Sembari terus berlatih secara rutin dengan Ludwig, Talia juga tak pernah putus asa untuk mencoba memperbaiki hubungan dengan Kyle. Sebentar lagi Tes Bakat Sihir akan diadakan sebentar lagi. Meski ia tidak terlalu khawatir terhadap hasil dari Tes Bakat Sihir, tetapi Talia berharap untuk bisa akrab kembali dengan Kyle sebelum ujian tersebut dilakukan. Menurut pengalaman Talia, kehidupannya sebelum ini terhenti pada hari ketiga tes bakat sihir.
Talia harap ia tidak perlu menghadapi naga lagi di kehidupannya yang sekarang. Walau begitu, alangkah baiknya Talia tetap bersiap-siap. Ia harus segera menguasai keempat elemen sekaligus berbaikan dengan Kyle lagi.
Sayangnya, sebagian besar hal itu terjadi tiak sesuai dengan harapan. Alih-alih rujuk, Kyle justru semakin intens menghindari Talia. Dua minggu sebelum Tes Bakat Sihir berlangsung, Kyle bertukar tempat duduk dengan Misa Avery, salah satu dari tiga sekawan Tina, Misa dan Clara. Kini Kyle duduk sebangku dengan seorang anak laki-laki yang berambut merah yang dikenal Talia dengan nama Jack Harper dari keluarga Baron.
"Apa kau bertengkar dengan Gothe?" tanya Misa saat hari pertama mereka bertukar tempat duduk.
"Kenapa memangnya?" sahut Talia balas bertanya.
"Dia memintaku untuk mengubah posisi duduk. Padahal ini sudah tengah semester. Aku jadi harus duduk di barisan paling belakang. Benar-benar menyebalkan," keluh Misa dengan cemberut.
"Kyle memintamu bertukar tempat duduk?" tanya Talia terkejut.
Misa mengangguk dengan muram. "Kau tidak tahu? Dia bertanya padaku untuk bisa duduk di depan. Dengan reputasinya yang kau-tahu-sendiri itu, siapa yang berani menolak permintaannya? Dia bicara seperti memerintah," lanjut gadis berambut hitam itu penuh ratapan.
Talia menghela napas panjang lalu mengamati Kyle yang duduk di barisan depan bersama Jack Harper. Malang untuk Jack, sepanjang hari anak yang biasanya cerewet di kelas itu kini diam setenang patung batu. Seminal Kyle duduk bersamanya, Jack menjadi sangat penurut dan ketakutan. Entah apa yang sudah dilakukan Kyle, yang jelas masalah teman sebangku sudah teratasi baginya. Talia tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengubah keputusan Kyle tersebut.
"Cepatlah berbaikan. Kau tahu kalau ini tidak nyaman untuk kita semua. Aku tidak suka duduk di belakang. Dan Jack ... yah kau bisa lihat sendiri tampangnya sekarang yang seperti ikan rebus. Di kelas ini, bahkan mungkin di seluruh Akademi, hanya kau satu-satunya orang yang berani bergaul dengan Gothe. Itu membuat anak-anak lain tidak perlu repot-repot menghindarinya karena dia selalu berada di sekitarmu selama ini. Karena itu cepatlah kalian rujuk, agar orang lain tidak perlu terang-terangan menghindarinya," ucap Misa panjang lebar.
Tali kesabaran Talia akhirnya benar-benar putus. Kata-kata Misa itu membuatnya sangat marah hingga ingin rasanya Talia menjambak rambut hitam gadis itu.
"Memangnya apa yang salah dari Kyle? Dia tidak pernah mengganggu kalian! Hanya karena rumor bodoh seperti itu kalian semua menghindarinya. Itu benar-benar tidak adil untuknya. Kalianlah yang sebenarnya keterlaluan. Kyle juga manusia sama seperti kita. Kenapa dia tidak boleh punya teman? Atau bergaul dengan orang lain? Kenapa dia harus menderita dan kesepian seorang diri?" rutuk Talia dengan nada tinggi.
Sontak seluruh kelas itu pun terdiam dan menatap Talia dengan sorot mata penasaran. Talia yang sudah begitu kesal tanpa sadar menitikkan air matanya di pipi. Sekilas gadis itu pun menyapukan pandangannya ke seluruh kelas dan menyadari bahwa dirinya sudah menarik banyak perhatian. Misa yang baru saja duduk di sebelahnya pun tampak terbengong-bengong kehilangan kata-kata. Beruntung Profesor Li belum datang di kelas pagi itu.
Karena tidak ingin menimbulkan keributan yang lebih besar, Talia pun akhirnya menyambar tas kulitnya lantas pergi meninggalkan kelas sambil masih menahan amarah. Emosinya bercampur aduk seolah semua masalahnya yang bertumpuk selama ini sudah tidak bisa dia tahan lagi. Semuanya meledak tak terbendung dan membuatnya tidak bisa mengendalikan diri di hadapan seluruh teman-teman sekelasnya.
Talia lantas menghambur ke perpustakaan karena tidak bisa kembali ke asrama pada jam itu. Madam Hudges, sang penjaga asrama putri, pasti akan mencercanya jika ketahuan membolos pelajaran. Gadis itu pun akhirnya hanya bisa bersembunyi di sudut perpustakaan dan menangis meluapkan rasa frustrasinya yang sudah terpendam selama ini.
Tidak ada yang berjalan dengan lancar semenjak ia masuk ke Akademi. Hidupnya benar-benar kacau. Ia bahkan harus mati dan mengulang kembali bulan-bulan pertamanya di Akademi. Talia benar-benar lelah sekarang. Rasanya ia tidak ingin lagi peduli pada apa pun. Biar saja Kyle menjadi jahat dan menghancurkan seluruh kekaisaran. Mau semua orang mati pun Talia tidak ingin ikut campur lagi. Ia sudah mengerahkan segala upaya untuk mencegah malapetaka itu. Tapi apa? Sekarang justru dia yang menderita.
"Menyebalkan. Kyle Gothe kau benar-benar menyebalkan. Dasar jahat. Manusia berhati dingin. Padahal aku sudah begitu peduli padanya tapi dia membuangku begitu saja. Apa dia pikir aku tidak menderita," rutuk Talia di tengah isak tangisnya.
Gadis itu membenamkan kepalanya di atas lutut yang tertekuk. Talia duduk di lantai kayu perpusakaan sembari menutupi wajahnya dengan kedua tangan dan terus terisak-isak pelan sampai tenggorokannya sakit.
"Kenapa kau begitu peduli pada orang menyebalkan sepertiku?" Sebuah suara tiba-tiba terdengar di dekat Talia. Tanpa perlu menebak-nebak Talia langsung tahu bahwa itu adalah suara Kyle.
Dengan perlahan Talia mendongak, lantas mendapati Kyle berdiri di hadapannya. Pemuda itu menatap Talia tanpa ekspresi. Setelah beberapa detik saling bertatapan dalam diam, Kyle pun akhirnya berjongkok di depan Talia dengan raut wajah yang lebih lembut.
"Maaf, karena aku membuatmu menderita. Aku juga memikirkan banyak hal akhir-akhir ini. Terlebih setelah kekuatan gelapku tanpa sengaja melukaimu. Tapi aku tidak benar-benar membencimu, Talia. Justru sebaliknya, aku sangat membenci diriku yang tidak bisa mengendalikan kekuatan gelap itu," ucap Kyle dengan nada yang lebih bersahabat.
"Kau benar-benar menyebalkan, Kyle Gothe," gumam Talia masih terisak.
Kyle menarik napas yang berat lalu tertunduk muram. "Maaf," ucapnya pendek.
"Apa kau benar-benar tidak mau berteman denganku lagi?" tanya Talia kemudian.
Kyle menggeleng pelan. "Hanya saja ... semuanya menjadi sangat membingungkan. Kau menjadi dekat dengan Ludwig, orang yang, kau tahu sendiri, sangat kubenci. Lalu aku juga sudah membuatmu terluka. Aku marah, kesal, dan kecewa di saat yang bersamaan. Aku merasa seperti dipermainkan. Meski begitu, kata-katamu barusan saat di kelas membuatku menyadari kalau kau memang benar-benar peduli padaku," ucap pemuda itu.
Kyle lantas mendongak dan menatap Talia lagi dengan wajah sayu. "Apa aku memang pantas berteman denganmu, Talia Ortega?" tanyanya lirih.
Talia mengusap air matanya dengan kedua tangan. "Kau pikir buat apa aku mati-matian memperjuangkanmu kalau bukan karena ingin tetap menjadi temanmu, dasar bodoh," ucapnya sembari tersenyum samar.
Kyle balas tersenyum lalu menarik napas panjang. "Terima kasih," ucapnya.
Tanpa pikir panjang, Talia pun meraih tubuh Kyle dan merengkuhnya dalam pelukan. "Mulai sekarang, jangan mencoba menghadapi masalahmu sendirian. Kau punya orang-orang yang peduli padamu. Kita pasti bisa melaluinya dengan baik, Kyle."
Kyle tidak menjawab lagi. Meski begitu ia membalas pelukan Talia dengan hangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sight of Future
פנטזיהNomor Peserta : 088 Tema yang diambil : Campus Universe Blurp Talia Ortega, siswi baru di Akademi Sihir Ramona, Kerajaan Barat, adalah seorang oracle dengan kemampuan melihat masa depan seseorang yang disentuhnya. Saat upacara penerimaan siswa baru...