65

7.3K 1.5K 255
                                    

Allaaaaoooowwww

Pakabarr?

Kalian dah bacak work eke yang laen? Itu tu, si Pak Hakim ama Neng Hana yang dah tamat juga di KBM ama KK. Tar PO-nya barengan yesss.

Bareng ama Syauqi n Gendhis juga.

***

69 Pelangi di Langit Gladiola

Hari Minggu Gladiola diawali dengan sebuah pesan dari Hans tidak lama setelah wanita itu bangun dari tidurnya sekitar pukul lima pagi. Biasanya, usai salat Subuh dia melanjutkan tidur lagi karena beristirahat adalah hal yang amat jarang dia dapatkan terutama bila harus lembur di hari Senin sampai Jumat. 

Sudah bangun?

Gue udah di bandara. Bntr lg brgkt.

Lo jgn nangis-nangis lg. Gue terima sesi curhat via WA. gratis.

Ada tiga pesan yang masuk dan Gladiola masih menggaruk kulit kepalanya dengan jari kiri ketika membaca pesan-pesan tadi. Tumben sekali Hans laporan di pagi-pagi buta seperti ini. Apakah karena ucapan Kania saat Hans berinisiatif mengantarnya ke toilet kemarin sore? 

“Dahlah, pakai gengsi-gengsi segala. Lo, tuh, malu sama siapa lagi, Bra? Sama Ridho? Huh! Dia aja nggak mikirin perasaan lo sama sekali. Lo udah jomlo.”

Untung saja saat itu mama dan papa mereka sedang fokus menonton tayangan bioskop, jadi yang tahu kalau saat itu Gladiola gelisah karena tidak bisa menahan kandung kemihnya yang ternyata sudah penuh adalah Hans dan Kania. Sayangnya, niat baik Hans terganjal pelototan dari Gladiola. Niatnya, kan, minta ditemani oleh Kania, bukannya Hans. Tetapi, kenapa juga Hans malah menawarkan diri menjadi pahlawan.

“Nggak ada urusan sama jomlo, tahu. Gue mau ke WC cewek.” balas Gladiola membela diri. Mereka berdebat dalam bisik karena takut mengganggu penonton yang lain dan pada akhirnya, Gladiola memilih menuntaskan hasratnya usai penayangan film sekitar dua puluh menit kemudian dan di dalam toilet perempuan yang isinya hanya mereka berdua, Gladiola meluapkan kekesalannya selama ini karena dia merasa Hans punya niat mencurigakan karena selalu mengajaknya padahal ada tujuan lain di balik niat tersebut.

“Gue cuma mau bilang sama lo, Hans yang dulu dengan Hans yang sekarang beda. Itu yang pertama. Kalau demi alasan nggak mau dilihat tetangga lo, gimana dengan Ridho kemarin? Dia juga sering ngapel sampai malam, kan?”

Gladiola tidak menyalahkan kata-kata Kania. Akan tetapi, Ridho tidak pernah lama mampir di rumahnya. Hanya memastikan kalau Gladiola sudah selamat sampai di rumah, lalu pria itu pulang. Paling lama sepuluh menit Ridho berada di rumahnya karena Gladiola masih tahu diri apalagi dia tinggal sendirian. Dia tidak seperti itu.

“Ya, gue nggak enak aja. Hans tahu-tahu datang ke kantor. Padahal, kalau memang kita mau ketemuan, kita biasanya janjian di mal mana, kek.” Gladiola memberi penjelasan dan menurutnya, Hans cuma membuat-buat alasan. Di matanya, Hans tidak ubahnya pemuda yang sama yang dulu selalu datang menemuinya, menggodanya, menarik perhatian Gladiola, namun, ujung-ujungnya menyatakan perasaan kepada Ranti.

“Ola, sayangku, cintaku. Percaya sama gue. Kalau Hans mendatangi lo, berarti dia memang mau menjadikan lo tujuan akhir.” ucap Kania yang gemas dan tidak tahan lagi. Dia tahu Gladiola tidak bodoh dan yang ada di dalam kepalanya hanyalah penyangkalan-penyangkalan saja. Padahal, jika dia mengamati, Hans lebih banyak menghabiskan waktu bersamanya daripada Kania yang notabene adalah adik kandungnya sendiri.

“Intinya Ola, apa yang pernah lo harapkan dulu bakal terjadi, itu kalau lo ngasih respon. Lo udah ditinggal Ridho lebih dari dua bulan. Lo bebas merdeka. Abang gue juga. Gue yakin lo bisa menyimpulkan kenapa Hans jadi kayak gitu sama lo, lo udah dewasa. Titik.”

Pelangi di Langit GladiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang