tujuh

11.4K 2.6K 139
                                    

Di KBM dan Karyakarsa sudah bab 12 ya

7 Pelangi di langit Gladiola

Gladiola baru kembali dari rumah Kania ketika dia melihat adiknya Ranti tampak semringah di teras rumah. Mama sedang membersihkan sayur yang tidak laku untuk dijadikan lauk makan hari itu sementara sang adik dengan penuh semangat memijat bahu ibu mereka. Mama pun terlihat senang dan meminta Ranti terus melakukan pekerjaannya. Tetapi, keduanya sempat diam begitu melihat motor papa yang telah dipasangi keranjang besi untuk meletakkan galon berhenti di depan rumah. 

Gladiola sendiri tidak mau banyak tanya walau dia tahu, bila Ranti bersikap seperti itu dia sedang ada maunya. Mama juga tidak mengomel dan baginya kedua wanita itu sedang bahagia. Dia sendiri entah kapan tersenyum terakhir kali. Setelah demam dan meriang lantaran tertimpa galon berisi air dan dimarahi karena hampir memecahkan galon milik Hans, Gladiola memilih mengunci bibirnya sendiri. Malas membalas omongan mama yang bahkan tidak peduli dengan luka-luka di tubuhnya. Malah, Gladiola sempat kena tampar karena dianggap berani melawan saat disuruh mengantar galon sejak pagi. Badannya masih nyeri dan dia hanya berkata kalau tubuhnya sakit. Yang ada malah dia mendapat ocehan kalau kedua orang tuanya lebih dari capek. Mereka sudah bangun dari pukul tiga pagi, ke pasar, berjualan dan anak gadisnya bisa-bisanya melawan dan tidak tahu berterima kasih.

Gladiola menyerah. Dia meerasa mulutnya selalu membawa masalah. Hanya kepada Kania dia menjadi dirinya sendiri dan di rumah orang tuanya, Gladiola selalu mengurung diri di kamar bila tidak menjaga warung atau melakukan pekerjaan sampingannya, menjadi guru les dadakan anak-anak di dekat rumah. Hal itu tidak bisa dihitung les. Kebanyakan dari bocah-bocah tersebut minta dibuatkan PR dan Gladiola tidak bisa berkutik karena mama memaksa. Ibu dari para bocah itu biasanya selalu memberi uang mulai dari Rp. 2000,00 setiap Gladiola selesai membuat PR dan buat mama, hal tersebut amat baik. Dia tidak perlu memberi anak gadisnya uang jajan lagi karena si sulung sudah bisa mencari uang sendiri.

Tapi, gara-gara mengerjakan tugas orang lain, Gladiola lalu tidak bisa mengerjakan tugasnya sendiri dan pada akhirnya dia nangkring di urutan sepuluh terbawah dan ujung-ujungnya kena marah papa. Gladiola mesti merasakan hidupnya sepi tanpa tayangan kartun Jepang favoritnya dan berakhir jadi gadis pengisi dan pengantar galon dengan upah Rp. 500,00 untuk setiap galon yang berhasil dia isi dan antar sementara orang tuanya memperoleh Rp. 4.500,00. 

Dia tidak tahu apakah upah tersebut sepadan atau tidak. Yang pasti, gara-gara itu juga dia mengumpulkan penghasilannya dan dia simpan di tempat rahasia. Beberapa kali menyimpan uang sembarangan, Gladiola selalu kehilangan beberapa lembar dan dia merasa amat curiga kepada saudarinya yang selalu memasang wajah tanpa dosa setiap dia tanyai.  Dia juga tahu, kalau mengadu kepada mama dia malah akan ditanyai asal muasal uang simpanannya yang susah payah dia kumpulkan. Karena itu, Gladiola lebih suka diam dan menyembunyikan semuanya di dalam hati. 

"Nanti pakai balon, ya, Ma. Kuenya yang mahal. Ada Unicorn."

Oh.

Gladiola dengan mudah menyimpulkan apa yang bakal terjadi. Entah kenapa dia merasa dadanya yang sakit jadi semakin nyeri. Tapi, seperti tadi dia berpura-pura tidak tahu dan tidak peduli.  Lagipula, mama dan Ranti langsung diam begitu dia lewat.

Sial, dia sudah tahu bakal diperlakukan seperti itu, tetapi, entah kenapa dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menggigit bibir. Kerongkongannya ngilu dengan amat cepat dan tidak ada yang bisa dia lakukan kecuali pura-pura tersenyum saat dia masuk rumah..

“Oi, galon kosong di depan jangan lo biarin doang di motor. Cuci dulu.”

“Nanti, Ma. kebelet pipis.” Gladiola membalas. Suaranya dia buat seriang mungkin tetapi saat dia menjauh dari mereka berdua, dia berusaha mengerjap berkali-kali hanya supaya air matanya tidak meleleh.

“Gue mo tanya, Ol. lo pernah dikasih tahu sama orang tua lo kalau lo anak pungut atau gimana?”

Pertanyaan Kania membuat Gladiola menyusut ingus. Sebelum sahabatnya bertanya, jauh-jauh hari dia sudah sadar akan hal tersebut. Dia tahu sekali mama dan papa selalu membeda-bedakannya. Tetapi, bila protes, papa akan menengahi.

“Sama saudara nggak perlu bertengkar. Kalian cuma berdua di dunia. Nggak boleh iri-irian.”

Dia tidak iri. Sama sekali tidak. Tetapi di sudut hatinya ada yang memberontak dan dia tidak bisa menahan nyeri yang menggunung sewaktu melihat hanya dia yang disuruh membersihkan rumah, ikut mencari uang, dan bahkan menggantikan tugas papa mengurus ibu kandungnya alias nenek, sementara Ranti yang cantik jelita itu dipersilahkan melakukan semua hal yang dia suka karena tubuhnya begitu ringkih dan lemah.

Lemah?

Mama dan papa belum tahu kalau di ujung gang sang adik asyik nongkrong dengan gengnya, tertawa-tawa saat dia dibonceng bocah tanggung yang mengajaknya ngebut dengan motor bebek modifikasi sementara dirinya sendiri kadang harus menahan nyeri di sekujur lengan dan kadang di ujung jari-jarinya yang tidak sengaja tergilas mata parutan mesin kelapa.

“Lo udah gede, Mbak. Adek lo masih kecil.”

Dan kata-kata yang sama sudah diulang berkali-kali sejak dia kelas lima SD, saat dia ditinggal untuk pertama kali sementara papa, mama, dan Ranti pergi ke mana pun menggunakan motor dan dia tidak diajak karena dianggap terlalu besar dan membuat papa bakal kena tilang. Tapi, dia tidak pernah marah, dia sadar diri dan hingga detik ini dia selalu sadar. Karena itu Gladiola selalu memarahi dirinya sendiri  bila dia menyusahkan kedua orang tuanya.

Lo nggak boleh marah. Suatu hari nanti, ketika uang kita sudah terkumpul, lo bisa pergi ke mana aja, naik pesawat, naik kereta, bahagiakan diri lo ke tempat yang selama ini nggak pernah bisa lo datangi.

Kata-kata itulah yang selalu menguatkan Gladiola dan dia berjanji, ketika dewasa nanti, dia akan membahagiakan dirinya sampai dia lupa, pernah menangis sendirian di dalam kamar seperti saat ini karena diperlakukan amat tidak adil cuma karena alasan dia lebih tua dibanding adiknya yang bahkan tidak pernah mau peduli sepayah dan sesusah apa kondisi kedua orang tuanya.

***

Pelangi di Langit GladiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang