Talia mencoba untuk meraih tubuh Kyle. Akan tetapi kekuatan gelap pemuda itu terus membayangi. Kini setelah hampir separuh perjalanan menyongsong Kyle, tubuh gadis itu pun turut dilingkupi aura gelap yang membuat langkahnya terhenti. Sekali lagi Talia terikat oleh kekuatan gelap Kyle.
"Kendalikan dirimu, Kyle. Kumohon ... sadarlah," rintih Talia sembari menggapai-gapai udara kosong.
Sayangnya semua usaha tersebut sia-sia. Kyle tetap tidak mendengarnya, sementara kekuatan gelap semakin erat mencengkeram tubuh Talia. Ketika keadaan sudah semakin tidak terkendali, tubuh Talia yang mulai terangkat ke udara pun mendadak direnkuh dari belakang oleh seseorang. Rupanya Ludwig yang dengan susah payah mencoba melawan ikatan kekuatan gelap di tubuhnya sendiri.
Dengan bersimbah peluh dan penuh luka lebam, Ludwig mulai berbicara dengan suara mendesis yang aneh. Bahasa kaum beast master yang tidak dimengerti oleh Talia. Detik berikutnya, suara gemuruh mendadak terdengar dari kejauhan. Tanah di bawah kaki mereka mulai berguncang.
"Apa ... yang kau lakukan?" tanya Talia ditengah napasnya yang sesak karena belitan aura gelap.
"Memanggil bala bantuan," gumam Ludwig sembari terus mendekap Talia agar kekuatan gelap yang melingkupi gadis itu terurai.
Tak lama setelah itu, guncangan di tanah pun semakin kuat. Talia bisa melihat di kejauhan beberapa pohon mulai rubuh begitu saja seolah diterjang oleh sosok monster raksasa. Gerakan kedatangan sosok tersebut begitu cepat hingga akhirnya pepohonan yang ada di dekat mereka pun hancur oleh terjangan monster itu.
Sesosok ular piton raksasa sepanjang puluhan meter melata dengan cepat ke arah Kyle. Kepalanya yang berukuran gigantis langsung mematuk tubuh pemuda itu tanpa ampun. Talia memekik keras, khawatir kalau sahabatnya itu akan terluka oleh serangan mematikan tersebut. Namun Kyle bukanlah penyihir biasa. Seluruh aura gelapnya yang tersebar kini melingkupi tubuhnya bagai bola hitam yang padat. Caplokan ular tersebut berhasil dihentikan.
Berkat itu, Talia dan Ludwig akhirnya bebas dari jeratan aura gelap milik Kyle. Kini pemuda itu kembali sibuk bertarung dengan seekor ular raksasa yang dipanggil oleh Ludwig.
"Apa kau bisa berdiri?" tanya Ludwig sembari memapah Talia yang lemas.
Talia mengagguk pelan.
"Sebentar lagi pengawas mungkin akan segera muncul karena kekacauan ini. Sebaiknya kita segera pergi dari sini," ucap Ludwig.
"Tapi bagaimana dengan Kyle?" tanya Talia khawatir.
"Dia akan baik-baik saja. Ular itu akan mati sebentar lagi. Kita harus pergi sebelum mereka selesai bertarung," desak Ludwig tak sabar.
"Bagaimana kalau Kyle tidak pernah sadar lagi? Dia bisa menghancurkan seluruh Akademi," desah Talia sembari mengingat kejadian yang pernah dia lihat di masa depan Kyle.
Ludwig menghela napas pelan dan melempar pandangannya ke arah adiknya. Kyle tidak akan pernah bisa disadarkan dari kekuatan gelapnya kecuali ia sudah puas membunuh. Selama ini begitulah yang terjadi.
"Kita bisa memperingatkan para profesor," sahut Ludwig memutuskan.
Talia tidak melawan lagi. Satu-satunya hal yang bisa dia lakukan sekarang adalah menuruti Ludwig. Akhirnya, dengan tertatih-tatih, ia pun pergi menjauh dari arena pertempuran sebelum Kyle sempat menyadari.
Pertempuran di belakang mereka terdengar begitu heboh. Suara debam dan desis ular memenuhi hutan. Talia berusaha untuk tidak mempedulikannya dan tetap percaya pada kemampuan Kyle. Meski begitu di dalam hatinya ia merasa sangat khawatir akan keselamatan sahabatnya tersebut.
Kedua orang itu terus berjalan terseok-seok. Ludwig tampak kehabisan tenaga hingga tidak bisa menggunakan sihir pemanggil hewan buasnya lagi. Sayangnya, sebelum mereka cukup jauh melangkah, lagi-lagi kekuatan gelap Kyle menghampiri. Talia menyadari sulur-sulur aura gelap yang mulai menggerayangi kakinya. Ini benar-benar tidak masuk akal. Secepat itukah Kyle membunuh hewan buas raksasa tersebut?
"Berhenti, Kyle! Sadarkan dirimu!" seru Ludwig yang turut menyadari pergerakan Kyle yang sudah berdiri di belakang mereka.
Ludwig tampaknya benar-benar sudah habis kesabaran. Sementara Talia mulai terbelit kekuatan gelap, pemuda itu justru merengkuhnya semakin erat.
"KYLE GOTHE!" teriak Ludwig membahana.
Tak lama sesudah Ludwig memanggil nama diknya, keajaiban akhirnya muncul. Secara berangsur kekuatan gelap Kyle menyusut. Kedua matanya yang hitam pekat kembali normal dan raut wajah dingin pemuda itu pun melembut. Kyle kembali pada kesadarannya.
"Apa yang ... kulakukan," rutuknya dengan ekspresi penuh keterkejutan.
Di hadapan Kyle kini tersungkur dua orang manusia yang terlihat begitu lemah. Talia berada dalam pelukan Ludwig dengan kondisi yang penuh luka lebam bekas tercekik. Keadaan Ludwig pun tak kalah memprihatinkan.
"Talia ... kau ... apa yang terjadi?" tanya Kyle masih mencoba mencerna situasi. "Aku ... apa aku menyerangmu?"
Talia tertunduk diam dengan tubuh gemetaran, sementara Ludwig menatap nyalang ke arah adiknya tersebut sembari memasang badan untuk melindungi Talia.
"Bagaimana kau bisa bertanggung jawab atas apa yang sudah kau perbuat? Dengan kemapuan kontrolmu yang seburuk ini, apa kau pikir kau benar-benar bisa punya teman?" sergah Ludwig tajam.
Talia segera mencengkeram lengan Ludwig dengan keras. "Bukan salah Kyle. Ini salahku karena tidak berhati-hati. Aku sudah memicu kekuatan gelap Kyle sampai dia kehilangan kendali," rintih gadis itu sembari mendogakkan wajahnya yang mulai tergenang air mata.
Kyle akhirnya memahami apa yang sudah terjadi di depan matanya. Sorot matanya langsung menyiratkan rasa bersalah yang begitu besar. Meski begitu ia tampaknya terganggu dengan pemandangan yang akrab antara Talia dan Ludwig.
"Kenapa orang ini melindungimu?" tanya Kyle kemudian.
Ludwig pun segera bangkit berdiri dengan marah. "Apa itu penting sekarang? Seharusnya kau sadar bahwa keberadaanmu itu membahayakan banyak orang. Kau pikir untuk apa selama ini aku berusaha menjauhkan orang-orang itu dari jangkauanmu?" geram Ludwig sembari mencengkeram kerah Kyle.
Kyle tidak mencoba melawan. Alih-alih ia hanya menatap kosong ke arah kakaknya itu lantas beralih pada Talia.
"Mulai sekarang kau tidak perlu melakukannya lagi. Aku akan berhenti mengganggu kalian," ucap Kyle sembari menepis cengkeraman Ludwig. Pemuda itu lantas berbalik dan berjalan pergi meninggalkan mereka.
"Apa kau harus sekeras itu bicara padanya?" tanya Talia sembari mencoba berdiri.
Dengan sigap Ludwig membantu gadis itu dan memapahnya berjalan keluar hutan. "Kau sudah melihat sendiri bagaimana kekuatan penghancurnya yang luar biasa," sahut Ludwig muram.
"Tapi kenapa tadi dia bisa tiba-tiba sadar?"
"Entahlah. Kekuatan itu muncul dan menghilang tanpa bisa diprediksi. Selama ini hanya ayahku yang bisa membuat anak itu sadar setelah tenggelam dalam kegelapan."
"Itu kau. Ludwig, suaramulah yang sudah memanggil Kyle kembali. Setelah kau berseru padanya, Kyle langsung sadar begitu saja."
Ludwig mendengkus pelan. "Tidak masuk akal."
"Itu satu-satunya jawaban yang masuk akal, Ludwig. Kau seorangcharmspeak. Kekuatan sihirmu ada dalam kata-kata sebagai beas tamer.Karena itulah kau bisa memanggil Kyle kembali. Apa kau tidak tahu selama ini?" tebak Talia terus mencoba mengaitkan kejadian yang baru saja mereka alami.
Ludwig terdiam sejenak. "Ayah kami juga seorang beast tamer. Meski begitu tidak ada orang lain yang pernah berhasil menyadarkan Kyle sekalipun ia adalah beast tamer yang hebat."
"Itu pasti karena kalian adalah keluarga. Kumohon, berlilah kesempatan pada Kyle untuk bisa belajar menguasai kegelapannya. Dan kurasa kau adalah orang yang paling cocok untuk melatihnya," bujuk Talia kemudian.
Ludwig hanya terdiam. Pemuda itu tak berkata apa-apa lagi hingga mereka berpisah setelah mengantar Talia ke ruang kesehatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sight of Future
FantasyNomor Peserta : 088 Tema yang diambil : Campus Universe Blurp Talia Ortega, siswi baru di Akademi Sihir Ramona, Kerajaan Barat, adalah seorang oracle dengan kemampuan melihat masa depan seseorang yang disentuhnya. Saat upacara penerimaan siswa baru...