76. Kembalinya Kemampuan

17 4 0
                                    

Hari-hari selanjutnya berjalan dengan lebih tenang. Talia masih rutin berlatih bersama Ludwig untuk mencoba memanggil dua spirit elemen tanah dan angin. Namun bedanya, kini Kyle juga ikut dalam sesi latihan mereka. Ketiganya sering berada di hutan terlarang untuk bertarung dengan hewan-hewan buas kiriman Ludwig.

"Kalau kalian selalu seperti ini, bisa-bisa semua hewan sihir di hutan akan habis dibasmi. Bisakah kalian mengontrol kekuatan dan cukup melukai mereka saja?" protes Ludwig suatu ketika.

Baik Talia maupun Kyle tidak bisa membantah. Mereka berdua sudah cukup banyak membunuh direwolf maupun salamander. Kemampuan Talia meningkat pesat, terutama dengan mengandalkan elemen tanah yang sangat kuat.

"Salahkan hewanmu yang lemah," sahut Kyle berkomentar.

Ludwig berdecih kesal. "Kau di sini bukan untuk memamerkan kemampuan, tapi untuk mengendalikannya, dasar bocah," gerutunya.

"Aku hanya mengeluarkan dua puluh persen dari kemampuanku, tapi hewan-hewanmu sudah mati. Itu sudah merupakan pengendalian diri yang sempurna." Kyle kembali menyahut.

Ludwig sudah akan membuka mulutnya lagi, tetapi Talia buru-buru menengahi. "Sudah cukup. Ayo kita kembali saja. Malam sudah larut," ucap gadis itu sembari memakai mantelnya lagi. Ia bersiap-siap menggunakan Kristal menghilang untuk kembali ke asrama.

Kyle dan Ludwig pun menurut. Mereka berdua ikut mengenakan jubah masing-masing lantas bersiap pergi. Talia menggenggam tangan Kyle untuk membuat sahabatnya itu bisa ikut menghilang dengan kekuatan Kristal. Akan tetapi mendadak sebuah kejadian mengejutkan menyergap Talia.

Begitu menyentuh tangan Kyle, mendadak kesadaran Talia kembali terlempar ke masa depan. Kekuatan oraclenya kembali tanpa di duga-duga. Talia berada di sebuah gua. Tempat yang ia kenal sebagai gua naga yang ada di lembah. Di hadapannya kini terjadi pertempuran sengit yang melibatkan sang naga hitam yang mengamuk parah dengan api menyembur ke segala arah.

Di kejauhan, Talia bisa melihat Kyle yang tubuhnya melayang dengan kekuatan gelap yang melingkupi. Pemuda itu berusaha mengalahkan sang naga dengan kondisi yang sudah trans, dikuasai oleh kegelapan. Talia mengamati pertarungan itu dengan seksama. Di sudut lain gua, ia juga melihat Ludwig yang mati-matian bicara dengan sang naga menggunakan charmspeaknya. Pemuda itu tampak kacau dengan beberapa luka di seluruh bagian tubuhnya.

"Naga lagi? Kita harus melawan naga itu lagi?" gumam Talia tak percaya. "Sebenarnya kenapa ... ."

Kalimat Talia terputus ketika ia melihat dirinya sendiri tergeletak tak berdaya di lantai gua tak jauh dari tempatnya berada sekarang. Tiga spirit elemennya mengelilingi tubuh Talia yang sudah tak bergerak. Dengan ngeri gadis itu pun mendekati tubuhnya sendiri. Luka dan darah memenuhi seluruh badannya. Meski begitu, samar-samar Talia melihat dadanya masih bergerak naik turun. Itu artinya dia masih hidup.

"Apa aku akan mati lagi di masa depan?" ratapnya putus asa.

Gadis itu lantas mengamati tiga spirit yang berada di dekat tubuhnya. Ada Smoke, Undine, dan satu spirit berwujud angin topan kecil yang berpusar. Talia langsung tahu kalau itu adalah spirit angin. Jadi pada akhirnya ia hanya bisa memanggil tiga spirit saja, dan gagal menguasai elemen cahaya. Rasanya semua usaha Talia sia-sia belaka selama ini.

Gadis itu kembali menatap ke medan pertempuran. Sang naga begitu ganas menyerang rekan-rekannya. Ia terbang ke sana kemari mengelilingi gua yang luas dan gelap itu. semburan apinya sesekali menerangi seluruh sudut gua. Pada satu titik, sekonyong-konyong naga tersebut menyadari keberadaan Talia yang dilempar dari masa lalu. Manik matanya yang kuning seperti reptil buas menatap nyalang ke arah Talia yang sedang duduk menekuri tubuhnya sendiri. Bukan Talia yang terkulai pingsan yang dilihat oleh sang naga, melainkan kesadaran Talia yang terlempar ke situasi tersebut.

Talia membalas tatapan itu dengan tegas. Tidak ada sedikitpun rasa takut yang dia pancarkan dari sorot mata itu. Alih-alih, Talia merasa marah. Ia marah pada sang naga, pada situasi yang membuatnya selalu berada dalam bahaya. Tidak. Talia tidak bisa membiarkan dirinya mati dua kali. Kali ini, Talia harus bisa bertahan. Kemampuannya untuk melihat masa depan ini akan menjadi kesempatan untuk gadis itu mengubah takdir.

Dengan ketetapan hati yang kuat itu, akhirnya pandangan Talia pun berangsung menjadi gelap. Kesadarannya kembali ke saat ini, ketika ia sedang menggandeng Kyle di hutan terlarang. Talia tercenung sejenak, tak sanggup bergerak atau pun berkata-kata. Sontak, Kyle dan Ludwig pun terdiam mengamati gadis itu dengan khawatir.

"Ada apa?" tanya Kyle kemudian.

Talia mendongak, melihat dua pemuda yang menatapnya penuh perhatian. Talia menarik napas berat lantas melepaskan tangannya dari Kyle.

"Kemampuanku kembali," ucapnya pelan.

"Barusan kau melihat masa depanku?" tanya Kyle menanggapi.

Talia mengangguk ringan. "Kita bertiga, lebih tepatnya. Aku juga melihat Ludwig dan diriku sendiri. Kita ... melawan naga hitam di lembah," gumamnya memberi tahu.

"Naga itu lagi?" geram Ludwig sembari berdecak tak sabar. "Dia benar-benar mengincarmu, Talia. Seperti yang pernah kukatakan sebelumnya."

"Dia melihatku lagi. Naga itu menyadari keberadaanku. Kesadaran yang membawaku ke masa depan," ungkap Talia lagi.

Kyle dan Ludwig pun terdiam. Keduanya tahu bahaya apa lagi yang akan mengancam Talia di masa depan.

"Dia sudah mulai memburumu," celetuk Ludwig kemudian.

"Kita harus mencari cara. Para profesor di akademi pasti bisa membantu kita," usul Kyle kemudian.

"Itu artinya aku harus mengungkapkan kemampuan oracleku," ucap Talia dengan berat hati.

"Apa masalahnya? Itu lebih baik daripada kau terluka lagi," sahut Kyle bersikeras.

Ludwig hanya menghela napas panjang. "Hidupnya akan lebih sulit jika orang-orang tahu bahwa dirinya dalah seorang oracle. Kaisar tidak akan melepaskannya dan Talia mungkin akan berakhir menjadi budak kekaisaran. Hidupnya akan terpenjara di kuil cahaya sampai akhir hayat," terang pemuda itu kemudian.

Kyle berdecak kesal. "Kenapa semuanya menjadi rumit seperti ini," keluhnya penuh emosi.

Talia tidak bisa menyalahkan Kyle. Alih-alih gadis itu justru merasa senang karena akhirnya ada orang yang memahami betapa rumitnya hidup Talia semenjak masuk ke Akademi.

"Aku ingin menguasai keempat elemen itu sebelum berhadapan dengan naga. Kekuatan cahaya pasti akan berguna dalam pertempuran tersebut. Dan itu juga bisa mengendalikan kekuatan gelap Kyle," ucap Talia memutuskan.

Kedua pemuda itu menatap Talia tanpa membantah. Tidak ada solusi yang lebih masuk akal lagi selain itu. Untuk saat ini, fokus Talia dalam memanggil keempat spirit elemen memang masuk akal.

"Apa kau bisa mengira-ira kapan naga itu menyerang?" tanya Ludwig kemudian.

Talia menggeleng pelan. "Aku tidak pernah bisa memprediksi kapan tepatnya masa depan itu terjadi," ungkapnya jujur.

"Kalau begitu kita harus mempercepat proses belajarmu, Talia," usul Ludwig kemudian.

Talia pun mengangguk setuju. Ketiganya lantas membuat rencana latihan yang lebih ketat dibanding sebelumnya. 

Sight of FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang