Hari itu berakhir tanpa Talia melakukan apa-apa. Energi sihirnya sudah terlanjur habis gara-gara sembarangan menyentuh orang lain. Talia berisitirahat di ruang rahasia sampai jam pelajaran sihir selesai. Susan kembali mencari-carinya sejak dari waktu makan siang. Mereka akhirnya bertemu saat makan malam.
“Kenapa kau menghindariku seharian ini, Talia,” keluh Susan sedih.
“Aku tidak menghindarimu, Susan. Hanya saja hari ini aku sedikit lelah jadi harus beristirahat di ruang kesehatan,” kilah Talia berbohong.
“Kau juga tidak ada di sana sejak siang tadi. Talia kau berbohong lagi padaku. Hari ini sudah dua kali kau berbohong. Apa kau benar-benar menganggapku teman?” sergah Susan tampak kecewa.
Sontak Talia pun merasa bersalah. Sebenarnya tidak ada alasan khusus baginya untuk menyembunyikan hal ini dari Susan. Talia juga tidak punya teman dekat perempuan lagi selain Susan. Talia sudah mempercayai Susan meskipun sebelumnya gadis itu pernah mencoba menggunakan sihir manipulasi padanya. Temannya itu juga sudah meminta maaf dengan tulus.
Akan tetapi, entah bagaimana Talia masih ragu untuk memberitahu tentang kemampuannya melihat masa depan. Susan akan menyadari kalau saat itu Talia menyentuh tangannya bukan karena ingin mengajak gadis itu berteman, alih-alih sebagai cara untuk menghindari sihir manipulasinya. Fakta itu mungkin akan membuat Susan lebih kecewa.
“Maafkan aku, Susan. Aku akan menceritakannya lain kali.” Akhirnya hanya itu yang bisa dikatakan oleh Talia.
Mereka bertiga terdiam sejenak di ujung meja makan. Kyle memutuskan untuk tidak ikut campur. Pemuda itu diam saja sambil pura-pura fokus mengiris steik daging sapi di hadapannya.
“Kurasa, selama ini hanya aku yang menganggap kita teman,” ucap Susan setelah beberapa menit terdiam. Gadis itu lantas bangkit berdiri dan meninggalkan ruang makan sebelum Talia sempat mencegahnya.
“Aku merasa bersalah pada Susan,” desah Talia murung.
“Dia memang menyebalkan. Tapi kurasa dia cukup tulus berteman denganmu.” Bahkan Kyle saat ini mendukung Susan, dan bukan Talia. Kata-kata pemuda itu membuat Talia semakin merasa bersalah.
“Apa yang harus kulakukan, Kyle?” tanya Talia meminta saran.
Kyle hanya mengangkat bahu dengan ringan. “Aku saja tidak punya teman,” jawabnya tanpa solusi.
Talia mendesah lagi. Di saat-saat seperti ini Kyle sama sekali tidak membantu. “Ngomong-ngomong bagaimana dulu kau bisa berteman dengan Leo?”
“Sejak Ludwig masuk akademi, ayahku memutuskan untuk memberiku teman bermain. Keluarga Leopold dekat kebetulan dekat dengan keluargaku. Karena itu ayah meminta Leo yang seumuran denganku untuk tinggal di rumah keluarga kami. Begitulah kami mulai berteman dekat,” terang Kyle apa adanya.
Jadi karena itu mereka sudah dekat sejak upacara penerimaan murid baru. Kyle dan Leo sudah berteman selama dua tahun lebih, terhitung sejak Ludwig masuk Akademi.
“Menurutku, kau sebaiknya berbaikan dengan Muela. Kurasa dia bisa dipercaya. Dia juga bisa membantumu saat di asrama. Kau tahu juga kalau anak laki-laki tidak diperbolehkan masuk ke asrama putri. Aku tidak bisa menjagamu selama kau berada di sana.”
Talia menarik napas panjang. “Kalian berdua selalu memperlakukanku seperti barang pecah belah yang rapuh. Lihat saja, mulai besok aku akan berlatih keras,” gerutu Talia.
Kyle tertawa kecil lantas mengusap kepala Talia dengan lembut, mengacak-acak rambutnya yang berwarna merah kecoklatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sight of Future
FantasíaNomor Peserta : 088 Tema yang diambil : Campus Universe Blurp Talia Ortega, siswi baru di Akademi Sihir Ramona, Kerajaan Barat, adalah seorang oracle dengan kemampuan melihat masa depan seseorang yang disentuhnya. Saat upacara penerimaan siswa baru...