64. Usaha

18 4 0
                                    

Setelah mendapat petuah dari Susan, misi Talia berubah. Lebih masuk akal baginya untuk mencoba memperbaiki hubungan kedua kakak beradik itu. Sejak awal Ludwig sudah memilih cara yang keliru untuk melindungi Kyle dari kegelapannya sendiri. Rasa sakit tidak akan membuat Kyle menjadi lebih baik. Alih-alih dengan penderitaan beruntun itu, Kyle justru bisa membuat kekuatan gelapnya semakin besar.

Meski sudah mendapat jalan keluar untuk mencegah kekacauan yang lebih besar, tetapi mewujudkan ide tersebut sungguh merupakan tantangan yang besar. Hubungan dua saudara itu sudah sangat buruk dalam waktu yang lama. Sementara itu Talia hanyalah orang asing yang terseret dalam masalah pelik itu. Ia bisa saja memilih untuk tidak peduli. Namun ia sudah terlanjur menganggap Kyle sebagai sahabatnya yang berharga. Belum lagi ia juga merasa berhutang nyawa pada Ludwig.

Pada akhirnya, langkah pertama yang bisa Talia lakukan adalah dengan membujuk kedua belah pihak secara terpisah. Gadis itu mulai berhenti menghindari Kyle. Ia kembali mengobrol dengan normal bersama Kyle. Saat sahabatnya itu bertanya alasan Talia sempat menghindar, ia hanya berkilah bahwa dirinya sedang sibuk untuk mempelajari kemampuan baru.

“Apa kau perlu menghindariku hanya karena alasan itu?” protes Kyle saat mereka akhirnya bisa makan siang bersama di ruang makan. Susan dan Leo hanya menonton drama itu sembari berpura-pura menikmati daging kalkun panggang mereka.

“Maaf, pikiranku sedikit penuh kemarin. Aku tidak akan melakukannya lagi sekarang,” bujuk Talia tulus.

Kyle hanya bisa menghela napas dengan muka masam. “Kau selalu bertindak sesukamu,” gumamnya pendek.

“Hei, ayolah. Terkadang anak perempuan memang seperti itu. Mereka perlu waktu untuk dihabiskan bersama sesama perempuan,” tukas Leo sembari menyenggol siku Susan, meminta bantuan untuk meredakan ketegangan itu.

“Itu benar, Kyle. Ada hal-hal yang hanya bisa dibicarakan dengan sesama perempuan,” ucap Susan yang segera peka dengan kode dari Leo.

Kyle pun mengalah. Dengan perbandingan tiga lawan satu, jelas dia kalah suara. Meski masih sedikit bersungut-sungut, tetapi Kyle akhirnya tidak mendebat lagi. Talia mendesah lega. Diam-diam ia tersenyum kecil pada Susan dan Leo sebagai ungkapan terima kasih karena telah membantunya.

Kini satu permasalahan sudah selesai. Sekalipun Ludwig menatap tajam ke arahnya dari meja anak-anak Beast Tamer, tetapi Talia tetap teguh pada rencananya untuk mulai mendamaikan mereka berdua.

“Kyle apa kau punya waktu minggu ini? Sebentar lagi Tes Bakat Sihir akan diadakan. Aku ingin mengajakmu belajar bersama,” kata Talia dengan ide kecil di kepalanya.

“Belajar? Kau bahkan sudah menguasai dua spirit elemen. Apa lagi yang perlu dipelajari?” tanya Kyle masih sedikit kesal.

Talia merengut samar. “Aku hanya ingin menghabiskan waktu bersamamu. Sebagai ganti sikapku yang kemarin,” bujuk gadis itu menelan kegusarannya akan sikap Kyle yang menyebalkan.

Kyle mendengkus kecil. Meski begitu akhirnya pemuda itu pun tersenyum. “Seharusnya kau mengatakan alasanmu yang sebenarnya daripada harus berdalih dengan alasan belajar,” ucapnya mulai semringah.

Talia pun balas tersenyum. “Jadi kau mau?” tanyanya memastikan.

“Yah, meski itu bukan berarti aku bisa sudah memaafkanmu sepenuhnya. Kalau sekali lagi kau menghindariku tanpa alasan masuk akal, aku benar-benar akan marah besar,” jawab Kyle kemudian.

“Iya, aku berjanji tidak akan melakukannya lagi.”

“Wah, tiba-tiba aku merasa terasing berada di antara kalian berdua,” komentar Leo menggoda.

Susan langsung menginjak kaki Leo di bawah meja. “Jangan hiraukan dia. Kalian memang harus punya waktu berdua untuk membereskan kesalahpahaman,” kata Susan sembari menyeret Leo untuk bangun dari tempat duduknya.

“Kenapa? Aku belum selesai makan,” protes Leo.

“Kau sudah makan setiap hari. Sekarang aku butuh bantuanmu. Jadi ikut aku tanpa banyak bertanya,” sergah Susan galak.

Talia dan Kyle hanya mengamati kepergian dua temannya itu sembari tertawa. Sepertinya hubungan Susan dan Leo juga sudah semakin akrab seperti dulu. Talia merasa kembali ke masa lalu. Kepekaan Susan juga masih sama tajamnya seperti dulu. Sekarang Susan telah memberinya cukup waktu berdua dengan Kyle untuk mulai melancarkan rencananya.

“Kyle, kalau misalnya, Ludwig sebenarnya tidak membencimu, apa yang akan kau lakukan?” tanya Talia hati-hati.

Raut wajah Kyle seketika berubah. Ia menatap sinis ke arah Talia yang duduk di sebelahnya. “Kenapa tiba-tiba membahas orang itu?” sergah pemuda itu.

“Hmm … hanya penasaran. Tidak bisakah kalian memperbaiki hubungan?” tanya Talia.

Kyle berdecih pelan. “Aku tidak pernah menyangkau kalau pertanyaan itu keluar dari mulutmu, Talia Ortega. Kau, dari semua orang, justru berbicara tentang omong kosong semacam itu? Apa kau sudah lupa dengan tindakannya selama ini?”

“Itu … aku juga tahu kalau tindakan Ludwig selama ini sudah sangat keliru. Tapi, bagaimana kalau ia sebenarnya punya alasan di balik tindakan ekstrimnya itu?”

Kyle semakin tercengang. “Alasan? Tindakan ekstrim? Dia berusaha membunuh orang lain, Talia. Bahkan percobaan pembunuhan terhadapku sudah berkali-kali dia lakukan. Aku bertahan selama ini semata-mata karena kekuatan gelapku. Satu-satunya alasan dia melakukan itu adalah karena ketamakan dan keserakahannya terhadap posisi pewaris. Sama persis seperti ibunya. Buah memang tidak jatuh jauh dari pohonnya,” rutuk Kyle panjang lebar.

Talia menarik napas panjang dengan sabar. “Kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya ada di dalam hati orang lain, Kyle. Siapa tahu Ludwig sebenarnya punya alasan yang baik. Dia benar-benar peduli padamu,” bujuk Talia masih terus berusaha.

Kyle menghela napas kesal, seolah sudah kehilangan kata-kata. Ia tampak berusaha keras menahan kemarahan. “Berhenti membicarakan orang itu. Kecuali kalau kau ingin membuatku membencimu. Apa kau sudah berada di pihaknya sekarang? Rupanya kalian sudah semakin dekat setelah menjadi pasangan dalam perkumpulan,” geram Kyle dengan nada mencela.

Talia tahu bahwa akan sulit membuka pandangan Kyle tentang kakaknya sendiri. Sekarang pemuda itu bahkan membuat Talia merasa terpojok.

“Bukan seperti itu. Aku hanya sedang memikirkanmu, Kyle. Kalau kau terus hidup dengan kebencian seperti itu, lambat laun kau mungkin akan termakan kekuatan gelapmu. Aku tidak ingin hal itu terjadi padamu. Setidaknya kau harus bisa menyembuhkan luka-luka dalam hatimu. Awal dari kesembuhan itu adalah dengan memaafkan Ludwig. Dan untuk bisa memaafkannya, kau perlu tahu alasan sebenarnya kenapa kakakmu melakukan hal-hal yang buruk,” ucap Talia sungguh-sungguh.

Sayangnya Talia mengatakan hal itu di saat yang tidak tepat. Bukannya tersentuh, Kyle justru terlihat semakin kesal. Tanpa basa-basi, pemuda itu pun segera bangkit berdiri dan meninggalkan Talia tanpa sepatah kata apa pun.

Talia tercenung sejenak. Dengan muram ia menatap punggung Kyle yang semakin menjauh, lantas menghilang di balik kerumunan anak-anak yang datang silih berganti. Gadis itu lantas mengalihkan pandangannya pada Ludwig yang duduk di meja seberang. Sama seperti Kyle, wajah Ludwig juga menyiratkan sorot tajam yang mengintimidasi. Tatapan itu tegas ditujukan pada Talia yang semakin merasa begitu tak berdaya. 

Sight of FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang