38. Takdir Itu Menyebalkan

346 41 5
                                    

Malam hari, apa yang dapat kalian simpulkan saat mendengar kata itu?

Ya mungkin sebagai dari kalian akan menjawab bahwa malam hari adalah waktu yang paling tenang, sunyi, sepi, dan dingin.

Dan bagusnya lagi, malam hari adalah dunia hangatnya para anak–anak Cemara, tapi tidak dengan anak–anak broken home. Anak–anak broken home menganggap malam hari adalah rumah ternyaman nya dalam sepi nya malam hari yang membuat mereka menyukainya.

Hanya pada saat malam harilah mereka bisa bernafas lega. Memang tidak ada pelukan, canda tawa, bahkan tempat cerita untuk mereka.

Tapi percayalah, tempat cerita terbaik anak broken home adalah kekosongan pada malam hari.

"Hhhh..." Halilintar menghela nafasnya gusar, cowok itu mengacak–acak rambutnya, pusing.

Dia menatap kearah langit malam yang sepi dan sunyi. Ini baru saja pukul 23.40 Pm.

"Oma, aku terkadang bingung sama takdir. Kenapa takdir mempermainkan aku seperti ini?" Halilintar mulai bercerita pada angin.

"Kenapa sih mereka dateng lagi dan ngasih harapan ke aku? Aku udah berusaha bertahun–tahun untuk tidak menganggap diri ku ada disini bahkan aku juga sudah berhenti berharap kemereka, tapi kenapa mereka malah datang lagi ke aku?"

"Aku terlanjur betah di jurang ini, Oma, Elon harus gimana?"

"Hati Elon udah terlalu dingin dan terkunci rapat untuk menerima mereka kembali....." Lirih Halilintar.

Halilintar memejamkan matanya, lalu sebening cairan meluruh dari matanya, anak berusia 15 tahun itu menangis dalam diam menahan semua kesakitan nya.

"Sial, kenapa juga gue harus nangis kayak gini sih?"

"Kenapa mereka nyadarnya telat sih?! Kenapa gak dari dulu aja mereka nyadarnya? Kenapa baru sekarang kenapa tuhan kenapa?"

"Benar–benar menyebalkan, huh?"

.
.
.
.

"Hoam, insomnia sialan gara–gara ini gue jadi gak bisa tidur." Gumam seorang pemuda dengan piyama biru laut.

Pemuda itu berjalan keluar dari kamar nya, seraya membawa boneka paus kesayangan nya.

Ice, cowok itu menatap ke sekeliling lantai dua, tidak ada satupun orang disana. Sunyi, sepi. Ya memanglah, lagi pula orang bodoh mana coba yang masih terjaga di jam hampir 12 malem begini?

Terkecuali adik bungsunya, sih maniak eksperimen itu. Ya lampu kamar Solar masih tetap menyala, jadi Ice pikir mungkin Solar kembali bergadang lagi untuk menyelesaikan ramuan–ramuan aneh miliknya.

Dia menghela nafasnya sejenak, lalu melangkah masuk kedalam kamar Solar, tanpa mengetuk apalagi memanggil adiknya.

Ceklek

"Solar..... Lo bergadang lagi?" Ice berujar datar seraya menatap Solar yang masih fokus dengan bukunya.

"OHBLAZEBANCI!" Latah Solar kaget.

"Ish Kak Ice lo ngapain sih ngangetin gue hah?! Lo gak tau ini tuh udah jam 12 malem, gue kira lo setan lagi, huh!" Gerutu Solar kesal.

Ice terkekeh pelan, lalu tangannya terulur untuk mengacak–acak surai adikknya. "Sorry, kenapa lo belum tidur, hm?"

"Ntah, gue gak bisa tidur aja gitu mangkanya gue lebih milih baca buku aja," Ujar Solar dan dengan anehnya dia malah memeluk Ice secara tiba–tiba saja, huh ini benar–benar mengejutkan!

Sementara itu Ice tak ambil pusing soal itu, dia malah membalas pelukan adik bungsunya itu.

"Lo sendiri ngapain belom tidur? Terus juga ngapain ke kamar gue?"

Forgive Us Brother | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang