14. Count Ortega

32 8 0
                                    

“Ini benar-benar tidak adil,” gerutu Talia setelah Kyle meninggalkannya sendirian di ruang kesehatan.

Kini gadis itu tengah membasuh wajahnya dengan air dalam baskom yang disediakan oleh petugas kesehatan. Para Profesor Kepala kabarnya akan berkunjung ke biliknya tak lama setelah ini. Talia harus menyambut mereka dengan kondisi yang segar agar pikirannya juga jernih saat harus berdebat nanti. Talia tidak bisa mengundurkan diri dari Akademi.

Susah payah ia belajar sihir, dan kalau ia tidak bisa lulus dari sini, maka semua kemampuannya hanya akan sia-sia. Semua penyihir harus memiliki sertifikat dari Akademi agar bisa menggunakan kekuatan mereka dengan bebas. Sertifikat itu hanya bisa didapat kalau ia menyelesaikan seluruh pembelajarannya di Akademi selama tiga tahun. Talia sama sekali tidak mau melepaskan kesempatan itu. Ia sudah bertekat untuk mempertahankan posisinya sebagai siswa Akademi Ramona.

Tak lama setelah Talia selesai bersiap-siap, rombongan para guru pun tiba. Seorang pegawai kesehatan mengantarkan mereka ke bilik Talia. Gadis itu duduk manis di atas ranjangnya dengan separuh tubuh tertutup selimut. Ia sudah siap dengan pembicaraan hari itu. Akan tetapi, betapa terkejutnya Talia ketika melihat ada satu orang lain yang turut datang bersama para profesor: ayahnya!

Sosok tinggi gagah dengan rambut kelimis yang disisr ke belakang itu amat dikenal oleh Talia. Penampilan ayahnya masih sama seperti saat terakhir kali Talia bertemu dengannya, sekitar satu tahun yang lalu. Bahkan di hari keberangkatan Talia ke Akademi, ayahnya sama sekali tidak pulang ke rumah atau sekedar mengirim surat. Lantas kenapa tiba-tiba Count Ortega ada di sini sekarang? Apa pihak sekolah menghubunginya? Dan ayahnya datang begitu saja?

Seluruh kepercayaan diri Talia seketika runtuh ketika melihat ayahnya berjalan masuk lalu berdiri di sebelahnya. Meski sang ayah adalah satu-satunya anggota keluarga Talia, tetapi hubungan mereka tidaklah dekat. Dalam setahun, Talia mungkin hanya bertemu ayahnya beberapa kali saja karena sang Count lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bekerja di ibu kota.  Akan tetapi, sekarang ayahnya berdiri tegap di sebelahnya dengan ekspresi serius.

“Apa kondisimu sudah membaik, Lady Ortega?” tanya Profesor Theia yang memimpin rombongan tersebut. Kurang lebih lima orang mengunjungi Talia, termasuk Profesor Rilley, Profesor Ursula, ayahnya, dan seorang petugas kesehatan yang mengiringi pertemuan tersebut.

“Saya baik-baik saja, Profesor. Makhluk itu sama sekali tidak melukai saya kemarin,” jawab Talia apa adanya.

“Pihak sekolah sudah mengusut kasus lepasnya Dirlagraun kemarin. Makhluk itu adalah hewan yang sama seperti yang telah menyerang Lord Leopold dari Departemen Alkimia beberapa hari yang lalu. Kami sudah menghukum Vrap Clitol karena kelaliannya menjaga hutan sihir terlarang. Dan berkat kegesitan Lord Gothe yang membunuh monster itu, kini tidak akan ada ancaman lagi di sekolah,” ujar Profesor Theia menjelaskan.

“Vrap Clitol? Faun penjaga Departemen Beast Tamer? Tapi bukan dia pelakunya,” protes Talia otomatis.

“Semua prosedur hukuman sudah dilakukan sesuai kebijakan sekolah, Nona. Kau tidak perlu mengkhawatirkan soal itu. Lebih baik kau fokus beristirahat dan memulihkan diri,” sambar Profesor Ursula ketus.

Talia mengingat pesan Kyle sebelumnya bahwa lebih baik tidak mencari masalah dengan Profesor Ursula yang sedang sensitif hari itu. Departemennya lagi-lagi menjadi sorotan. Karena itu Talia pun mengangguk patuh.

“Terima kasih atas perhatiannya, Profesor,” ucap Talia pendek.

“Mengingat betapa berbahayanya kejadian yang telah kau alami, Lady Ortega, maka pihak sekolah langsung menghubungi keluargamu. Kejadian ini mungkin akan meninggalkan trauma yang mendalam bagimu. Karena itu pihak sekolah tidak akan menghalangi jika kau mungkin memutuskan untuk kembali ke rumah.” Profesor Theia akhirnya mengatakan langsung ke poin utama pembicaraan itu.

Setelah mendengar penjelasan dari Kyle, sekolah tampaknya tidak ingin skandal yang serupa terjadi lagi. Karena Talia sudah menjadi target Ludwig Gothe, maka gadis itu berpotensi menimbulkan masalah lain di masa depan. Karena mereka tidak mungkin menyingkirkan Ludwig, maka Talia lah yang dipaksa mengalah dan keluar dari Akademi.

Gadis itu melirik pada ayahnya yang sedari tadi berdiri diam di sisinya, sama sekali tidak memberi respon apa-apa terhadap pembicaraan yang berlangsung. Talia sudah tidak terlalu merasa tertekan lagi sekarang. Ia harus berani melawan permintaan para profesor ini.

“Saya baik-baik saja, Profesor. Setelah ini pun saya sudah siap untuk kembali mengikuti pelajaran,” jawab Talia mengutarakan maksudnya.

Ketiga profesor segera menatap Talia dengan sinis. “Seorang enchantertidak seharusnya berhadapan dengan binatang buas. Karena itu kami memahami kalau kau mungkin terlalu terkejut untuk tahu betapa bahayanya situasi kemarin. Sebaiknya kau bersikap bijak dan merenungkan potensi bahaya yang akan kau hadapi setelah ini,” lanjut Porfesor Theia masih terus menekan.

“Apa itu artinya sekolah tidak bisa menjamin keselamatan para murid?” tantang Talia tak mau kalah.

Profesor Theia sudah nyaris meledak marah ketika akhirnya Count Ortega membuka suara.

“Bisakan saya berbicara berdua dengan putri saya?” sela Count Ortega kemudian.

Wajah Profesor Theia menegang. Namun dia akhirnya mengangguk singkat.

“Silakan gunakan waktu Anda selama yang Anda butuhkan, Count,” kata sang profesor kemudian.

Tak lama setelah itu, semua orang pun keluar dari bilik ruangan Talia dan meninggalkan gadis itu berdua saja dengan ayahnya. Talia tertunduk canggung, tidak yakin harus mengatakan apa kepada sang ayah. Count Ortega hanya menarik napas panjang lantas duduk di kursi kayu sebelah ranjang Talia.

“Bagaimana keadaanmu, Talia? Sudah lama kita tidak bertemu. Maafkan ayah karena baru sekarang ayah bisa menemuimu. Dalam kondisi seperti ini,” ujar Count Ortega lembut.

Talia menatap ayahnya yang bermata teduh. Ayahnya terlihat lelah, meski gurat-gurat ketampanan masih tersisa di wajahnya. Rambutnya yang gelap sudah diwarnai dengan beberapa helai uban keperakan di beberapa tempat. Sudah lama sekali Talia tidak berbincang-bincang dengan ayahnya. Entah kenapa ia merasa sedikit terharu karena ayahnya ternyata masih mempedulikannya.

“Aku baik-baik saja, Ayah,” jawab Talia sembari tertunduk. Matanya menghangat dan berkaca-kaca. Ia tidak ingin ayahnya melihat wajahnya yang nyaris menangis itu. Sekuat mungkin Talia menahan air matanya agar tidak jatuh.

“Bagaimana sekolahmu?” tanya Count Ortega lagi.

“Semuanya lancar. Aku bisa mengikuti pelajaran dengan baik,” sahut Talia tanpa berbohong. Yah, meskipun dia dihukum beberapa kali, itu bukan karena ia tidak memahami materi pelajarannya, kan.

“Aku terkejut ketika menerima pesan burung hantu mengenai serangan Dirlagraun itu. Aku buru-buru kemari untuk menemuimu. Tapi para guru agaknya menyembunyikan sesuatu. Apa ada yang harus kuketahui, Talia, sebelum kita memutuskan apakah kau bisa tetap tinggal di sekolah atau kembali ke mansion kita.”

Talia sedikit ragu untuk menceritakan tentang semua rahasianya, termasuk fakta bahwa ia sudah menjadi incaran Ludwig Gothe. Meski begitu, Talia sama sekali tidak punya jalan keluar lain selain berkata jujur pada ayahnya. Akhirnya, dengan seluruh ketetapan hati, Talia pun menceritakan segalanya, kecuali fakta bahwa ia adalah seorang oracle.

Sight of FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang