"Rush, gantikan aku di rapat nanti."
"Kau mau kemana?" Tanya Rush dengan pandangan menyelidik.
Vincent membuka jas yang membalut tubuh atletisnya dan mengambil rokok yang tergeletak diatas meja kebesarannya.
"Hanya ingin merokok."
Rush menghela nafas, "jangan lama!"
"Aku ada di rooftop. Jika ada masalah mendadak hubungi aku."
"Iya." Ucap Rush lagi dengan pasrah.
Vincent kemudian berlalu dari sana dan menuju tangga yang ada disebelah depan ruangannya yang terhubung kearah semua lantai.
Rush menatap kepergian Vincent. Rush menghela nafas, ia tahu apa yang akan dilakukan oleh sahabat sekaligus bosnya itu ketika di rooftop.
Vincent membuka pintu rooftop, matanya terpejam ketika angin langsung menerpa wajahnya.
Kakinya melangkah menuju pinggiran rooftop yang dibatasi oleh pagar. Vincent mengambil satu batang rokok dan diselipkan dibibirnya.
Belum sempat ia mematikkan api ke rokoknya, pendengarannya menangkap suara benda terjatuh dan disusul oleh ringisan seorang perempuan.
Vincent membatalkan niat untuk merokoknya, dengan rasa penasaran ia mengikuti suara itu hingga matanya menangkap sosok perempuan yang terduduk diatas lantai dengan sebuah kuas ditangannya.
"Aww shhh," perempuan berambut hitam panjang itu meringis sambil mengelus bokongnya yang terasa sakit.
"Jadi kau yang melukisnya?"
Perempuan berambut hitam panjang itu menoleh dan tersentak seketika.
"A-hh s-saya.." tubuh perempuan itu gemetar ketakunan ketika melihat sosok didepannya.
Nyali Lily semakuin ciut ketika pemilik iris biru itu menatapnya dengan tajam.
"I-iya, saya yang melukisnya tuan." Ucap Lily dengan takut.
Vincent terdiam, matanya menatap lukisan didepannya dan matanya kembali menatap kearah perempuan berdarah asia itu.
"Lukisanmu bagus. Tapi, saya harap lukisan itu adalah yang terakhir kalinya kau lukis disini."
Lily semakin menundukkan kepalanya sebagian rambutnya menutupi wajahnya.
"Maafkan saya Tuan Vincent." Lily berucap lirih sekaligus ketakutan jika Vincent akan memecatnya diperusahaannya.
"Kali ini saya maafkan. Jika kau mengulanginya lagi, saya tidak akan segan-segan memberikan surat peringatan kepadamu." Ujar Vincent dengan tegas.
Lily sontak mengangguk dengan cepat.
"Kau boleh pergi."
Lily kembali mengangguk, kemudian ia sedikit membungkukkan badannya kearah Vincent untuk berpamitan.
"Tunggu."
Lily menghentikan langkahnya, ia kembali berbalik kearah Vincent.
"Siapa namamu?"
"Lily, dari Divisi Pemasaran tuan."
Vincent terdiam sesaat, menghapal nama perempuan itu.
"Kau boleh pergi."
"Baik tuan, terimakasih."
Vincent menatap Lily hingga perempuan itu menghilang dari arah pintu rooftop.
Vincent menghela nafasnya, matanya kembali menatap lukisan di tembok itu. Lukisan yang sudah beberapa bulan ia lihat di tembok itu.
Vincent mendudukan dirinya diatas tumpukan kayu yang tepat berada didepan lukisan itu. Tangan kekarnya mengambil rokok disaku kemejanya.