22

367 23 0
                                    

Happy reading

***

Alley duduk bersila didepan api unggun, tangannya asik mengelap pedang perak kebanggaannya. Wajah tegas Alley terpantul lewat pedangnya. Masih dengan ekspresi yang sama, tanpa ada raut apapun. Seperti tembok yang tak bisa tertembus.

Dengan telaten Alley membersihkan pedang miliknya dari noda-noda darah dan lumpur yang bercampur tanah. Hanya bisa membersihkan noda darah bukan dosa. Mungkin jumlahnya sudah tak bisa terhitung,sudah semenggunung apa dosanya? Alley bahkan tak bisa membayangkannya, dia sudah memikirkannya sejak awal sebelum memasuki area peperangan, dia akan menanggung akibatnya sendiri. Bahkan musuh-musuh Alley tak bisa lagi dihitung.

Victor menatap iba Alley dari kejauhan, merasa tidak adil bahwa Alley yang seharusnya bisa menghabiskan waktunya dirumah untuk berdandan dan mempercantik diri malah harus mulai memikirkan 'sudah sebanyak apa orang-orang yang aku bunuh hari ini?' entah sekuat apa mental Alley, Victor pun tak mengerti.

Sungguh jika bisa Victor ingin membawa Alley ke ujung dunia yang lain tanpa harus memikirkan peperangan yang tak berujung ini.

Tapi bagi Alley mana mau dia di ajak tidak jelas seperti itu.

Tak tahan melihat Alley seperti itu, Victor pun mendekat, menyodorkan  segelas tuak kepada Alley

"Untuk merayakan kemenangan kita hari ini"

Alley mendongak, tapi tak menerima sodoran gelasnya.
"Kurasa aku masih terlalu muda dan juga seorang wanita tak suka mabuk-mabukan yang tidak jelas"

"Siapa yang akan memarahimu?, Ayahmu?,kaisar Zayed? Atau orang gereja?"

"Dewa Dewi melihatku"

Victor mendengus dengan jengkel duduk di samping alley, okey dia sudah menyerah.

***

Alley duduk di kursi kayunya, menghadap ke arah meja dimana semua berkas-berkas kemiliteran menumpuk tak beraturan. Mungkin orang lain akan berpikir ini ide yang gila, memberikan seorang wanita 19 tahun duduk di meja kebesaran memimpin jalannya peperangan. Tapi bukan tanpa sebab kaisar Zayed menerima Alley menjadi Panglima perang.

Kemampuannya yang tinggi bahkan bisa diadukan dengan kaisar Frans. Alley seperti harta Karun sekaligus musibah bagi orang-orang yang menganggapnya musuh. Tentu saja butuh usaha untuk merekrut dan meyakinkan kaisar Frans dalam perang kali ini.

Alley menatap kertas ditangannya, sepucuk surat yang dikirimkan Xinyi. Seperti biasa, isinya hanya dongeng  yang menceritakan suka duka di istana.

Selain berisi suka dukanya, Xinyi juga suka berbasa basi, seperti "bagaimana keadaan kakak? Pasti kakak semakin cantik, apakah kakak sudah menemukan cinta sejati kakak, pasti dia lelaki tampan kan?", Benar-benar pertanyaan unfaedah. Bagaimana Alley bisa tahu jika bertemu saja tidak pernah, Alley sempat curiga apakah keluarganya ini memata-matainya di kekaisaran Nuvoleon.

Entah ini surat yang ke berapa, surat-surat itu sudah menumpuk di kotak khusus milik Alley. Setiap Minggu keluarga kekaisaran Charles mengirimkannya surat, bukan satu atau dua, bisa sampai 10 amplop yang datang setiap minggunya.

Tapi Alley sama sekali tak berniat membalasnya, dia lebih suka membaca ketimbang menulis walupun hanya menulis sedikit saja. Membaca surat dari kekaisaran Charles sama saja membaca surat dari anak kecil apalagi surat dari Xinyi.

"Apa kau memanggil kami Panglima Alley ?"

Perhatian Alley harus teralihkan ketika Victor, Theo dan Hans datang bersama-sama. Mereka tampak bingung, tak biasanya Alley memanggil mereka di pagi-pagi buta begini. Apalagi ini hari libur, kekalahan kerajaan Hidden kemarin benar-benar membekas, kehilangan seorang jenderal tentu pasti membuat mereka tak bisa mengambil langkah sembarangan. Maka dari itu kemarin utusan kerajaan Hidden datang untuk mengajukan gencatan senjata.

Tentu Alley masih mempunyai hati nurani menerima permintaan itu dengan lapang dada walupun banyak prajuritnya yang tidak setuju. Namun tak disangka-sangka berita lain datang setelah itu.

"Ada surat resmi yang datang dari kekaisaran, seharusnya langsung aku beritahukan semalam tapi karena aku melihat kalian terlalu asik berpesta aku jadi tidak tega"

Mereka bertiga yang mendengar itu tersenyum canggung tak enak hati, merasa tersindir dengan ucapan Alley barusan, padahal Alley sama sekali tak bermaksud menyindir.

"Surat dari kekaisaran? Apa itu?" Tanya Hans dengan penasaran  begitu juga dengan Theo dan Victor yang langsung mengangguk dengan pertanyaan Hans.

🐾🐾🐾

written

13-09-22

Huang Li Wei (hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang