Sepanjang hari itu Talia terus memikirkan pertemuannya dengan Ludwig. Sekarang ia sudah tidak memiliki kemampuan untuk melihat masa depan lagi. Satu-satunya kesempatan baginya untuk selamat adalah dengan memperkuat dirinya sendiri untuk menghadapi monster yang mungkin akan dikirim oleh Ludwig. Dengan tekat itu, Talia pun memulai latihannya untuk menguasai tiga elemen lainnya.
Sejak Kyle mengetahui rahasianya, pemuda itu telah membawa Talia ke ruang rahasia di Departemen Alkimia. Leo tidak keberatan Kyle membawa teman baru. Bahkan Susan yang awalnya enggan pun akhirnya juga betah menghabiskan waktu di tempat tersebut.
Selama beberapa hari setelah kasus dirlagraun terjadi, sekolah dihebohkan dengan skandal tersebut sehingga para murid diawasi dengan ketat. Talia dan ketiga sahabatnya harus bermain kucing-kucingan agar bisa pergi ke ruang rahasia setiap ada jeda istirahat. Di sana Talia mulai mengembangkan kemampuan pertama yang dia kuasai: elemen air.
Dalam beberapa percobaan, Talia mencoba mengubah wujud air yang dia kendalikan menjadi benda lain. Ia mengkristalisasikannya dan membuat pedang es, saat berikutnya ia mencoba mengambil kandungan air dalam udara untuk bisa membuat gelembung-gelembung kecil yang tidak mudah pecah.
Sayangnya memanggil spirit air rupanya tidak semudah memanggil Smoke. Air jarang digunakan untuk menyerang. Alih-alih elemen tersebut lebih banyak membantu untuk menyembuhkan atau memberi vitalitas. Karena itu Talia tidak bisa dengan mudah menentukan emosi yang tepat untuk berbicara dengan spirit air.
Meskipun kemampuannya hebat, tetapi elemen air juga tidak pernah menjadi prioritas utama bagi Kyle. Pemuda itu hanya bisa mengendalikan elemen air, tanpa mengulik dasar-dasarnya lebih dalam. Karena itu Kyle pun tidak banyak membantu. Leo lebih tidak bisa diharapkan. Ia justru asyik merakit sesuatu yang dia sebut sebagai Kotak Musik Tanda Bahaya.
Pada prinsipnya, kotak musik itu akan melantunkan lagu-lagu yang berbeda di setiap tempat. Jika tempat yang didatangi Leo aman, musik yang dinyanyikan bernada halus nan lembut. Namun jika tanpa sengaja Leo berada di tempat yang berbahaya, kotak musik kecil seukuran genggaman tangan itu akan berbunyi nyaring hingga memekakkan telinga.
Meski kedengarannya sangat hebat, tetapi toh Leo tidak bisa segera menyelesaikan alat sihirnya itu. Gara-gara ia menjadi saksi atas serangan Dirlagraun, Leo menjadi cukup populer akhir-akhir ini. sahabat Kyle itu acap kali dikerubuti oleh banyak anak yang ingin mendengar ceritanya. Leo sendiri adalah anak yang gemar menjadi pusat perhatian. Tanpa bisa menolak (atau sebenarnya memang sengaja menimati), Leo akhirnya bercerita pada setiap telinga yang mau mendengar, tentang aksi heroiknya menghadapi Dirlagraun bersama anak misterius yang memiliki burung api.
Kepala Talia rasanya hampir pecah setiap memikirkan kalau nantinya seluruh Akademi tahu bahwa burung api itu adalah miliknya. Selama ini Talia sudah berusaha keras agar tidak menonjol. Akan tetapi rahasianya mungkin akan segera terbongkar pada saat Tes Bakat Sihir lima bulan yang akan datang. Namun sebaikya Talia tidak terlalu memikirkan hal itu sekarang. Lebih baik ia fokus untuk memanggil spirit lainnya, sehingga saat Tes Bakat Sihir kelak, ia tidak perlu mengeluarkan Smoke.
Di hari kelima sejak Talia rutin berlatih, gadis itu pun mulai putus asa. Tidak ada perkembangan signifikan dalam kemampuannya mengendalikan air. Pada dasarnya Talia sudah begitu fasih melakukannya, hingga ia tidak tahu harus berkembang sampai sejauh mana lagi. Susan, satu-satunya teman yang membantunya dengan cara paling logis, akhirnya berhenti membawakan tunas-tunas tanaman untuk ditumbuhkan oleh Talia. Sekarang semua tanaman di rumah kacanya bahkan sudah siap dipanen sebelum waktunya.
Dengan frustrasi gadis itu pun akhirnya merebahkan tubuh di atas sofa di dalam ruang rahasia bersama Susan dan Kyle. Leo menghilang dengan gerombolan senior tingkat dua di ruang makan.
“Sepertinya aku memang hanya ditakdirkan untuk memiliki Smoke,” gumam Talia pasrah. Gadis itu telah memanggil burung api kecilnya untuk menghibur diri.
“Jangan teralu pesimis, Talia. Kalau memanggil spirit memang mudah, maka semua orang mungkin bisa melakukannya,” hibur Susan yang bersandar di sebelahnya.
“Apa kau benar-benar perlu memanggil semua spirit itu?” tanya Kyle sembari menatap Talia dengan prihatin.
Talia masih tersengal karena baru saja menunbuhkan selusin tunas Mandragona yang masih terlelap. “Aku harus melakukannya, Kyle. Kita tidak pernah tahu apa yang akan dilakukan Ludwig setelah mengancamku seperti tempo hari … ,” desah gadis itu terlihat sangat lelah.
Kyle beranjak dari tempat sandarannya lantas mencondongkan tubuhnya mendekat ke arah Talia. “Mengancam? Dia mengancamu?” geram Kyle berubah serius.
Reflek Talia mendesis pelan. Tanpa sadar gadis itu justru membuka rahasianya sendiri. Tentang pertemuan terakhirnya dengan Ludwig di perpustakaan. Apa ini efek kelelahan? Atau jangan-jangan Susan sedang menggunakan kemampuannya pada Talia? Apa pun itu, Talia harus segera memperbaiki suasana tegang itu.
“Bukan apa-apa, Kyle. Orang itu hanya membicarakan omong kosong seperti biasanya,” kilahnya
“Ceritakan pada kami, omong kosong apa yang dia katakan?” Susan kini turut bergabung dengan ekspresi penasaran.
Sekarang Talia yakin seratus persen kalau Susan tengah menggunakan kemampuan manipulasinya. Gadis itu mendesah pelan. Ia tidak akan bisa menepis kemampuan Susan itu. Pada akhirnya Talia pun terpaksa jujur tentang pertemuannya dengan Ludwig di perpustakaan. Ludwig mengancam akan menjadikannya target jika gadis itu menghalangi jalannya. Tentu saja Talia tidak menceritakan fakta bahwa Kyle adalah seniornya dalam perkumpulan Taleodore. Sejauh ini hanya Ludwig yang mengetahuinya.
Baik Kyle maupun Susan memberi respon yang sama terhadap cerita Talia. Mereka berdua mengeluarkan sumpah serapah secara bersamaan. Kata-kata yang kalau terlalu banyak didengar, bisa-bisa membuat telinga seseorang berdarah-darah saking kasarnya.
“Sudah jangan marah. Justru karena itu aku bisa lebih termotivasi untuk berlatih dan menjadi kuat,” ujar Talia meredakan keadaan yang dipenuhi umpatan dan kutukan marah.
“Aku benar-benar akan membuat perhitungan dengannya,” geram Kyle jengkel.
“Berani-beraninya dia mengancam Talia!” pekik Susan tak kalah kesal.
Talia menarik napas panjang yang berat. “Respon kalian yang seperti ini yang membuatku tidak ingin bercerita,” ujar gadis itu lelah.
Kyle dan Susan akhirnya berhenti mengumpat. Keduanya lantas bersikap simpati kepada Talia yang duduk dengan muram.
“Tidak apa-apa, Talia, aku akan selalu melindungimu,” janji Susan sembari memeluk Talia dengan hangat.
“Aku tidak akan membiarkan dia menyentuhmu,” kata Kyle dengan yakin.
Talia akhirnya bisa tersenyum tipis. Meski terkadang mereka berdua terlalu mudah khawatir, tetapi Talia tetap bersyukur karena memiliki sahabat-sahabat yang peduli padanya. Mereka memberi Talia kekuatan untuk menghadapi monster buas kiriman Ludwig.
Meski begitu, Talia tidak bisa memprediksi kapan Ludwig akan beraksi lagi. Menanti dalam ketidakpastian terasa begitu mendebarkan. Talia merasa tegang setiap waktu. Ludwig bisa saja menyerangnya setiap waktu. Kalau saja Talia bisa menentukan sendiri tanggal berapa atau hari apa orang jahat itu mengirimkan monster, mungkin ia akan lebih siap.
Tunggu dulu. Sepertinya aku punya ide. Pikir Talia tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sight of Future
FantasyNomor Peserta : 088 Tema yang diambil : Campus Universe Blurp Talia Ortega, siswi baru di Akademi Sihir Ramona, Kerajaan Barat, adalah seorang oracle dengan kemampuan melihat masa depan seseorang yang disentuhnya. Saat upacara penerimaan siswa baru...