Masih rame ga di sini? Yang ga sabar bisa ke KK dan KBM app ya. Ramein komen kalau mau dobel apdet
***
54 Pelangi di Langit Gladiola
Masa-masa paling mendebarkan setelah keluarga Ridho memasuki rumah dimulai saat mama tahu-tahu memakai bajunya yang biasa dia pakai untuk berjualan, bukannya batik jumputan yang tadi Gladiola minta agar sang ibu memakainya. Papa masih lebih baik. Pria itu melaksanakan permintaan putrinya dan tampak lebih bersahabat dibanding mama yang jadi agak malas tersenyum.
Gladiola tidak bisa lebih gugup dari ini. Terutama, saat melihat wajah Riana agak masam. Untung saja, Gladiola cepat-cepat membawa air sirup dan juga kudapan ke depan mereka semua dan papa tanpa basa-basi mempersilahkan rombongan tersebut untuk menikmati makanan yang telah disajikan.
Suami Riana juga hadir. Dia juga membawa mobil yang biasanya dipinjam Ridho kalau hendak mengantar Gladiola ke bandara. Adik bungsu Ridho juga datang, termasuk dua keponakan Ridho yang merupakan anak kakak perempuannya juga. Hal tersebut sudah membuat Gladiola terharu karena semua orang sudah menyempatkan hadir dan menganggap momen tersebut cukup penting.
Hanya saja, begitu melihat mamanya sendiri, perasaan Gladiola kembali tidak enak. Bukannya pakaian sang mama jelek. Hanya saja, pada momen seperti itu, akan sangat bagus jika mama mau memakai tunik pemberian Gladiola supaya kesannya lebih menghargai tamu mereka.
Jawaban perubahan sikap ibunya Gladiola temukan saat mamanya berada di dapur, tepat saat ia sedang mewadahi lauk makan ke mangkuk-mangkuk kecil dan sedianya, Gladiola akan membantu membawa ke ruang depan. Dia mendengar gumam gerutuan tersebut dan berusaha menggigit bibirnya supaya mood-nya sendiri tidak rusak sore itu.
"Enak aja nyuruh si Ola berenti kerja. Mereka kira gue nggak habis duit ngegedein dia."
Untunglah saat itu mama tidak melihat Gladiola. Tentu saja, mama juga tidak melihat waktu putrinya mengerjap menahan sedih. Hal tersebut langsung membuat Gladiola dilanda pikiran buruk dan dua tidak bisa tersenyum saat kemudian suami Riana, Rizwan, yang berperan sebagai juru bicara keluarga mulai buka suara.
"Terima kasih sudah mau menerima keluarga kami di sini, Pak Syahruli." Rizwan memulai. Gladiola menoleh kepada sang ayah yang mengangguk-angguk. Pandangannya lalu berpindah ke arah mama. Wanita yang telah melahirkannya itu berusaha keras untuk tersenyum. Sesekali dia memandangi Riana yang sedang memangku putri bungsunya. Di tangan Riana terdapat beberapa buah cincin. Sementara di tangan ibu Ridho, terdapat sebuah gelang emas berukuran cukup besar. Perkiraan wanita tersebut, sekitar dua puluh atau tiga puluh gram. Namun, mama Gladiola tidak bicara apa-apa.
"Kedatangan kami ke sini untuk bersilahturahmi." Rizwan bicara lagi dan Gladiola kemudian melihat ayahnya kembali menganggukkan kepala.
Dia lalu mengalihkan perhatian kepada Ridho yang duduk di seberangnya. Gladiola sebisa mungkin berusaha tidak cengengesan meski wajah Ridho kemudian mampu memberikan ketenangan yang tadi sempat hilang dari dirinya. Ridho juga, walau mereka tidak sempat bicara empat mata secara langsung, seolah menguatkan Gladiola dan membuatnya berpikir positif kalau ketakutannya tadi tidaklah beralasan.
Sabar, La. Kalau keluarga Mas Ridho sudah datang, tinggal sedikit lagi hal yang mesti dibicarakan. Lo juga sudah kasih pencerahan sama Papa dan Mama, jadi seharusnya, tinggal satu langkah lagi. Mereka juga nggak banyak protes tentang penampilan atau latar belakang Mas Ri …
Entah sudah sejauh mana obrolan antara papa Gladiola dan Rizwan. Mereka semua kadang menanggapi dengan obrolan lain atau juga dengan tawa. Kadang papa juga akan bercanda dan melemparkan cerita humor yang kemudian dibalas lagi oleh Rizwan. Gladiola sendiri lebih suka menunduk atau sesekali mencuri pandang ke arah Ridho yang melakukan hal yang sama. Mereka berdua seolah menjadi pendengar sementara anggota keluarga lain melemparkan pertanyaan yang juga dijawab oleh satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Langit Gladiola
Chick-LitPelangi Langit Gladiola vs Hans Bastian Adam