08. Jurang Kegelapan?

1K 94 10
                                    

Alangkah baik nya memberi Vote sebelum membaca! Dan komen jika kalian menyukai bab ini!

Selamat membaca ><

••••

Bunyi EKG masih berdenyut dengan cepat memenuhi seluruh ruangan yang sudah bersuasana suram itu.

Ada sakit, teriris, kasihan, menyesal bercampur aduk menjadi satu.

Air mata tak pernah henti nya turun dari mata mereka. Masa bodoh lah mau dibilang cengeng atau seorang laki–laki itu tidak boleh menangis sama sekali.

Tit.. tit..

Tit.. tit..

"Maaf.. maafin Mama, Nak. Gara–gara kelakuan tak pantas Mama dulu kekamu, kamu jadi kayak gini, Maaf baby boy." Suara feminim dengan sedikit suara gemetar percampuran aduk menjadi satu.

Perkataan Dokter Alien tadi sungguh membuat hati Sandra sebagai perempuan hancur. Kenapa, kenapa harus anak pertamanya yang harus merasakan sakit seperti ini?

Kenapa tidak dirinya saja, Tuhan? Anak nya itu sudah menahan sakit sejak lama, dan kini harus merasakan sakit yang luar biasa lagi?

Kenapa takdir sejahat itu dengan Putra nya? Tidak bisa kah Putra nya itu mendapatkan kebahagiaan walau hanya 1 menit saja?

Flashback On.

Dokter, bagaimana kondisi anak Saya didalam Dok?

Kondisi pasien semakin detik semakin menurun. Pasien terlalu banyak mengeluarkan darah, pasien juga terlalu strees dan banyak pikiran yang membuat tubuhnya down seketika,

Apalagi ditambah dengan penyakit yang diidap nya, membuat pasien sekarang mengalami masa–masa kritis.”

Deg!

Hati wanita itu hancur seketika saat mendengar penjelasan Dokter Alien.

Kenapa, kenapa dari sekian banyak Putranya, kenapa hanya hidup Putra pertamanya saja yang begitu memperihatinkan?

Bukan. Sandra bukan bermaksud ingin mendoakan agar hidup Putranya yang lain merasakan kesengsaraan juga, namun ia hanya berpikir saja kenapa Tuhan hanya menguji anak Pertamanya?

Kenapa tidak dirinya saja yang merasakan sakit ini saat ini? Dia seorang Ibu, dia tau sakit nya bagaimana sekarang ini.

Yang Sandra takuti sekarang adalah, Halilintar bisa kapan pun saja pergi meninggalkan dirinya, entah itu berpamitan selebih dahulu atau tidak, seperti tragedi Lunar waktu itu.

Ap--apa Dok? Tumor ganas dan kebanyakan da--darah putih?” Suaranya serak karna tertahan dengan batu tajam yang menghantam hatinya sedari tadi.

Ia gagal. Dirinya gagal menjadi seorang Ibu untuk Putranya. Kemana saja dirinya? Saat Putra nya membutuhkan dukungan darinya dimasa–masa sulitnya?

Dimana kepekaan dirinya selama ini?

Dimana rasa bersalah dirinya selama ini?

Dimana rasa kasihan nya dahulu terhadap Putranya?

Apakah benar bahwa egonya lebih besar dari pada hati nuraninya?

Satu kejahatan yang berstatus ketidaksengajaan, mampu membuat api kebencian tumbuh didalamnya.

Forgive Us Brother | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang