Masih betah?
Masih dukung Bang Dodo?
Apaaah? Ngefans ama Riana gegara gelang emasnya gede-gede?
***
57 Pelangi di Langit Gladiola
Atas bantuan Kania, Gladiola akhirnya berhasil tiba di supermarket The Lawson tempat Ridho bekerja selama beberapa tahun terakhir. Bicara tentang setia, pria itu sudah membuktikan kesetiaannya yang bekerja bertahun-tahun di supermarket yang sama tanpa berpindah. Tidak seperti Gladiola yang saat ini bekerja di kantor lain dengan alasan gaji dan jam kerja yang lebih baik.
Ketika mereka tiba, kondisi supermarket tampak ramai dan menurut Gladiola wajar saja. Saat itu masih suasana awal bulan. Banyak orang berbelanja mengisi kebutuhan rumah karena baru gajian. Tapi, fokus dan tujuan Gladiola bukan itu. Dia sedang mencari seorang pria yang beberapa hari terakhir tidak lagi berkomunikasi dengannya. Karena itu juga, matanya tampak mencari-cari keberadaan Ridho yang dia tahu pada jam segitu biasanya berkeliling mengecek barang-barang yang tersedia di supermarket.
Kalau kamu nggak mau aku kerja lagi, aku akan bersedia. Yang paling penting, kita mesti bicara.
"Lo ketemu?" suara Kania terdengar setelah lima menit mereka berpisah. Tadi, Kania berinisiatif mencari Ridho di bagian lain supermarket. Tetapi, dia kembali dengan tangan kosong. Ketika bertemu lagi dengan Gladiola, mata sahabatnya itu masih merah walau Gladiola tidak menangis lagi.
"Nggak kelihatan. Biasanya dia masih kerja." ucap Gladiola dengan nada lemah. Kepalanya berkali-kali bergerak menoleh ke kanan dan ke kiri. Tapi, sosok familiar yang selalu nangkring di mimpi dan hari-harinya itu seperti hilang.
"Tanya temen lo dulu, deh. Si Tata atau Kiki itu masih, nggak kerja di sini?" Kania bertanya lagi. Seperti Gladiola, dia juga menjulurkan kepala. Beberapa kali dia berharap kalau dia bisa lebih dulu menemukan Ridho dan mematahkan batang leher pria pengecut itu. Cih, bisa-bisanya dia berlari tanpa bilang apa-apa setelah dimintai duit seratus juta. Bukankah, seharusnya yang marah itu Gladiola? Sudah disuruh berhenti, dia juga bakal disuruh mengasuh nenek-nenek yang sebenarnya baik-baik saja. Dunia sudah gila. Apakah ini adalah modus baru mencari pembantu tanpa perlu menggaji mereka?
Oh, mungkin, dengan DP 100 juta, mereka bisa melakukan hal tersebut. Tetapi, bukankah sebelum perjanjian deal, Ridho sudah keburu menghilang? Duh, Kania tidak habis pikir.
"Mbak Kiki udah nikah. Udah keluar lama banget, setahun pas gue gabung. Kalau Mbak Tata masih ada." Gladiola membalas. Tangannya lalu merogoh tas kerja yang dia pakai, mencari-cari ponsel. Begitu menemukannya, dia segera mengaktifkan layar. Yang paling pertama Kania temukan adalah gambar Gladiola dan Ridho sedang duduk bersama, di sebuah kafe, sedang menikmati malam dengan dua cup kopi merk yang cukup terkenal.
Kania melemparkan pandang ke arah lain begitu dia merasa kalau Gladiola sadar dia diperhatikan dan si bungsu dari dua bersaudara tersebut memilih pura-pura menyanyi lagu entah apa yang penting asal keluar dari bibirnya. Tidak lama, Gladiola kemudian terdengar berbicara dengan seseorang dari saluran telepon dan Kania menduga, lawan bicaranya adalah Tata yang tadi disebutkan oleh Gladiola. Kania sendiri tidak mendengar lanjutan obrolan Gladiola dan Tata karena dia memutuskan melihat-lihat barisan makanan ringan dan teringat kalau abangnya suka sekali dengan jajanan itu.
Kania juga lantas teringat lagi ulah Hans yang menurut Kania ketinggalan zaman saat awal Gladiola usai dioperasi dan mulai kembali bekerja. Hampir setiap hari dia mampir ke supermarket dan supaya tidak dianggap penguntit gila, Hans membeli beberapa bungkus makanan ringan tersebut dan membawanya ke kasir. Begitu terus sampai ulahnya ketahuan Kania dan Gladiola kemudian memutuskan berhenti bekerja di supermarket lalu bergabung dengan kantornya yang sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi di Langit Gladiola
Chick-LitPelangi Langit Gladiola vs Hans Bastian Adam