak mengerti. “Tapi kenapa kau memilihku? Dari semua orang di akademi, kenapa aku? Kita bahkan tidak cukup dekat,” sergah Talia masih tidak percaya.
Ludwig tertawa geli mendengar pertanyaan Talia. “Kau sudah berhasil menarik perhatianku, Talia Ortega, sejak kau memperhatikanku di perpustakaan. Aku tahu kalau kau bukan penyihir biasa,” ujarnya sembari menyeringai.
Seringai Ludwig mengingatkan Talia tentang masa-masa sulitnya dulu. Gara-gara orang ini dia mati. Barusan pun ia harus dikejar-kejar serigala buas dan terancam mendapat hukuman karena membakar hutan. Akan tetapi sekarang orang ini mendadak memilihnya sebagai penerus di perkumpulan rahasia. Entah apa pun maksudnya menjadi penerus, yang jelas Talia tidak mau berurusan lagi dengan Ludwig.
“Kalau begitu aku menolak. Aku datang karena mendapat undangan. Memang itu menyenangkan. Tapi kalau aku harus diterima berdasarkan rekomendasi orang seperti … maksudku orang yang tidak kukenal dengan baik, aku merasa tidak nyaman,” tukas Talia sembari berbalik pergi.
“Kau tidak bisa seenaknya pergi dari sini, Ortega. Tokenmu sudah berubah wujud. Kini kau sudah menjadi anggota kami. Dengan kau datang kemari, itu artinya kau sudah siap menghadapi semua konsekuensinya, termasuk tapi tidak terbatas pada kewajiban untuk mengikuti seluruh aturan perkumpulan. Salah satunya adalah kau tidak bisa keluar sembarangan,” kata Ludwig mencegah Talia pergi lebih jauh.
Gadis itu menghentikan langkahnya lalu melirik ke arah bros di dadanya kini bentuk kelincinya sudah berubah menjadi seekor singa yang garang. Batu delima merah jambunya juga sudah berubah menjadi ruby berwarna merah. Kapan perubahan ini terjadi? Talia sama sekali tidak menyadarinya. Ia hanya mengusap pelan brosnya yang berwarna emas itu sambil berpikir.
“Dan apa yang terjadi kalau aku tetap memilih untuk keluar?” timpalnya kemudian, masih tidak ingin menyerah.
“Yah, kasus paling parahnya bisa dikeluarkan dari sekolah. Para anggota yang lain akan memastikan kalau kehidupan sekolahmu tidak akan mudah,” sahut Ludwig sambil mengangkat bahu.
Talia menghela napas dengan berat. Rasanya seperti dejavu. Haruskah ia menjadi incaran Ludwig lagi? Bahkan sekarang mungkin bukan hanya Ludwig yang mengincarnya, tetapi para anggota perkumpulan lain yang belum dikenal oleh Talia. Kenapa ia harus terlibat pada hal-hal rumit begini? Talia hanya ingin bersekolah dengan tenang, tetapi karena keinginannya untuk ikut campur lagi dalam masalah keluarga Gothe, kini ia harus terjebak di sini.
Kalau saja ia tahu bahwa Ludwig adalah salah satu anggota Taleodore, Talia pasti tidak akan datang ke hutan ini sekarang. Namun semuanya sudah terlambat. Ia hanya bisa menerima nasibnya menjadi anggota junior yang dipilih oleh Ludwig.
“Pikirkan saja keuntungannya. Menjadi anggota perkumpulan artinya kau mendapat akses latihan tak terbatas oleh ruang kelas. Kau juga bisa mempelajari ilmu-ilmu yang jauh lebih tinggi, kemampuan rahasia yang hanya bisa didengar melalui desas-desus. Lebih dari itu, seluruh anggota Taleodore juga akan mendapat nilai sempurna pada setiap mata pelajaran. Kita didukung oleh para profesor. Ini sebenarnya rahasia,” bujuk Ludwig masih belum menyerah.
Sepertinya Talia memang tidak punya pilihan. Kalau memang ia harus menjadi anggota Taleodore bersama Ludwig, ada bagusnya kalau Talia memanfaatkan hal tersebut untuk mencari kelemahan orang itu. Kata orang, tempat paling aman adalah yang terdekat dengan musuh kita. Mungkin ini bisa menjadi kesempatan untuk Talia agar bisa membaca gerak-gerik Ludwig secara diam-diam.
“Baiklah. Kalau begitu. Aku akan menerima tawaranmu. Apa yang harus kulakukan sekarang?” tanya Talia setelah berpikir panjang. Gadis itu lantas berbalik menghadap ke arah Ludwig yang sedari tadi berdiri di balik punggungnya.
Ludwig tersenyum puas lalu kembali berjalan mendekati Talia. Pemuda itu menepuk bahu Talia dengan lembut sembari membisikkan kata-kata di telinganya. “Pilihan bagus, Talia. Kau mungkin bisa mulai belajar melawan naga sekarang.”
Talia terkesiap. Kehilangan kata-kata. Kenapa Ludwig tiba-tiba membahas soal naga? Jantung gadis itu berdegup kencang, seolah rahasia terkelamnya sudah terbongkar. Ia hanya menatap Ludwig yang menyeringai di sebelahnya, tanpa bisa membalas ucapan pemuda itu.
“Ayo ikut aku. Kita akan mulai upacara penyambutannya,” ajak Ludwig sembari berjalan mendahului Talia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sight of Future
FantasyNomor Peserta : 088 Tema yang diambil : Campus Universe Blurp Talia Ortega, siswi baru di Akademi Sihir Ramona, Kerajaan Barat, adalah seorang oracle dengan kemampuan melihat masa depan seseorang yang disentuhnya. Saat upacara penerimaan siswa baru...