3. Terluka

61 19 7
                                    

Sudah satu minggu berlalu sejak Talia menjadi siswa di Akademi. Semua pelajaran dasar di tingkat pertama ini sebagian besar sudah dikuasai Talia secara otodidak. Karena itu Talia sejujurnya tidak terlalu tertarik lagi untuk memperhatikan pelajaran. Alih-alih, fokusnya kini adalah untuk meluluhkan hati teman sebangkunya yang dingin.

Sikap Kyle tidak banyak berubah, apa pun usaha Talia untuk mendekatinya. Akan tetapi kini Kyle tidak lagi rewel saat Talia mengikutinya kemana-mana. Kyle bahkan tidak protes saat Talia duduk bersamanya untuk makan siang. Sekali waktu Leopold datang dan duduk bersama mereka. Entah bagaimana pemuda itu bisa berteman dengan Kyle. Talia memperhatikan bahwa kehadiran Leopold tidak terlalu membuat Kyle merasa terganggu. Kyle justru tampak nyaman dengan Leopold. Mereka bahkan berbincang-bincang tentang masalah sepele seperti makanan, atau pelajaran.

Talia tidak mengerti kenapa Kyle di masa depan bisa menjadi orang jahat padahal dia punya setidaknya satu orang sebagai temannya. Leopold juga tidak terlihat seperti anak yang jahat. Justru ia sangat ramah dan bersahabat. Akan tetapi, Talia akhirnya bisa menemukan alasan mengapa Kyle selalu membatasi dirinya dari orang lain.

Hari itu seperti biasa Talia dan Kyle pergi bersama untuk makan siang. Leopold berjanji akan menemui mereka di ruang makan, tetapi sampai jam pelajaran dimulai lagi, Leo sama sekali tidak terlihat. Kyle tampak gelisah sepanjang sisa hari.

"Ada apa Kyle? Kau terlihat tidak nyaman sejak makan siang?" tanya Talia sambil berbisik.

Gadis itu melirik buku catatan Kyle yang biasanya dipenuhi catatan rapih. Akan tetapi hari itu Kyle tidak menuliskan apa-apa. Buku tulisnya sepenuhnya kosong.

"Kyle," panggil Talia masih dengan berbisik. Gadis itu bahkan menyenggol lengan Kyle agar mendapat perhatiannya.

Kyle terlonjak kaget. "Kenapa?" bisiknya ketus.

"Kau yang kenapa? Tidak biasanya kau melamun. Apa yang kau pikirkan?"

Kyle tampak ragu, tetapi kemudian menjawab pertanyaan Talia dengan jujur. Hal yang sangat langka.

"Leo ... ," desah Kyle pelan.

"Kau mengkhawatirkan Leo?" tanya Talia kemudian.

Kyle tidak menjawab lagi. Talia memutuskan bahwa memang hal itu yang mengganggu Kyle. Maka dari itu, saat pulang sekolah, Talia pun menyeret Kyle untuk menemui Leo di kelas alkimia. Akademi Ramona membagi kelas sesuai dengan kemampuan bawaan para siswa. Kyle dan Talia masuk ke kelas enchanter, karena kemampuan mereka untuk mengendalikan elemen alam, termasuk dalam kasus Kyle, elemen kegelapan. Lalu ada juga kelas Alkimia yang dimasuki Leo. Alkimia adalah kemampuan untuk membuat beragam ramuan sihir yang memiliki banyak fungsi. Kelas yang lainnya beast taming, kelas untuk anak-anak yang berbakat memanipulasi makhluk sihir.

Kelas alkimia berada di menara timur. Talia membawa Kyle untuk langsung menemui Leo begitu pelajaran selesai. Dengan begitu, Kyle tidak perlu terlalu khawatir. Namun, saat mereka berbelok di koridor yang menghubungkan menara kelas enchanter dan kelas alkimia, Talia menemukan sesosok tubuh anak laki-laki yang tergeletak bersimbah darah.
Koridor tersebut kosong karena memang jarang dilewati oleh siapa pun. Karena itu tidak ada orang yang berusaha menolong anak laki-laki yang tergeletak itu.

"Kyle ... itu," desah Talia ragu-ragu.

Akan tetapi Kyle yang berjalan di sisi Talia mendadak berlari menyongsong tubuh bersimbah darah tersebut. Talia mau tak mau mengikuti Kyle yang tampak panik, tidak seperti biasanya. Betapa terkejutnya Talia saat melihat siapa sosok pemuda penuh darah itu: Leo.

"Leo!" pekik Kyle sembari berlutut di sebelah tubuh Leo. Talia hanya bisa membekap mulutnya karena terkejut.
Leo mengerang pelan. Tampaknya pemuda itu masih sadar.

"Apa yang terjadi?" desak Kyle tampak sangat cemas.

"Itu ... Kyle ... berhati-hatilah," hanya itu kata-kata Leo. Tak lama kemudian pemuda itu jatuh pingsan.

Setelah kejadian tersebut, Talia akhirnya mengetahui alasan di balik sikap dingin Kyle.
***

Kabar penyerangan pada Leo segera menggemparkan akademi. Para murid yang penasaran berbondong-bondong mendatangi ruang kesehatan. Namun para guru segera membubarkan mereka karena dapat mengganggu pemulihan pasien. Kasus ini bahkan sudah ditangani langsung oleh Profesor Rilley, Kepala Departemen Alkemis. Orang tua Leo segera dipanggil ke sekolah untuk melihat kondisi putranya yang luka parah hingga tak sadarkan diri.

Sama seperti para murid lainnya, Talia dan Kyle pun tidak diperbolehkan untuk berada di ruang kesehatan untuk melihat kondisi Leo. Alih-alih, mereka berdua justru dipanggil ke ruangan Profesor Rilley untuk memberikan keterangan, mengingat mereka adalah orang pertama yang menemukan korban. Talia berdiri dengan gelisah di depan ruangan sang Dekan saat menunggu dipanggil masuk ke dalam ruangan. Beberapa kali gadis itu berjalan mondar-mandir sembari menggigit kuku ibu jarinya. Kyle di samping itu, hanya duduk tercenung dengan wajah tertunduk muram. Pemuda itu tidak mengatakan apa-apa dan tenggelam dalam pikirannya sendiri.

"Sebenarnya apa yang terjadi? Bagaimana bisa penyerangan mengerikan seperti itu terjadi di akademi tanpa diketahui siapa pun?" gumam Talia sambil mondar-mandir gelisah.

"Hei, Kyle, bukankah kau sudah mendapat firasat tentang kejadian ini? Seharian tadi kau sudah memikirkan Leo. Apa kau tahu sesuatu?" cecar Talia lantas duduk di sebelah Kyle yang masih terlihat muram. Namun pemuda itu tidak merespon pertanyaan Talia sama sekali.

Talia mendesah putus asa. Rasanya dia seperti sedang bicara pada dinding batu. Dingin, tanpa respon. Akhirnya pintu ruangan Profesor RIlley pun terbuka. Seorang gadis berkacamata dengan rambut diikat ekor kuda keluar dari ruangan tersebut. Talia mengenali gadis itu sebagai Ketua Dewan Siswa.Siswi tingkat tiga yang berprestasi, Deana Riel.

"Kalian disuruh masuk sekarang," kata Deana menatap Talia dan Kyle sembari menutup pintu ruang Dekan.
Talia dan Kyle pun segera bangkit berdiri dan bersiap masuk.

"Terima kasih," ucap Talia pendek.
Muela hanya mengangguk singkat lantas berjalan pergi meninggalkan mereka berdua. Talia dan Kyle mengetuk pintu ruangan Profesor Rilley beberapa kali.

"Masuk," jawab Profesor dari dalam.

Talia pun membuka pintu dan menemukan sebuah ruangan berdinding batu dengan sebuah meja kayu mewah dan mengilat tertata rapi di ujung ruangan. Sebuah perapian berkeretak keras membakar kayu-kayu di sisi ruangan yang lain. Talia dan Kyle berjalan melewati satu set sofa gading yang ada di depan pintu dan langsung berdiri di depan meja kerja Profesor Rilley.

"Duduklah, kalian berdua," perintah Profesor Rilley kemudian.

Keduanya menurut dan duduk di hadapan sang Profesor. Ini kali pertama bagi Talia bertemu dengan Dekan dari Departemen Alkimia. Profesor Rilley adalah seorang pria paruh baya yang berusia sekitar akhir 40an. Rambut hitamnya yang ditata dengan rapi sudah terlihat beruban di beberapa tempat. Meski begitu Profesor tersebut tidak terlihat terlalu tua. Justru sorot matanya yang tajam membuatnya lebih berwibawa dan tegas.

"Kudengar kalian adalah teman dekat Dean Leopold. Apa yang terjadi hari itu pada Leopold?" tanya Profesor Rilley tanpa basa basi.

Talia tidak mencoba menjawab karena menurutnya Kyle jauh lebih dekat dengan Lao daripada dirinya. Gadis itu hanya melirik Kyle diam-diam, menunggu teman sebangkunya itu mengeluarkan kata-kata. Akan tetapi Kyle tetap terdiam dan membuat kegelisahan Talia semakin besar.

Profesor Rilley menarik napas panjang menghadapi keheningan itu. "Mungkin kalian perlu tahu tentang ini. Dean Leopold dikonfirmasi mendapat serangan hewan sihir. Lebih tepatnya Dirlagraun," lanjut Profesor dengan nada serius.

Talia mengerti mengapa informasi tersebut membuat Profesor Rilley begitu serius. Dirlagraun adalah seekor hewan buas berwujud puma dengan enam kaki dan sepasang tentakel bergigi tajam sepanjang dua meter. Hewan tersebut terkenal dengan kebuasannya saat berburu. Bukan hanya lincah dan ahli menerkam, sepasang tentakel bergigi tajamnya juga terkenal beracun. Hewan buas mematikan itu seharusnya tinggal di hutan belakang sekolah, tepatnya di penangkaran hewan buas milik Departemen Penjinak Binatang. Bagaimana mungkin makhluk sihir tersebut bisa berkeliaran bebas di akademi pada siang bolong tanpa diketahui siapa pun?

Sight of FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang