Talia Ortega mengikat korsetnya dengan ketat. Hari itu dia berhasil diterima menjadi murid Akademi Kerajaan Barat, Ramona. Meski tanpa kereta kuda yang mengantarnya, Talia tetap bisa pergi ke akademi yang jaraknya ratusan kilometer dari rumahnya dengan cepat. Itu karena Talia punya satu rahasia kecil. Dia, adalah seorang penyihir.
Talia tinggal di sebuah kota pelabuhan di sisi utara Kerajaan Barat. Ia sudah tinggal di sana sejak kecil bersama ibunya yang sakit-sakitan. Saat menginjak usia 15 tahun, akhirnya ibu Talia tak sanggup lagi bertahan. Beliau meninggal karena sakit keras yang dideritanya. Meski begitu, hidup mereka tidaklah berkekurangan. Ibu Talia meninggalkan cukup kekayaan untuk Talia melanjutkan hidup, ditambah rumah dan mansion besar serta gelar Countess yang diturunkan dari keluarganya.
Tetapi Talia muda merasa belum punya cukup kemampuan untuk mengemban tanggung jawab itu Akhirnya, sebulan setelah ibunya wafat, Talia mengirim surat pendaftaran ke Akademi Kerajaan. Melalui akademi itu, Talia berharap dapat belajar lebih banyak untuk melanjutkan pekerjaan keluarganya sebagai Count di kota pelabuhan kecil itu.
"Nona! Sudah tiba waktunya berangkat! Apa Nona yakin tidak ingin menggunakan kereta kuda?" tanya Shopie, dayang pribadi kepercayaannya.
Talia menggeleng. "Aku ingin menyembunyikan identitasku sebagai penerus keluarga Count Ortega. Aku tidak suka menarik perhatian. Lagipula mengendarai sapu terbang jauh lebih cepat dan praktis."
Shopie tampak khawatir. Shopie adalah salah satu dari sedikit orang yang mengetahui bahwa Talia sudah banyak menguasai kemampuan sihir. Bahkan ayah Talia yang selalu sibuk bekerja dan berada di luar kota sepanjang waktu tidak pernah mengetahuinya.
"Tapi Nona, sebelum menjadi murid di Akademi, tidak boleh menggunakan sihir sembarangan. Anda harus mendapat lisensi sihir dulu untuk bisa menggunakan sapu terbang. Dan juga, barang bawaan Anda sangat banyak. Apa saya harus mengirimnya secara terpisah?"
"Tenang saja, Shopie. Aku akan berhati-hati," ucap Talia riang. "Sekarang, aku berangkat dulu ya. Jangan lupa kirimkan barang-barangku segera setelah aku pergi," lanjutnya sembari berjalan menuju balkon.
Sapu terbangnya sudah dia naiki. Talia menjejak balkon kamarnya, lantas melesat ke langit dengan sapu terbang itu. Perjalanan tidak memakan waktu lama karena dengan segera ibu kota Kerajaan, Ramona, sudah mulai terlihat dari atas. Kota itu sangat megah dan berkilauan. Kastel besar dengan hiasan batu mulia berdiri di tengah kota, lengkap dengan alun-alun dan pasar yang ramai.
Talia berputar-putar sejenak sambil mencari tempat untuk mendarat tanpa ketahuan. Di sisi selatan kota itu terdapat sebuah hutan yang tampak lebat. Talia melesatkan sapu terbangnya ke arah hutan lantas mendarat dengan selamat. Gadis itu segera menjentikkan tangannya begitu ia sukses menapak tanah. Detik berikutnya, sapu terbangnya menghilang bagai asap.
"Ah, aku sangat bersemangat hari ini!" ucap Talia riang. Ia segera berbalik hendak menuju ibukota Ramona. Namun langkahnya tiba-tiba terhenti karena seorang pemuda tampan dengan mata abu-abu tengah berdiri di hadapannya, menatap dengan tatapan tajam.
Talia spontan menutup mulutnya karena terkejut. Pemuda itu sangat tampan dan membuat Talia tidak bisa berkata-kata. Jantungnya berdebar kencang dan tubuhnya seolah terbius oleh tatapan tajam pemuda itu. Talia jatuh cinta pada pandangan pertama!
"Kau menggunakan sihir?" tanya pemuda itu dingin.
Astaga! Talia lupa kalau barusan dia melakukan sihir di depan pemuda itu! Ini benar-benar gawat! Kenapa harus pemuda tampan ini yang melihatnya.
"Itu ... aku ... ," ucap Talia gagap, berusaha menjawab pertanyaan pemuda itu.
"Aku tidak peduli. Aku akan pura-pura tidak melihatnya. Jangan pernah menampakkan wajahmu lagi di depanku," ketus, pemuda itu berbalik pergi meninggalkan Talia.
Talia menghela napas lega. Untunglah orang itu tidak bertanya macam-macam. Sayang sekali Talia tidak tahu nama pemuda tampan itu. Ia juga mungkin tidak bisa bertemu dengan orang itu lagi. Ini patah hati tercepat Talia.
Meski begitu Talia harus bersyukur bisa melanjutkan perjalanannya ke Akademi. Upacara penerimaan siswa baru dilaksanakan tepat pada saat Talia sampai di sana. Talia berlari tergopoh-gopoh dan masuk ke dalam barisan siswa-siswi baru karena upacara penyambutan sudah dimulai. Karena terburu-buru, Talia tanpa sengaja menabrak seseorang di depannya.
Seketika ia mendapat sebuah penglihatan. Talia seperti berpindah dimensi. Ia tidak lagi berdiri di halaman Akademi. Alih-alih ia tengah berdiri di depan sebuah istana megah yang dikenali Talia sebagai istana kerajaan Ramona. Seorang pemuda beraura gelap berdiri di tengah istana kerajaan dengan elemen kegelapan yang pekat menyelubungi seluruh tubuhnya. Kondisi istana sudah sangat kacau. Banyak orang bergelimpangan di jalan. Mereka sama sekali tidak bergerak. Semuanya porak poranda, bahkan bangunan istana pun sudah rusak di beberapa bagian.
"Aku akan membunuh semuanya ... ," suara pemuda beraura gelap itu mendadak terdengar.
Meski berada dalam keadaan mencekam, tetapi Talia begitu penasaran akan wajah sang pemuda. Ia mencoba berjalan ke hadapan pemuda itu, dan betapa terkejutnya ia ketika melihat bahwa orang tersebut adalah anak laki-laki bermata abu-abu yang tadi dia temui di hutan! Pemuda tampan yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama itu akan menjadi mesin pembunuh berbahaya di masa depan, entah apa sebabnya. Talia begitu terkejut hingga tidak bisa berkata-kata.
Dalam satu kedipan mata, ia pun kembali ke masa sekarang, berbaris bersama siswa-siswi baru yang menghadiri upacara penyambutan. Itulah kemampuan rahasia Talia: melihat masa depan. Tidak semua penyihir bisa melakukannya, dan Talia adalah oracle spesial yang sangat jarang ditemui. Meski begitu ia tidak suka menarik perhatian. Karena itulah Talia menyembunyikan bakatnya tersebut.
"Kau lagi. Bukankah sudah kubilang untuk tidak menampakkan wajahmu di depanku lagi?" sebuah suara yang familiar terdengar menegur Talia.
Gadis itu mendongak dan betapa terkejutnya dia, pemuda bermata abu-abu itu kini berdiri di hadapannya dengan wajah dingin.
"Hey, Kyle! Jangan mengganggu perempuan! Maafkan temanku ini, Nona Cantik," seorang pemuda berambut cokelat tiba-tiba menyeruak di antara mereka. "Perkenalkan, namaku Dean Leopold, dia Kyle Gothe. Kami siswa baru di Akademi. Siapa nama Nona Cantik ini?"
Apa? Siswa baru? Talia mendesah putus asa. Sepertinya hari-harinya di Akademi tidak akan berjalan dengan mudah.
"Talia. Talia Ortega," jawab Talia ragu-ragu.
Leopold tampak riang. Ia terus tersenyum kepada Talia sambil merangkulkan lengannya di bahu Kyle.
"Senang berkenalan dengan Anda, Lady Ortega. Semoga kita berada di kelas yang sama, ya," ujar Leopold ringan.
Talia berdoa dalam hati agar setidaknya ia tidak perlu berada satu kelas dengan anak bernama Kyle Gothe ini. Akan tetapi sepertinya tidak sopan jika mengatakan hal tersebut terang-terangan.
"Oh ... iya," jawab Talia kemudian.
Kyle berdecih kesal. Ia lantas menepis rangkulan Leopold dan kembali bersikap dingin. Talia hanya bisa menarik napas panjang. Ia benar-benar tidak ingin berurusan dengan penjahat masa depan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sight of Future
FantasyNomor Peserta : 088 Tema yang diambil : Campus Universe Blurp Talia Ortega, siswi baru di Akademi Sihir Ramona, Kerajaan Barat, adalah seorang oracle dengan kemampuan melihat masa depan seseorang yang disentuhnya. Saat upacara penerimaan siswa baru...