41

6.7K 1.5K 100
                                    

Masih pada geng-gengan nih, kalian? Genk Dodo ama Hahans?

Apah? Sakit ati apa Hans? Perkara dikatain kriting aja kalian sakit ati? Gimana kalo kalian ditanyain "Kapan Nikah? Jomlo mulu?" Bukannya, yang entu level sakit ati kalo dengernya udah level dewa?

Apalagi kalo ditusuk temen sendiri yang kita kira paling bestay.

Dahlah, Bra, jangan bencik-bencik amat.

Rugi.🤣🤣🤣

***

41 Pelangi di Langit Gladiola

Ketika akhirnya bayangan Kania tidak bisa mereka temukan di mana-mana, Gladiola hanya mampu mengusap pelipis dan memandang frustrasi ke arah sekeliling bioskop. Sudah pasti pasangan tersebut kabur meninggalkan mereka. Gladiola kemudian mengintip arloji di tangan dan menemukan kalau saat itu sudah pukul sembilan lewat lima belas.

“Jadi, mereka ke mana kira-kira?” Gladiola bertanya kepada dirinya sendiri. Hans yang saat itu berdiri di sebelah Gladiola kemudian ikut menoleh ke segala arah. Sejauh matanya memandang, baik Kania atau Dino memang sudah menghilang. 

“Ke WC mungkin. Dua jam terkurung di dalam bikin kebelet.” 

Gladiola melirik Hans, sepertinya dia menjawab seperti itu karena punya banyak pengalaman sebelum ini. Gladiola juga tidak heran lagi. Mungkin Hans selalu mengajak pacar-pacarnya menonton. 

“Kalau lo mau ke WC, pergi aja sana.” Gladiola membalas tanpa menoleh lagi. Gara-gara itu dia jadi berpikir untuk mengunjungi toilet perempuan. Siapa tahu kalau ada Kania di sana. Omongan Hans, walau lebih banyak membuatnya jengkel, kadang ada benarnya juga. Toh, mereka saja baru keluar dari bioskop, jika dihitung-hitung, barangkali sekarang Kania baru masuk toilet kalau tadi kondisinya ramai. 

"Lo mau ke WC juga? Sama-sama ajalah." Hans menyusul dan menyamakan langkah mereka. Gladiola sendiri hanya menoleh sekilas lalu melanjutkan berjalan menuju toilet yang letaknya di bagian samping deretan studio 3, 4, dan 5. 

“Nggak mau gue ke WC bareng lo.” Gladiola membalas ketika Hans terus meyakinkan kalau tidak masalah mereka berangkat bersama-sama ke kamar kecil. Gladiola bahkan mundur beberapa langkah sewaktu Hans ngotot.

“Lo gila, Hans. Gue nggak mungkin masuk WC cowok.”

Hans nyengir karena dia tidak menyadari hal tersebut dan dia memberi kesempatan kepada Gladiola untuk menuju toilet perempuan agar wanita tersebut bisa menuntaskan hajat.

“Tapi keluar dari kamar mandi,ketemuan di sini lagi, ya. Jangan langsung pulang.”

Banyak bacot, omel Gladiola di dalam hati. Dia tidak menanggapi kata-kata Hans tadi dan lebih memilih melangkah ke kamar mandi. Setiap detik berharga dan dia berharap menunggu selama beberapa waktu di tempat itu akan membuahkan hasil.

Namun, setelah dia menunggu lebih dari sepuluh menit dan semua bilik di dalam toilet telah berganti dengan pengunjung lain, Gladiola tahu kalau harapan hanya menjadi harapan. Kania tidak berada di kamar mandi. Bahkan, sedetik keluar dari kamar mandi, Gladiola mempertanyakan kewarasannya sendiri. Jika Kania ke kamar mandi, seharusnya mereka sudah melihat bayangan Dino di depan toilet, pasangan jatuh cinta sudah sama persis seperti gadis-gadis di sekolah yang selalu berjalan beriringan bila hendak ke kamar mandi dan pemandangan tersebut tidak dia temukan di sana. 

Yang ada malah ujung hidung Hans yang menunggunya di depan pintu WC perempuan dan kemudian setelah melihat wajah Gladiola, dia yang tadinya memegang ponsel segera memasukkan benda tersebut ke saku jin yang dipakainya malam itu.

“Gimana? Ketemu Nia?”

“Nggak ada, “ Gladiola menggeleng, “Lo kayak nggak tahu dia aja. Ke toilet mesti bareng-bareng dan bodohnya gue, nggak ada Dino di depan pintu nungguin dia kayak yang lo lakukan sekarang.”

Pelangi di Langit GladiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang