Ramein
Rameeiiin
Pake vote
Ama komen.
Yang nyari Hans, ada di Karyakarsa dan KBM app.
***
58 Pelangi di Langit Gladiola
Tidak perlu menunggu dua hari usai kejadian di rumah Ridho yang membuat Gladiola banjir air mata. Keesokan harinya, wanita dua puluh lima tahun tersebut memutuskan untuk menunggu Ridho di tempat kerjanya, di supermarket The Lawson.
Gladiola mengakui kalau dia agak ceroboh membiarkan semua itu berlarut-larut hingga akhirnya dia merasa kecolongan. Amat sangat tidak mungkin, Ridho yang selalu berkata amat menyayanginya kemudian dengan mudah mencampakkannya begitu saja. Gladiola amat ingin tahu sehingga hal itu terus mengganggunya.
Pukul delapan pagi, dia sudah menunggu di parkiran karyawan The Lawson. Ridho biasanya akan datang pada jam segitu. Dia tahu karena sudah hapal kelakuan dan sifat kekasihnya. Hal itu juga yang membuat Gladiola berpikir kalau Ridho pasti main-main tentang perjodohan yang diminta oleh Riana dan ibunya. Bukankah pria itu menyayanginya?
Sosok Ridho yang dia tunggu-tunggu akhirnya menampakkan diri sekitar pukul delapan lewat lima. Dari kejauhan, Gladiola mengenali helm dan jaket yang dipakai pria itu. Gladiolalah yang menemani Ridho sewaktu pria tersebut membeli jaket dan helm di Pekan Raya Jakarta.
Begitu motor milik Ridho berhenti di tempat dia biasanya parkir, Gladiola tanpa ragu mendekat. Dia menunggu kekasihnya menyelesaikan ritual melepas helm dan jaket barulah dia mengeluarkan suara. Respon Ridho? Tidak perlu ditanya lagi. Dia begitu terkejut seperti baru saja melihat kuntilanak.
“Ola? Kenapa kamu ke sini?”
Kenapa? Apa dia perlu menjelaskan semuanya kepada Ridho? Jika Kania tahu, dia pasti bakal dimaki-maki oleh sahabatnya itu karena mengedepankan perasaan. Tapi, jika tidak begitu, seumur hidup dia akan didera penasaran karena ditinggal begitu saja tanpa tahu alasan Ridho. Apalagi kabar dia telah dijodohkan dengan wanita lain sudah membuat air matanya jatuh berleleran. Coba saja kalau dia tahu berita ini ketika Ridho telah menikahi wanita lain? Gladiola sudah pasti bakal jadi gila.
“Harusnya aku yang tanya, selama dua minggu kamu hilang, kenapa nggak kasih kabar ke aku. Bukankah kamu orang yang sama, yang dua minggu kemarin meminta aku jadi istrimu, Mas?”
Gladiola menguatkan diri untuk tidak menangis. Air matanya sudah kering. Yang dia butuhkan kini adalah penjelasan. Dia sebenarnya tidak ingin hubungannya dengan pria di hadapannya ini berakhir. Malah, jika Ridho memintanya untuk bersabar, dia akan menunggu.
“Aku dibiarin menunggu kamu. Telepon dan WA-ku bahkan nggak kamu baca. Kamu kira aku nggak cemas? Kalau gara-gara Mama, masalah seratus juta itu bisa kita bicarakan. Aku bisa bantu dari tabunganku. Demi kamu, aku bakal usahain. Kita bakal berumah tangga, kan? Tapi, yang kuterima kamu malah hilang tanpa kabar dan sakitnya lagi, waktu aku ke rumahmu, tetangga kalian bilang kamu dijodohin sama cewek lain. Kok, kamu tega, Mas? Dua tahun ini nggak ada artinya sama sekali buat kamu?”
Untung saja saat itu suasana parkiran masih sepi. Tapi, jika dilihat orang juga Gladiola merasa masa bodoh. Ridho saja berani memperlakukannya begitu jahat. Perkara obrolan mereka didengar orang, juga bukan masalah.
“Sori.” Ridho mengusap wajahnya dengan kedua tangan. Wajahnya nampak kebingungan. Namun, ia juga terlihat merasa bersalah, Gladiola tidak tahu. Andai bisa dia pukul pria itu, dia akan melakukannya. Tetapi, Gladiola terlalu menyayangi Ridho. Satu kata maaf dari bibir pria itu bahkan sudah berhasil membuat matanya panas. Meski begitu, dia sudah berjanji tidak bakal menangis. Jika Ridho hanya memberinya kata maaf, dia tidak akan menerimanya semudah itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Langit Gladiola
Romanzi rosa / ChickLitPelangi Langit Gladiola vs Hans Bastian Adam