44

5.5K 1.4K 202
                                    

Bab segini masih datar aja ceritanya, karena si Ola masih bahagia ama Ridho.
Kalo eke matiin Ridho, klean hepi?

Ujungnya jadian sama siapa, hayo?

Kalo eke, mah, selalu ya  ML ama FL biar kata dunia protes, wkwk.

Betewe, bentar lagi ada part spesial, di KK. Di KBM paling nambah 1 bab lagi karena part berikutnya terlarang. Buat yang males beli koin di karyakarsa eke kasih solusi di NihBuatJajan. Tinggal ketik aja namanya dan tambahin eriskahelmi, itu bisa beli pake apa aja, dan ga ada app. E betewe sudah eke bilang, ya, kalo beli2 karya eke, artinya dah selamanya milik kalian. Jangan disebarluaskan kecuali engkau reseller eke, yang cuma beberapa bijik itu. Lainnya kaga ada Hak menjual, melainkan Hak baca tok. Kan, versi gratisan dah dikasih di WP.

Salahnya adalah, pas masih gratis kaga dibaca, pas dah diapus marah2.

Itu juga, yang kaga polow eke, polow, dah. Apaan kalian ngemeng eke fans berat, tapi pollow aja kagak, pret lah. Kayak omongan Dino, duda konak yang g ada duit, ke hotel aja rencananya mo minta bayarin Nia.

Ada 2 work baru nanti beriringan. Ga usah tanya work lain yang ga ada.  Diem-diem aja di sini.

***

44 Pelangi di Langit Gladiola

Beberapa hari sepeninggal Hans dan Kania kembali ke Jakarta, Gladiola jadi sering mengecek ponselnya sendiri demi mencari tahu perkembangan terakhir ibu dari sahabatnya tersebut. Dia juga mencemaskan keadaan Kania, tetapi, Kania sendiri sepertinya masih merajuk sehingga dia tidak punya pilihan lain selain bertanya kepada Hans.

Tentu saja Gladiola melakukannya saat waktu kerjanya usai. Dia juga ingat, di hari Jumat malam, menjelang kepulangannya esok Sabtu, dia bicara dengan pria itu seperti Hans adalah sahabatnya sendiri. Gladiola bahkan lupa kalau seminggu sebelumnya selalu bertengkar dengan Hans karena terus-menerus diganggu pria tersebut dalam urusan mencari Kania. 

Kini, setelah adiknya jadi banyak berubah akibat pelariannya dengan Dino, Gladiola bohong kalau dia tidak cemas. Tidak lama setelah tiba di Jakarta, Hans memberi tahu kalau keadaan Kania seperti orang linglung. 

“Masak dia jadi gitu? Nggak diguna-guna sama si Dino-Dino itu, kan?” 

Gladiola jarang menuduh orang. Tapi, menurutnya si Dino itu sudah sangat kelewatan. Dia juga pernah patah hati, tapi tidak sampai membuatnya jadi seperti orang gila.

“Bukan. Dia kaget sewaktu lihat Mama yang memang sakit.” jawaban pelan yang keluar dari bibir Hans membuat Gladiola sadar kalau tuduhannya salah. Tapi, mau meminta maaf kepada Dino juga percuma. Kalau pun mereka bertemu, Gladiola lebih suka marah-marah kepadanya karena telah membuat seorang ibu jatuh sakit. 

“Terus si Dino itu gimana?” tanya Gladiola lagi. Nadanya sudah seperti seorang investigator polisi. Dia malah lupa kalau saat ini seharusnya dia mandi dan memilih bergulingan di atas tempat tidur empuk. Ah, bila teringat cita-citanya dulu yang tidak muluk-muluk, bisa berkeliling Indonesia, naik pesawat, keluar masuk hotel, Gladiola ingin tertawa. Tuhan begitu mudah mengabulkan pintanya. 

Apakah dia boleh meminta pinta lain? Seperti menyatukan dirinya dan Ridho dalam satu bahtera rumah tangga? Seorang pria baik yang yang mampu membuatnya menerima dan mencintai dirinya. 

"Nggak bisa dihubungi. Kayaknya nomor Nia dia blokir. Buktinya waktu gue telepon pakai nomor lain, nadanya ada." 

Alis Gladiola berkerut. Mendengarnya saja dia merasa amat kesal. Bagaimana bisa sikap Dino jadi seperti itu. Padahal sebelumnya dia sudah melarikan anak gadis orang. 

"Kurang ajar banget." Gladiola yang emosi, tanpa sadar memukul tempat tidur, "Gue masih di Palembang. Kalau perlu, besok pagi gue cari dia lalu seret ke Jakarta buat minta pertanggungjawabannya."

Pelangi di Langit GladiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang