81. Lego

17 3 1
                                    

Talia menyadari tubuhnya sudah melayang ringan di tengah kegelapan total. Ia ingat momen terakhirnya jatuh pingsan. Gadis itu belum mati. Namun di mana dia sekarang? Talia mencoba meraba-raba kegelapan, tetapi tidak ada yang bisa dia rasakan. Penglihatannya terbatas dan kesunyian melingkupi dirinya. Waktu terasa sangat lama hingga Talia pun berubah frustrasi dan ketakutan.

Di tengah kebingungannya, sayup-sayup Talia mendengar suaranya dipanggil. Suara-suara kecil yang saling menyahut. Gadis itu pun berusaha bergerak ke arah sumber suara. Akan tetapi tubuhnya semakin lama menjadi berat.

"Talia!"

Seketika gadis itu membuka mata. Ketiga spiritnya sudah kembali dalam wujud kecil. Mereka mengelilingi Talia yang masih tersungkur di lantai gua.

"Syukurlah aku berhasil menyadarkanmu kembali. Sekarang pergilah dari sini. Tempat ini berbahaya, Talia. Kedua monster itu bertarung dahsyat. Kau harus menyingkir," pekik Undine dengan suara cemas.

"Dua monster?" tanya Talia dengan suara parau. Gadis itu lantas bangun terduduk sembari memegang kepalanya yang masih sedikit pening.

Betapa terkejutnya dia ketika melihat di hadapannya, kini sang naga sudah tampak terpojok. Seluruh tubuhnya tenggelam dalam aura gelap pekat yang tekanan energinya sangat kuat. Tanpa perlu diberi tahu, Talia langsung tahu bahwa itu merupakan kekuatan Kyle. Sahabatnya tersebut sudah tenggelam dalam kegelapan.

Talia lantas bangkit berdiri dengan buru-buru. Alhasil kepalanya yang pusing semakin berkunang-kunang. Meski begitu, benar kata Undine. Di saat seperti ini, sebaiknya ia pergi. Kyle yang sudah tenggelam dalam kegelapan bukanlah lawan yang mudah bagi sang naga. Meski begiu Talia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Berusaha menyelamatkan Kyle juga akan sia-sia. Justru dia sendiri yang akan mati. Lebih baik Talia menyingkir dulu sambil mencari cara untuk menemukan kekuatan cahaya dan mengembalikan Kyle pada keadaan semula.

Dengan tertatih, gadis itu pun mulai menyusuri gua. Ia berpegan pada dinding gua yang terjal sembari berjalan keluar. Tidak ada luka lagi di tubuhnya berkat kekuatan penyembuh Undine. Meski begitu, rasa lelah luar biasa mendera gadis itu.

Saat sudah hampir sampai di pintu keluar, mendadak ekor mata Talia menangkap sosok Ludwig yang juga berjalan sempoyongan hendak keluar dari gua. Tanpa pikir panjang, gadis itu pun segera menyongsong Ludwig dan memanggilnya.

"Ludwi –." Belum selesai Talia berseru, mendadak lantai gua bergoncang hebat. Rupanya Ludwig tengah membentur-benturkan tubuh raksasa naga ke dinding gua. Stalaktit-stalaktit runcing berjatuhan dari atap gua dan menghunjam ke bawah dengan sangat cepat. Talia segera menyadari bahaya itu. Ia pun melihat ke atas dengan ngeri.

Dan benar saja. Tidak hanya satu, melainkan puluhan-puluhan stalaktit di atas kepalanya rontok berjatuhan. Tubuhnya bisa langsung hancur berkeping jika semua stalaktit itu runtuh. Talia terkesiap. Di detik-detik terakhirnya, gadis itu hanya bisa mendengar suara teriakan Ludwig yang memanggil namanya dengan penuh kengerian. Segalanya langsung berubah menjadi gerak lambat.

Beginikah dia akan mati sekarang? Terkubur di perut gua tanpa bisa menyelamatkan diri? Kenapa semua pilihan hidupnya selalu berujung pada kematian? Di mana letak kesalahannya? Pikiran-pikiran itu terus memenuhi benak Talia sementara tubuhnya hanya bisa kaku tak bergerak.

Talia benar-benar lelah. Dia tidak suka akhir menyedihkan seperti ini. Talia ingin hidup! Ia harus bertahan. Bagaimana pun caranya, ia tidak boleh mati seperti ini.

"Kekuatan tekadmu telah memanggilku, wahai Manusia. Buatlah kontrak denganku dank au akan selamat." Sekonyong-konyong sebuah suara menggema di kepala Talia.

Sekali lagi gadis itu terkesiap. Spirit tanah! Itu pasti spirit tanah. Tanpa membuang-buang waktu, Talia pun lekas memberi nama dan membuat kontrak dengan spirit tersebut.

"Lego! Aku memberimu nama Leo!" seru Talia tanpa berpikir.

Serta merta sesosok batu kecil seukuran genggaman tangan muncul dari udara kosong. batu itu melayang-layang dihadapan Talia dan segera memberinya instruksi.

"Angkat tanganmu, dasar bodoh. Pikirkan untuk memerintah batu-batu sialan ini agar menjauh!" seru sang spirit api yang rupanya fasih berkata kasar.

Talia kebingungan sejenak.

"Cepat!" teriak Lego membuyarkan keterkejutan Talia.

Gadis itu pun segera mengangkat dua tangannya dan dengan segenap hati memerintahkan seluruh batu-batu yang berjatuhan agar menyingkir. Ajaibnya, pikiran Talia tersebut dapat dituruti oleh bebatuan yang jatuh. Seluruh pecahan stalaktit yang menuju ke arahnya langsung terlempar menjauh begitu saja.

"Aku ... bisa mengendalikan batu sebanyak itu?" rintih Talia setengah tak percaya.

"Bagus kau memanggilku di saat seperti ini. Kontrak pertama dengan spirit akan memberimu energi tambahan. Sekarang seluruh energi sihirmu sudah penuh, Manusia," kata Lego.

Ketiga spirit lainnya pun turut menghampiri sang pendatang baru. Mereka saling menyapa seolah kawan lama yang sudah tidak bertemu bertahun-tahun.

"Talia! Kau tidak apa-apa?" Sebuah suara muncul dari balik punggung gadis itu.

Talia menoleh dan mendapati Ludwig sudah berada di sisinya dengan penampilan kacau. Tubuhnya penuh luka dan napasnya terengah-engah kelelahan.

"Undine! Cepat sembuhkan Ludwig!" perintah Talia kemudian.

Tanpa perlu disuruh dua kali, Undine langsung melingkupi tubuh pemuda itu dengan air penyembuhnya. Hanya perlu waktu beberapa menit hingga seluruh luka dan lebam Ludwig sembuh.

"Anda harus segera keluar dari sini, Master," cicit Euphoria mengingatkan.

Akan tetapi Talia menggeleng. Gadis itu kembali melempar pandangannya ke arah medan pertempuran sengit di depan sana. Kyle sepertinya sudah berada di atas angin. Sang naga raksasa terlihat sudah lemas karena belitan aura hitam pekat Kyle yang sangat kuat.

"Aku akan menyelamatkan Kyle dengan kekuatan cahaya. Kalian harus membantuku," pinta Talia pada empat spiritnya.

"Kita lakukan itu di luar saja, Talia. Di sini berbahaya. Kau juga harus menunggu Kyle mengalahkan naga itu sebelum menyembuhkannya," usul Ludwig menilik suasana gua yang jauh dari kata kondusif.

"Tapi bagaimana kalau orang-orang di luar sana melihat kondisi Kyle yang seperti ini. mereka pasti ketakutan. Tidak. Aku akan bertahan di sini dan menunggu Kyle menyelesaikan pertarungannya. Aku akan menyadarkannya saat ini juga di tempat ini," sahut Talia keras kepala.

"Jangan terbawa dengan emosi! Kau harus menyelamatkan dirimu sendiri dulu," bentak Ludwig marah.

Gadis itu akhirnya menatap Ludwig dengan bimbang. Ia tidak ingin membuat kondisi Kyle yang mengerikan itu dilihat oleh orang lain. Orang-orang pasti akan ketakutan dan lantas menjauhi Kyle setelah itu. Namun di sisi lain, ia juga tidak ingin mati lagi dengan cara yang konyol.

"Baiklah. Kita keluar sekarang." Akhirnya Talia memutuskan untuk menuruti Ludwig. Kedua orang itu pun mulai merayap keluar dari pintu gua sembari menyeimbangkan diri dari goncangan-goncangan hebat akibat pertarungan Kyle dan naga.

"Kali ini, aku akanmembereskan semua kekacauan," gumam Talia pada dirinya sendiri. Meski begitu,ia sebenarnya belum yakin bahwa dirinya bisa memanggil kekuatan cahaya meskitelah memiliki empat spirit. Gadis itu hanya bisa berharap di tengah kecemasannya. 

Sight of FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang