65. Ikut Campur

18 3 0
                                    

Karena gagal membujuk, Kyle, Talia lantas beralih pada Ludwig. Seperti biasa, gadis itu menunggu di perpustakaan untuk secara tidak sengaja berpapasan dengan seniornya tersebut. Akan tetapi, setelah seharian bolak balik ke tempat itu, Ludwig tidak juga menampakkan batang hidungnya. Alih-alih pemuda itu justru terus menempel dengan gengnya sendiri seolah memang sengaja menghindari Talia.

Sebenarnya tidak ada alasan khusus bahwa Talia harus menyembunyikan kedekatannya dengan Ludwig. Selama ini mereka berdua melakukannya begitu saja. Karena baik Talia maupun Ludwig sama-sama tidak merasa perlu untuk menunjukkan relasi pertemanan mereka kepada orang lain secara terbuka. Selain itu, Talia sebelumnya juga merasa perlu untuk menjaga perasaan Kyle, sehingga ia tidak berusaha untuk berinteraksi dengan Ludwig di hadapan sahabatnya itu.

Meski begitu, sekarang Talia sudah tidak punya alasan lagi untuk merasa tidak nyaman. Toh tujuannya adalah untuk membuat kedua kakak beradik itu menjadi akur. Karena itu, saat jam makan malam, Talia sengaja datang lebih awal ke depan ruang makan Akademinya. Kyle tidak ikut bersamanya karena tengah menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Profesor Li, sementara Susan dan Leo juga masih berada di kelas mereka masing-masing.

Gadis itu sengaja menunggu sendirian di depan pintu masuk ruang makan. Rombongan Ludwig mungkin akan muncul sebentar lagi. Talia harap, Ludwig akan datang sebelum Kyle menyusulnya. Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Akhirnya Ludwig pun datang bersama rombongan teman-temannya.

Sedikit gugup, Talia memberanikan diri untuk menghampiri mereka. Ludwig nampaknya menyadari keberadaan Talia lantas menyuruh teman-temannya untuk lebih dulu masuk ke ruang makan. Pemuda itu kemudian berjalan ke arah Talia setelah memastikan teman-temannya tidak terlihat lagi.

“Seharian ini kau benar-benar berusaha keras, Ortega,” gumam Ludwig kemudian.

“Kau sengaja menghindariku,” sahut Talia.

“Aku sedang tidak berselera mendengar alasanmu, atau rencanamu,” ujar Ludwig langsung menebak dengan tepat.

“Apa kau marah karena aku akrab dengan Kyle lagi?”

Ludwig menatap tajam ke arah Talia. Tatapan yang mengintimidasi. “Aku sudah memperingatimu berkali-kali.”

Talia pun membalas tatapan Ludwig dengan berani. Kini ia sudah tidak takut lagi pada Ludwig. “Aku tetap merasa caramu ini tidak benar. Maka dari itu aku ingin bicara padamu. Ayo,” sahut Talia lantas menyeret Ludwig ke tempat yang lebih nyaman untuk mereka bicara berdua: perpustakaan.

Beruntung Ludwig tidak mencoba untuk menolaknya. Pemuda itu mengikuti Talia sekalipun dengan raut wajah yang tidak senang. Mereka berdua lantas mencari tempat duduk yang nyaman di perpustakaan. Pada umumnya, perpustakaan Akademi memang cukup lengang. Selain karena luasnya bangunan tersebut, juga karena tidak banyak murid yang suka bertandang ke perpustakaan. Karena itu Talia merasa nyaman untuk berada di sana dengan Ludwig.

“Langsung katakana saja apa maumu,” tukas Ludwig begitu mereka berdua duduk di meja panjang yang ada di sudut ruangan.

“Aku ingin kau memperbaiki hubungan dengan Kyle,” ungkap Talia tanpa basa-basi.

Ludwig mendengkus pendek. “Bagaimana?” tanyanya kemudian.

“Pertama, kau harus berhenti mengganggunya. Apa kau tidak berpikir kalau caramu itu salah? Semakin kau membuatnya menderita, maka kegelapan akan semakin menelan Kyle. Dia sangat kesepian, dan tidak seharusnya hal-hal buruk terjadi padanya hanya karena ia memiliki kekuatan gelap itu.”

“Kau bisa bicara begitu karena kau tidak tahu apa-apa, Ortega. Aku sudah pernah melihatnya sendiri. Saat kegelapan menguasai seseorang. Ayahku nyaris membunuh semua orang di mansion kami ketika selirnya meninggal, ibu Kyle. Itulah akibat dari emosi yang tidak seharusnya dimiliki oleh pemilik kekuatan kegelapan.”

“Meski begitu ayahmu berhasil melaluinya. Buktinya kau masih hidup sekarang,” tukas Talia.

“Itu karena ayahku sudah cukup dewasa. Ia sudah mengalami banyak penderitaan sebelumnya. Karena itu ia bisa melalui kegelapan tersebut.”

“Bukan. Ayahmu bisa melakukannya karena cinta. Ia bisa mengalahkan kegelapan dalam dirinya karena sudah merasakan kasih sayang dari orang lain,” ucap Talia penuh keyakinan.

Kyle tertegun sejenak. “Kau hanya menerka-nerka,” komentar pemuda itu pendek.

“Tidak. Aku yakin itu. Semua orang tahu bahwa Duke Gothe mencintai selirnya dengan begitu dalam. Dan setelah orang yang dia sayangi meninggal, rasa cinta itu tetap ada di hatinya. Itulah yang memberi kekuatan bagi ayahmu hingga bisa bertahan.

“Bayangkan apa yang terjadi pada Kyle jika ia tidak pernah merasakan kasih sayang seperti itu? Ia selalu merasa tidak diterima oleh siapa pun. Melihat Kyle yang begitu berusaha keras mendapatkan teman, aku merasa bahwa sebenarnya dia memang membutuhkan seseorang yang bisa menerimanya tanpa perlu merasa takut,” ungkap Talia panjang lebar.

Ludwig kembali terdiam. Talia berharap kesungguhannya itu bisa menyentuh hati Ludwig. Akan tetapi pemuda di hadapannya itu justru menatapnya dengan datar.

“Lalukan sesukamu, Ortega. Jangan libatkan aku lagi untuk rencana-rencana konyolmu itu,” gumam Ludwig ketus.

Talia menghela napas dengan lelah. “Katakan sejujurnya, kau sebenarnya tidak punya alasan untuk membenci Kyle, kan?”

“Aku tidak pernah bilang kalau aku membencinya,” tukas Ludwig cepat.

“Karena itu kau seharusnya memperlakukan adikmu dengan baik. Argh! Kau benar-benar mengacaukan segalanya, Ludwig!” pekik Talia mendadak merasa frustrasi. Kalau saja sejak awal Ludwig tidak punya ide aneh untuk membuat Kyle menderita, mungkin segalanya tidak akan serumit ini. Kyle juga tidak perlu menjadi penjahat yang menghancurkan kerajaan. Dengan begitu Talia juga tidak akan mempersulit hidupnya dengan terlibat dalam urusan pelik kedua bersaudara ini.

“Benar. Setelah kupikir-pikir, sejak awal ini semua memang salahmu. Kau dan pikiran-pikiran menyimpangmu itu yang membuat semuanya kacau,” cerocos Talia kemudian.

Ludwig menautkan alisnya dengan bingung. “Kenapa tiba-tiba menyalahkanku? Jelas-jelas kau yang punya kebiasaan buruk untuk ikut campur urusan orang lain,” sergah pemuda itu tidak terima.

“Kau pikir aku suka melakukannya? Aku tidak akan seperti ini kalau Kyle bisa hidup dengan baik,” kecam Talia terus berusaha memojokkan Ludwig.

Pemuda itu hanya menggeleng pelan sembari mendengkus. “Lagipula apa urusannya denganmu kalau Kyle hidup dengan baik atau tidak. Kalian bahkan tidak saling mengenal sebelum ini. Apa kau sebegitu menyukainya?”

Talia mencoba menarik napas panjang untuk bisa bersabar. “Rasa suka saja tidak cukup untuk membuatku nekat terlibat dengan kalian berdua. Gara-gara perbuatanmu, seluruh kerajaan ini bisa hancur,” sergah gadis itu penuh tekanan. “Kalau saja aku tidak melihat masa depan Kyle, mungkin aku bisa hidup tenang sekarang,” keluhnya kemudian.

Ludwig segera mengernyitkan keningnya. “Kau bisa melihat apa?” tanya pemuda itu.

Seketika Talia membeku. Tanpa sengaja ia justru membuka rahasianya pada Ludwig. Entah apa yang akan menantinya jika Ludwig mengetahui segalanya. Mungkin pemuda itu akan mulai mencecarnya dengan banyak pertanyaan. Talia tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukan Ludwig jika sudah mengetahui segalanya. Sembari menghela napas penuh penyesalan, Talia pun terpaksa menceritakan penglihatannya pada Ludwig. 

Sight of FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang