07. Setetes Darah

1K 106 16
                                    

–Happy Reading's

Prang!

Dentingan kaca lagi dan lagi yang masuk ke dalam indera pendengaran pemuda hantu gentayangan itu sebanyak dua kali.

Ia terkejut saat tiba–tiba saja sudah ada serpihan kaca di bawah lantai Kakaknya, lebih tepatnya, tak jauh dari posisi Halilintar berdiri.

"Ng--nggak! Nggak mungkin kan kaloh Kak Antar yang–"

Prang!

Cetar!

Trak!

Tiga gelas kaca bening itu pecah saat Halilintar melemparnya bersamaan. Dirinya memandangi puas hasil karya nya sendiri, seolah–olah itu adalah lukisan yang baru saja jadi desain nya.

"Kurang," Cibir Halilintar lantas mengambil dua buah gelas kaca lagi. Ia letakkan kedua gelas itu dalam genggaman tangannya.

"Mau ngapain dia?" Lunar mengeriyit heran, seolah memang tidak tau apa yang sedang dilakukan oleh Kakaknya itu. Sebenarnya ia tau, cuman dirinya tidak ingin berfikiran yang negatif saja.

Bisa jadi Halilintar melakukan itu karna sebuah tugas dari sekolah nya? Tapi ...

Nggak mungkin lah ya kan, tugas sekolah seekstrim itu bukan?

Atau memang ada? Jika ada, catat itu adalah sekolah Anti Mekstrim.

Cengkraman pada dua buah gelas kaca itu semakin dierat kan. Halilintar tidak peduli pada luka yang sempat tercipta saat gelas pertama pecah ditangannya, akibat emosi yang menyeruak keluar.

Jangan salah pikir, sebelum Halilintar melakukan aksi mengenggam gelas kedua, sebelumnya ia sudah mencabut serpihan yang tertinggal di telapak tangan kanannya.

Tapi tidak dengan membersihkan darah yang masih melekat disana. Membuat gelas yang berada di genggaman tangan kanannya itu pun bercampur dengan bercak darah yang terus-menerus keluar seiring dengan Halilintar yang mencengkram erat gelas itu.

"Anjir, Kakak gue bego atau emang bego sih? Gak sakit apa dia lakuin kayak itu? Gue aja ngilu liatnya," Cibir Lunar bergidik ngeri melihat aksi fantasi Kakaknya.

"Mama, Papa sama yang lain pada kemana sih? Gak ada niatan apa buat ngehentiin, Kak Antar? Kaloh gue masih bisa nyentuh orang nih ye, udah gue hentiin aksi Kakak gue, sumpah lah." Cibik Lunar kesal.

Sebenarnya mau nih Hantu Gentayangan paan sih? Tadi minta pengen bisa baca pikiran manusia.

Lah sekarang malah minta bisa nyentuh manusia lagi, emang ya kaloh di kasih ginjal mintanya kepala.

Trak!

Kedua gelas itu berhasil pecah akibat genggaman tangan Halilintar. Darah mulai merembes keluar dari sela-sela kulit yang terkelupas itu.

Lunar. Pemuda gentayangan itu menatap ngilu, aksi Kakak nya tadi. Terlebih lagi saat ia melihat dengan jelas telapak tangan kanan Kakak nya itu semakin terluka parah.

Sementara dibawah duduk nya Halilintar ia menunduk, memandangi lekat tiap seluk–beluk luka tipis di tangan nya itu.

"Very beautiful scenery." Gumam Halilintar. Terlihat senyum tanpa arti tertera diwajahnya. Seakan ia baru saja menemukan hal aneh didepannya.

"Lo ... Ingkar janji, Halilintar." Hantu gentayangan itu tersenyum miris. Lunar memang sangat tau bahwa Halilintar hanya lah manusia biasa yang bisa kapan pun saja berjanji dan bisa kapan pun saja ingkar janji.

Forgive Us Brother | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang