32

9.2K 2.3K 350
                                    

Nggak.

Nggak lagi baek.

Cuma masih edisi lebaran aja.

Habis ini, kalau pada malas vote komen alias cuma numpang baca doang, eke apdet setahun sekali.

Yee, mak, kita pembaca habis kuota keles baca2 ginian. Lu kaga tau makasih cerita lu kita baca.

Ya kali eke aplot pake awan kinton dan modal makasih doang ama telkompret?

Yang rikues orang ketiga, keempat, kelima, se-RT, se-kabupaten, baca aja di sebelah. Dah 83 bab. Ga bisa direvisi lagi. Malees. Mo tamat juga🤣

***

32 Pelangi di Langit Gladiola

Jakarta. Lima tahun kemudian. Awal 2020

Hampir pukul empat subuh saat Gladiola mendengar dering dan getar dari ponsel yang dia letakkan di atas nakas. Matanya terbuka dan sekeliling kamar ternyata masih gelap. Hanya pancaran sinar dari layar ponsel yang membuatnya kemudian malas-malasan mengangkat badan untuk memeriksa siapa pelaku yang telah lancang membangunkannya. 

Hansnya Nia

Nama itu tertulis di bagian depan layar ponsel dan wajah Hans memenuhi seluruh layar. Gladiola mesti menarik napas dalam-dalam sebelum memutuskan untuk menjawab panggilan pria itu. 

"Waalaikumsalam. Baik bener lo bangunin gue, sekalian subuhan, gitu?" 

"Nia sudah telepon? Sudah ada kabar?" 

Tanpa basa-basi Hans langsung ke pokok masalah dan gara-gara itu juga, Gladiola kembali merasa kepalanya berdenyut-denyut. Ingatannya kembali segar dan dia sadar, baru empat jam sebelum terakhir kali dia berpisah dengan pria itu tepat di depan pagar kontrakannya tadi malam. 

"Belum." 

Dia tidak tahu apakah saat tertidur tadi Kania menghubungi atau tidak. Toh, belum sempat Gladiola memeriksa ponselnya sendiri, Hans sudah memborbardir dirinya dengan pertanyaan lain, "Dia kirim WA? Atau cek IG sama FB lo. Akses semua keluarga kami sudah diblok sama dia."

"Sabar kali. Gue tarik napas dulu, minum dulu. Baru bangun bener." Gladiola mencoba duduk dan mengucek mata. Benar-benar sinting pria di seberang sana. Memangnya dia tidak tidur sepanjang malam ini?

 Sudah tiga hari Gladiola dirongrong oleh Hans tanpa henti. Bahkan, tiga hari juga dia dicegat setiap pulang kantor. Alasannya? Hans memaksa Gladiola ikut pulang bersamanya untuk sama-sama menyusuri jalan demi mencari keberadaan Kania. Dia tiba-tiba saja menghilang dari rumah setelah sebuah pertengkaran dengan ibu dan abangnya. Sebagai sahabat, Gladiola mau tidak mau kena getah. Dia sempat menjadi tempat perlindungan wanita itu selama satu hari. Tapi, dia tidak tahu kalau kemudian Kania kabur di saat dia sedang bekerja dan meninggalkannya tanpa pesan sama sekali. 

"Kasihan Mama, nangis-nangis terus, La." Hans terdengar menghela napasnya dengan berat. Gara-gara Kania, pria itu jadi tidak tenang bekerja. Kadang, Hans hanya ke kantor selama setengah hari. Sisanya, dia mengelilingi Jakarta. Tapi, hingga kini hasilnya masih nihil. 

"Ya, gue nggak tahu dia di mana. Nia udah dewasa. Dia sudah dua puluh empat. Kalau lo pikir dia kabur kayak bocah, ya, salah. Seharusnya kalian kenal dia lebih dari gue." 

Gladiola sempat menggaruk perut dan menguap sebelum dia akhirnya menuruni tempat tidur dan menyalakan lampu di atas  nakas. Setelah ini, Hans pasti akan ngomel kepadanya. Tetapi, Gladiola tidak benar-benar mendengar. Yang dia lakukan kemudian adalah meletakkan ponsel kembali ke nakas, sebelah lampu tidur, lalu menyalakan pengeras suara di ponselnya. Dia sendiri memutuskan untuk mengikat kembali rambutnya menjadi sebuah cepol sebelum merapikan tempat tidur. 

Pelangi di Langit GladiolaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang