Bab 23

971 88 1
                                    

"Elu yakin Bang, mau ninggalin perusahaan EO lu begitu aja? Mau pergi lagi ke Amerika?"

"Gue gak ninggalin perusahaan EO gue begitu aja, Al. Gue kan minta tolong sama elu buat ngurusin perusahaan gue. Lagian ada Bobby yang bisa handle selama gue pergi. Dia orang kepercayaan gue, elu bisa kerjasama sama dia dan nanya hal-hal yang elu gak ngerti sama dia."

"Tapi tetep aja gak sama, Bang. Itu perusahaan lu, elu yang ngerintis dari nol. Dan sekarang elu mau tinggalin tuh perusahaan. Apa elu gak sayang, Bang?"

"Gue masih bisa tetep handle tuh perusahaan meski gue di Amerika , Al. Elu lupa sekarang jaman internet?"

"Terus, elu ngapain di Amerika, Bang? Kuliah lagi? Atau cuma jalan-jalan doang?"

"Kerja."

"Kerja? Kerja apaan?"

"Belum tahu gue."

Ale yang mendengar jawaban kakaknya cuma melongo. Kenapa Andra jadi tidak jelas begini sih? Pergi ke Amerika? Mau kerja di sana? Tapi kerjaan apa aja dia belum tahu? Benar-benar nekat.

Oke, ini Amerika. Bukan Surabaya atau Bandung. Yang masih jadi bagian wilayah NKRI. Kalau Andra bilang mau nyari kerja di Surabaya, Bandung atau kota-kota besar lainnya di Indonesia. Maka Ale tidak akan sekhawatir ini. Andra lulusan Amerika. Punya ijazah luar, apa susahnya dapet kerja dengan ijazah lulusan dari salah satu universitas terkenal di Amerika?

Bahkan lulusan dalam negeri aja, bila berasal dari universitas terkenal di Indonesia. Ale rasa tidak akan sulit juga dapet kerjaan. Asal rajin, ulet dan mau merangkak dari bawah. Apalagi ini yang lulusan luar negeri.

Tapi kota yang dituju Andra bukan kota-kota yang ada di Indonesia. Tapi Los Angeles di Amerika. Dan dengan entengnya dia bilang mau kerja di sana. Saat ditanya mau kerja apa. Jawabannya malah gak tahu.

Apa kakaknya ini mau jadi tukang ledeng di Amerika? Atau supir taksi di sana? Meski yang Ale pernah dengar, gaji tukang ledeng ataupun penghasilan jadi supir taksi di Amerika itu lumayan. Tapi kan tetap aja, jatuhnya ya kuli. Masa iya, lelaki seganteng Andra jadi buruh kasar begitu? Meski penghasilan yang ia terima dollar, tapi tetap saja kan.

Lebih enak di Indonesia. Jadi Boss. Berdasi, punya anak buah, kantor ber ac. Apa Andra tidak tahu, bahwa banyak orang luar yang malah senang tinggal di Indonesia? Sudah datang, enggan pulang. Alasannya? Karena di sini semua serba murah. Orangnya welcome, dan apa-apa gampang kalau punya duit!

Nah ini, yang orang Indonesia asli. Malah mau pergi keluar negeri! Apa kurangnya kenyamanan yang ia dapat di negeri sendiri? Hingga kepengin pergi keluar negeri? Ale benar-benar tidak mengerti.

Saat dua minggu yang lalu Andra kembali dari Jepang. Ale terkejut saat Andra bilang mau minta tolong sama dia untuk mengurus perusahaan EO nya yang dia rintis susah payah dari nol. Dia juga bilang, sudah memberi mandat pada Bobby. Anak buah kepercayaannya untuk menjalankan perusahaan selama dia pergi. Jadi Ale dan Bobby bisa kerjasama untuk menjalankan perusahaan.

Ale bukannya tidak mau membantu, dia malah senang banget dipercaya sama Andra untuk pegang kendali perusahaan. Tapi dia agak minder. Maklum, dia baru lulus. Baru di wisuda sebulan yang lalu. Kepenginnya sih, jadi pengangguran dulu. Sebelum benar-benar terjun ke dunia kerja. Entah kerja di perusahaan Papa, yang notabene perusahaan keluarga besar Hendarto. Atau seperti Andra, yang lebih senang merintis usaha sendiri. Dia sendiri belum memutuskan.

Tapi mendadak saja, tidak ada angin tidak ada hujan. Tiba-tiba Andra meminta dia untuk handle perusahaannya. Alasannya, dia mau pergi ke Amerika. Dan belum tahu kapan bakal balik lagi ke Indonesia.

Ale pikir Andra cuma bercanda. Tapi kalau dilihat dari raut wajahnya, tidak ada aura bercanda di sana. Ia kelihatan serius. Bahkan beberapa kali pandangan matanya begitu bertekad. Kalau sudah begini, Ale yakin tidak ada yang bisa mencegah keputusan Andra. Cuma yang jadi pertanyaan adalah, kenapa? Kenapa Andra begitu bertekad untuk pergi? Dan kenapa harus Amerika? Bukan negara lain?

"Apa ini ada hubungannya sama kepulangan lu dari Jepang dua minggu lalu, Bang? Sebenarnya apa yang lu lakuin di Jepang? Kenapa mendadak elu pergi ke sana? Apa yang sebenarnya terjadi?"

Andra tidak menjawab. Menghela napas panjang. Malam ini ia dan Ale sedang berada di club yang biasa mereka datangi kalau lagi suntuk. Atau mau bicara hal penting yang keluarga tidak boleh tahu.

Diantara tiga bersaudara. Andra, Ale dan Kalusha. Ia memang lebih dekat dengan Ale. Mungkin karena umur mereka tidak terpaut jauh. Atau karena sama-sama anak cowok. Sedangkan karena anak bungsu dan satu-satunya anak cewek di keluarga. Kalusha lebih dekat dengan mama.

Andra memandang Ale ragu. Apa dia harus cerita sama adiknya ini tentang Nicola? Tentang semua yang terjadi lima tahun ini?

Karena terus terang, apa yang terjadi antara ia dan Nicola selama lima tahun ini bukanlah kisah indah yang pantas diceritakan begitu saja. Terutama soal perbuatan bejatnya yang sudah memperkosa Nicola.

Statusnya saat itu memang masih kekasih Nicola. Dan ia juga sering melakukan 'itu' dengan Nicola. Tapi tetap saja, malam itu perbuatannya sungguh menjijikan. Sangat merendahkan Nicola. Ia bahkan tidak peduli dengan penolakan Nicola dan tangisan gadis itu. Mata dan hatinya sudah buta dikuasai amarah. Kebencian dan juga kekecewaan. Rasa amarah yang seharusnya tidak perlu ia miliki, bila ia mau mendengarkan penjelasan Nicola dan juga orang-orang yang mencoba memberi penjelasan padanya.

Tapi ia menutup telinga dan hatinya. Dan sekarang, apa yang ia dapat selain penyesalan yang tidak ada gunanya? Kalau begitu, bukankah memang pantas bila Nicola membencinya?

Gadis itu bukan hanya membencinya, tapi juga takut padanya! Jika sudah seperti ini, Andra hanya bisa menyesali dirinya sendiri!

Ah, penyesalan memang selalu datang terlambat.

Bitter sweet love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang