Bab 2

1.8K 144 0
                                    

Saat menghubungi Carmen, Andra takut Carmen akan menolak panggilan telpon darinya. Tapi tanpa diduga. Carmen tidak menolak panggilan itu, meski nada suaranya terdengar dingin.

"Apa kau mendapat nomorku dari Jones? Hah, pria bodoh itu. Ia harus bersiap tidur di sofa selama seminggu!"

"Carmen, please..jangan tutup telponnya."

"Apa maumu?"

"Aku mau bicara dengan Nicola."

"Ia tidak bisa diganggu. Sibuk."Carmen melirik Nicola yang sedang latihan di atas treadmill di kamar hotelnya. " Dan aku juga sibuk. Jadi..selamat tinggal."

"Tunggu! Carmen, please...oke, aku tidak akan bicara dengan Nicola. Aku hanya akan bicara denganmu."

"Bicaralah. Waktumu tiga menit."

Andra merutuk dalam hati. Ia lupa betapa menyebalkannya sahabat Nicola yang satu ini. Sayangnya, perempuan menyebalkan ini adalah istri dari teman baiknya. Dan juga sahabat Nicola sekaligus managernya. Antara lain bila ingin berhubungan dengan Nicola, maka harus melalui dirinya.

"Aku ingin mengundang Nicola untuk konser di Indonesia."

"Sayangnya jadwal kami padat. Dan kami tidak ada jadwal konser ke negara-negara di Asia selain Jepang dan Korea."

"Aku tahu kau bisa mengusahakannya."

"Keputusan bukan di tanganku. Itu ada di Nicola dan juga label rekamannya.Jika Nicola menolak, aku juga tidak bisa memaksa."

"Jadi ia belum tentu menolak bila aku memintanya kan?"

"Kau yakin ia tidak akan menolaknya?"

"Aku tidak tahu. Tapi ia membenciku. Ia.."

"Kau sudah tahu ia membencimu, jadi untuk apa lagi pembicaraan ini?" Tukas Carmen.

"Carmen, maukah kau menolongku?"

"Tidak."Carmen berucap tanpa ragu.

"Aku tahu ia masih mencintaiku."seru Andra. "Aku tahu."

"Kau yakin sekali kalau ia masih mencintaimu. Apa kau seorang peramal?"

"Lagu-lagunya, semua menceritakan tentang kisah kami. Aku tahu, aku dapat merasakannya."

"Kau terlalu percaya diri. Oke, waktu tiga menitmu sudah habis. Selamat tinggal." Lalu tanpa perasaan, Carmen menutup telponnya. Tidak peduli dengan raungan marah laki-laki di seberang sana. Apa pedulinya? Pria itu yang sudah menyakiti Nicola. Membuat sahabatnya patah hati. Dan sekarang berani-beraninya pria itu mencoba menghubungi Nicola lagi. Dengan dalih kerjasama. Hah, apa dia pikir dirinya itu orang bodoh? Silakan mengamuk, Tuan Andra Hendarto. Ia, Carmen padolski. Tidak akan membuatnya mudah.

"Telpon dari siapa?" tanya Nicola yang baru saja selesai berolahraga. Ia melihat Carmen baru saja menutup telpon dengan raut puas.

"Andra."

Nicola tertegun. Tanpa sadar, tangannya meremas handuk di tangannya erat. Handuk kecil yang baru saja ia pakai untuk menghapus keringatnya.

"Kenapa dia menghubungimu?"

"Dia ingin kau melakukan konser di negaranya. Perusahaannya yang akan mensponsorimu."

"Lalu?"

"Ku tolak."

Nicola terdiam.

"Apa kau kecewa?"

"Kenapa?"

"Karena aku menolak tawaran kerjasamanya?"

"Tidak. Untuk apa aku kecewa?"

"Karena kupikir kau..."

"Hapus saja segala pemikiranmu itu. Tidak ada yang perlu dipikirkan untuk pria seperti itu." ucap Nicola dingin. Kemudian ia berbalik pergi. Tanpa sepengetahuan Carmen, tangannya gemetar. Sungguh luar biasa pengaruh yang diberikan seorang Andra padanya. Bahkan setelah bertahun-tahun, nama itu masih meninggalkan bekas luka di hatinya. Alangkah luar biasanya cinta.

Sementara itu, Andra nyaris membanting telponnya. Ia sengaja menelpon jam enam pagi   di kantornya. Itu artinya jam delapan pagi di Tokyo. Karena ia tahu saat ini, Nicola sedang melakukan konser di Jepang. Tapi penolakan dingin yang ia dapatkan.

Kenapa Carmen tidak membiarkan ia berbicara dengan Nicola? Ia bahkan belum sempat meminta nomor telpon gadis itu, tapi dengan kejamnya Carmen memutuskan sambungan telponnya. Kalau tidak ingat ia istri Jones, sudah dimaki-makinya perempuan itu.

Tapi ia tidak bisa melakukannya. Selain karena ia istri Jones. Nicola juga akan makin membencinya.

"Kau yakin sekali kalau ia masih mencintaimu. Apa kau seorang peramal?"

Andra teringat pembicaraannya dengan Carmen di telpon barusan. Bagaimana aku tidak yakin? Keluh Andra putus asa. Semua lagu dalam albumnya ini berisi tentang kisah cinta mereka. Tentang ciuman pertama mereka, kencan pertama dan bahkan pertengkaran sialan yang menyebabkan perpisahan diantara mereka.

Semua ini salahku, pikir Andra getir. Andai waktu itu ia bisa menahan emosinya, semua kemarahannya. Maka perpisahan yang menyakitkan itu tidak mungkin terjadi. Saat ini, ia mungkin masih bersama Nicola. Memeluknya, mendekapnya dan merasakan sentuhannya.

Tapi semuanya sia-sia. Ia tidak bisa memutar waktu. Perpisahan itu telah terjadi. Meninggalkan bekas luka diantara mereka berdua.

Selama lima tahun ini, Andra masih menyimpan penyesalannya. Masih merasakan cinta yang besar di hatinya. Bukan hanya kali ini, tapi sudah berkali-kali semenjak ia mengetahui kebenarannya. Ia mencoba menghubungi Nicola. Mencoba mendapatkan maaf dari gadis itu.

Tapi Nicola telah menutup rapat semua kesempatan yang ia punya. Tidak ingin membuka celah untuk Andra kembali. Berkali-kali Andra mencoba, berkali-kali juga ia gagal.

Andra awalnya sudah menyerah. Apalagi saat ia mendengar dan melihat semakin hari, karir Nicola semakin melejit. Popularitasnya semakin besar. Ia sudah menjadi seorang superstar. Penyanyi terkenal kelas dunia. Semua pintu sudah tertutup rapat untuknya. Tidak ada lagi kesempatan.

Namun saat rasa putus asa itu makin besar, tiba-tiba saja ia menyadari. Semua lagu di album kedua Nicola berisi tentang perjalanan cinta mereka berdua. Secercah harapan kembali timbul. Jika Nicola tidak lagi mencintainya, ia tidak akan menulis kisah kami dalam lirik lagunya kan?

Lagu-lagunya tidak akan menceritakan perjalanan cinta kami, atau apa yang terjadi pada kami akhirnya.

Itu artinya, di dalam hati Nicola sebenarnya ia belum melupakan dirinya. Nicola masih mencintainya.

Dengan keyakinan dan tekad yang kuat, Andra segera memesan tiket ke Jepang. Ia akan mengejar cintanya. Dan kali ini ia tidak boleh gagal!

Bitter sweet love (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang