Bab 7

1.1K 107 0
                                    

Para mahasiswa senang duduk-duduk di bangku taman atau di bawah pohon, yang memang banyak terdapat di sekitar kampus. Untuk baca buku, belajar ataupun pacaran!

Dan Andra salah satunya. Tentu saja ia suka duduk- duduk di bawah pohon bukan untuk pacaran. Melainkan untuk membaca buku.

Kuliah di luar negeri itu tidak seenak kedengarannya. Selain karena semua mata kuliah memakai bahasa pengantar bahasa Inggris. Ke Amerika menggunakan visa student. Kalau kita kuliah main-main, tidak lulus dan ketahuan DO, bisa bermasalah dengan petugas imigrasi.

Sejak peristiwa sebelas september yang terjadi tahun 2001 silam. Amerika memang lebih memperketat urusan ke imigrasiannya. Jika tidak ada tujuan jelas, sangat sulit mendapatkan visa negara ini. Untung saja, Andra kesini dengan status pelajar. Visa student dan ia juga tinggal di asrama yang dikelola pihak universitas.

Seperti umumnya universitas di Amerika, Fordham juga banyak memiliki taman dan pohon-pohon rindang. New York yang isinya kebanyakan gedung pencakar langit, memiliki banyak pohon-pohon rindang untuk menjaga udara sekitar. Lihat saja Central park. Taman yang luasnya hampir 400 hektar itu, sudah sangat terkenal di dunia. Dan menjadi kebanggaan warga kota New York.

Siang itu Andra juga sedang asyik membaca buku. Diktat tebal mata kuliah Profesor Chandler. Tapi konsentrasinya buyar saat seorang bidadari berambut tembaga keemasan datang. Dan tanpa basa basi lagi langsung duduk di sampingnya.

"Lelahnya..." Bidadari itu meletakan buku-buku dan tasnya di samping. Mengambil sapu tangan dan menghapus keringat di kening dan lehernya yang jenjang. Lalu secara alami mengikat rambut panjangnya keatas menjadi kuncir kuda. Selama itu, Andra cuma memperhatikan dari samping. Apa gadis ini menganggap ia sebagai mahluk transparan?

"Apa kau sendiri?" tanya Nicola setelah selesai menguncir rambutnya." Di mana Jones?"

"Sibuk mengejar gadis-gadis."

Nicola tertawa." Kedengarannya memang seperti Jones. Apa kau tidak ikut mengejar gadis-gadis?"

"Aku terlalu sibuk untuk mengejar seorang gadis." Andra menunjuk diktat tebal yang ia bawa. "Tidak ada waktu."

"Bagaimana dengan pergi ke pesta? Apa kau ada waktu?"

"Pesta?"

Nicola tidak menjawab. Sebaliknya ia mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. Dari dalam tas, ia mengeluarkan surat undangan berwarna silver.

"Sabtu malam ini aku ada undangan menyanyi di klub paradise. Pesta ulang tahun anak kaya lainnya. Kalau kau ada waktu, datanglah." Nicola menyodorkan undangan itu yang diterima Andra dengan ragu-ragu." Kau bisa mengajak Jones kalau ragu datang sendiri. Aku jamin ia tidak akan menolak."

"Kau menyanyi di pesta ulang tahun ini?"

"Ehm..Kau pasti sudah dengar dari Jones kalau aku suka menyanyi kan?"

"Jones bilang kau ingin menjadi penyanyi profesional. Ia juga bilang suatu hari nanti, kau akan menjadi seorang Diva kelas dunia."

Nicola tertawa renyah. Memamerkan deretan gigi-giginya yang putih berkilat dan berjejer rapi. Bola mata hijaunya nampak berseri-seri. Sejenak Andra tertegun, ter pesona melihatnya. Gadis ini sangat cantik. Bukan hanya cantik tapi juga menarik. Nyaris tidak bisa dipercaya, ini adalah kecantikan alaminya. Bukan hasil rekayasa dokter bedah plastik.

Saat ini ia bahkan tidak mengenakan make up. Penampilannya seperti mahasiswi biasa. Celana jeans, kemeja flanel yang digulung setengah. Rambut kuncir kuda. Membawa buku dan tas di bahu.

Sangat berbeda dengan penampilannya saat manggung di pesta Stanley tempo hari. Dengan tank top silver dan celana pendek kulit hitam. Dan riasan lengkap. Tapi Andra justru suka dengan penampilan Nicola yang polos seperti ini. Terlihat begitu murni dan segar.

"Yeah..aku memang pengagum Aretha Franklin dan Dionne warwick. Tapi tentu saja aku tidak bisa disamakan dengan sang ratu soul, Aretha Franklin. Tapi suatu hari nanti, aku bakal menjadi seorang diva seperti beliau." Nicola berkata dengan penuh percaya diri. Entah kenapa, Andra tidak menemukan nada sombong di sana. Sebaliknya ia sangat percaya dengan apa yang dikatakan gadis itu. Nicola memiliki kemampuan seperti itu.

"Jika aku datang...apa kekasihmu tidak akan marah?" tanya Andra. Ia ingin tahu apa gadis ini sedang dekat dengan seseorang. Bayangan pemuda berambut pirang, yang hari itu berjalan bersama Nicola di kafetaria mengusiknya. Ia ingin memastikan, ada hubungan apa antara Nicola dan Steven. Jones bilang, Steven salah satu pengagum Nicola. Bisa dikategorikan sebagai salah satu saingannya. Duh, sebenarnya ada berapa sih pria yang mengejar gadis itu?

Andra bukan tipe pria yang suka ikut mengejar gadis cantik populer dikalangan pria. Baginya gadis yang terlalu populer dan diperebutkan banyak pria itu merepotkan. Ada begitu banyak gadis cantik, untuk apa berebut hanya untuk satu orang gadis?

Apalagi hatinya yang sudah terlanjur membeku. Hatinya yang terluka masih basah. Dan ia juga bukan tipe pria yang mudah jatuh cinta. Karena itu cukup heran, gadis ini malah mendekatinya. Memberinya surat undangan pesta. Menyuruhnya datang...

Apa Nicola tertarik padanya? Andra sudah sering didekati cewek-cewek bule cantik. Yang mengajak kencan atau terang-terangan menunjukan ketertarikan mereka padanya. Tapi memang tidak ada yang secantik Nicola. Dan sekarang, gadis ini mendekatinya. Jika tidak tertarik, apa namanya?

"Kekasih?"

"Pria yang bersamamu di kafetaria tempo hari..."

"Steven? Kau bercanda ya? Ia cuma teman. Aku gak mungkin kencan dengan pria yang tidak tahu kalau patung Liberty itu hadiah dari Prancis! Bukan Inggris!" Nicola menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa geli. Rupanya menertawai kebodohan Steven. Jadi selain cantik dia juga pintar. Satu nilai plus lagi untuk Nicola.


Bitter sweet love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang