26 di sini di sana sudah bab 71. Apdetnya lama karena komennya ga sampai 400 ya kemarin. Lucunya, pas vote udah 400 ada yang teriak apdet. Efek puasa kayaknya.😅
Kenapa diulang terus nanya ola bukan anak kandung? Kalian mainnya kurang jauh, ya, gaes? Atau keluarga kalian emang sayang banget sama kalian? Di belahan Indonesia yang lain, model ortu kayak ola ini bejibun. Makanya, selain baca wattpad, sering2 masuk grup curhat, yes. Supaya tahu kalau anak-anak yang nggak beruntung karena ortunya pilih kasih, banyak banget jumlahnya. Eke juga yakin, di antara yang baca, banyak yang senasib sama Ola.
Dia anak kandung. Oke. Sudah ada penjelasan, muka ola mirip sama muka mamanya. Dah, jangan lagi ditanyain anak siapa. Ada lagi pake anak selingkuhan.
Oh iya, eke baru bikin paketan Ola di KK per 10 bab. Adanya bab berapa itu eke lupa😅 58-67 dan 68-77, tapi yang paket 68-77 baru sampe bab 71 ya. Kayaknya kalo dah beli paket, ga beli lagi kalo ada apdetan.
Terus ama yang protes udah bayar, tapi kekunci lagi, kayaknya bukan eke dah. Soalnya work eke berlaku seumur hidup. Yey ama penulis lain kali, ada juga sampai 30 hari. Tapi, kalo di work eke yang terkunci, yey cobak kirim bukti pembayaran di IG eke eriskahelmi via dm ig ya. Jangan lupa, follow juga ig eke.
***
Sebuah kalimat yang terus diulang setiap Ranti mengajak siapa saja melihat mereka berdua dan hal tersebut terus diingat Gladiola hingga detik ini. Dia berjanji akan bekerja sekeras mungkin lalu merawat wajahnya dengan tata rias paling mahal sehingga sang adik tidak bisa lagi menghinanya.
Alasan yang kedua, Kania tahu, di mess tidak hanya Gladiola yang tinggal di sana. Dia juga tidak tahu kondisi tempat itu seperti apa dan seperti pada alasan pertama, Gladiola terlalu minder untuk mengajak Kania yang mahasiswa. Entahlah, Kania sendiri merasa bingung dengan sikap sahabatnya itu. Setamat SMA rasa rendah diri Gladiola makin meningkat dan Kania hanya bisa menghormati semua keputusan sahabatnya tersebut.
“Nggak enak didengar Hans. Lagian, lo temen gue. Kalau nggak dikasih tahu, nanti gue salah.” Gladiola membalas. Tadi, sejak di mess, dia sudah menguatkan diri tidak bakal menangis. Di rumah orang tuanya, Gladiola bisa bertahan. Sekarang, dia yakin juga bakal bisa melakukannya.
“Lah, emangnya ada apa, sih? Tumben lo kayak gini?” Kania yang penasaran menegakkan tubuhnya. Dia jadi sedikit tegang karena wajah Gladiola terlihat serius. Apakah sahabatnya itu sudah dilamar orang?
“Sembarangan.” balas Gladiola, memajukan bibirnya. Kalau memang ada yang mau melamar, dia sudah pasti tidak bakal menolak. Tapi, pernikahan kadang bukanlah suatu jawaban walau dia merasa hidupnya mungkin bisa berubah bila ada yang mengajaknya menikah. Belum tentu, setelah menikah keadaan makin baik. Dia tidak bisa meramal masa depan.
“Kirain sama yang kemarin …” Kania mencoba menebak. Tetapi, dia lantas diam karena Gladiola tampak tidak tertarik melanjutkan.
“Gini. Bulan depan, mungkin gue bakal susah ditemui.” Gladiola kembali bicara. Sebenarnya operasi payudara tidak mungkin menghabiskan waktu hingga satu bulan. Tapi, Gladiola yang memilih jalur gratisan masih harus mengurus ini dan itu sehingga dia yakin bakal susah ditemui bila Kania mencari. Dia juga sudah membeli ponsel biasa, yang tidak ada kamera dan bukan android. Benar-benar HP berlayar hitam putih yang cuma bisa telepon dan SMS demi menjaga agar kartu SIM-nya tidak mati. Gara-gara itu juga, dia kemudian berani menunjukkan kepada Kania kalau sekarang sahabatnya sudah boleh menelepon Gladiola lagi.
“Gaya lo.” Kania mendadak tertawa. Memang lawak kelakuan Gladiola itu. Kalau dia tidak bisa ditemu, cukup beritahu saja Kania. Kalau sudah begini, kelihatan sekali kalau dia sedang banyak lagak.
“Bukan begitu.” Gladiola kembali membalas, “Lo ingat, tahun kemarin gue pernah jatuh pas hujan, ketimpa galon?”
Wajah Gladiola tampak serius saat dia melanjutkan dan tawa yang tadi ada di bibir Kania mendadak menghilang begitu dia mengangguk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Langit Gladiola
ChickLitPelangi Langit Gladiola vs Hans Bastian Adam