30. Broken Home

287 37 3
                                    

"Ma?"

"Hm?"

"Maksud Mama nampar Sandra tadi apa?" Tanya Rayendra sedikit kesal.

Mesya menatap datar anak kedua nya itu. "Mama nampar Sandra bukan tanpa sebab Rayen."

Rayendra mengangguk mengiyakan apa yang dikatakan oleh ibunya. Rayendra tau betul tentang sikap ibunya dari dulu.

Ada alasan kenapa Mesya melakukan hal itu kepada Sandra.

"Semua ini salah Sandra." Jeda Mesya sejenak, "Kamu tau Rayen? Seharusnya istri kamu itu tidak mengatakan hal yang tidak enak didengar oleh anak kamu sendiri."

"Menyalahkan seseorang karna sebuah tragedi takdir itu tidak benar."

"Kamu boleh marah sama Mama. Tapi Mama berhak marah sama menantu Mama sendiri, karna ini semua salah dia, dia tidak seharusnya mengatakan hal seperti itu kepada anak mu."

"Maksud Mama apa?" Rayendra justru kebingungan disaat Mesya hanya mengatakan kejadian tarik ulur tanpa mengatakan inti dari permasalahan.

"Halilintar."

Rayendra terdiam, wajah nya langsung berubah saat mendengar nama putra pertamanya itu. "Kenapa lagi dengan anak itu?"

"Apa anak itu menyebabkan sesuatu yang membuat orang lain kembali rugi?" Tanya Rayendra membuat Mesya hanya diam.

"Ohh, aku tau atau jangan–jangan anak itu merencanakan aksi bodoh lagi supaya ada orang lain yang celaka karna–"

"Cukup Rayendra Levaron! Saya tidak pernah mengajari mu hal–hal seperti itu! Apa ini, kenapa kau malah berburuk sangka kepada anak mu sendiri?"

"Dia darah daging mu, dia penerus mu. Dia anak mu. Kenapa kamu malah meren–"

"Rayen gak bakalan merendahkan anak itu kalau saja dia bisa berhati–hati saat itu. Mungkin saja Calendar masih hidup sekarang."

"Dan seharusnya Mama tau, suara adzan yang aku kumandangkan didepan mayat Calendar saat itu seharusnya bukan aku yang melakukan nya!"

"Maksud kamu?"

Rayendra tersenyum sumringah kearah Mesya. "Asal Mama tau, hari kematian Calendar adalah hari lomba adzan miliknya yang diadakan oleh sekolah. Calen sudah berjanji akan menunjukkan suaranya ketika mengumandangkan adzan didepan ku, tapi ini apa? Anak bodoh itu menghancurkan semuanya."

"Bahkan, dia juga menghancurkan janji Calen kepada ku. Sialan bukan?" Kata Rayendra membuat Mesya terdiam.

"Mama salah, kaloh Mama milih dia sama aja–"

Plakk!

Wajah Rayendra seketika menoleh kesamping, saat Mesya menampar nya tadi. "Rayendra Levaron! Jangan ucapan kamu, dia masih anak kamu. Darah daging kamu."

"Mama gak pernah salah milih cucu Mama sendiri dari pada harus mendengarkan orang lain!"

"Rayen, Mama tau kamu sudah dewasa. Ini urusan keluarga kamu, tapi kali ini kamu sudah keterlaluan. Jangan sampe Halilintar mendengar–"

"Belain aja dia terus, Oma! Dia kan cucu kesayangannya Oma!!" Entah dari arah mana asalnya Solar tiba–tiba saja datang, yang jelas bocah laki–laki itu langsung saja membentak Mesya.

"Solar, yang sopan sama Oma, dia–"

"Aku tau Oma, Nenek aku, Pa. Tapi aku bosen liat Nenek akhir–akhir ini sering belaan si sialan itu. Padahal sudah jelas–jelas yang lain sudah muak sama dia."

"Hanya Oma sendiri lah yang masih mau menganggap dia keluarga disini. Bagi aku dia cuman sampah disini," Cibir Solar.

"Terserah kalian saja, Oma sudah capek menasehati kalian. Yang hanya kalian tunggu sekarang hanyalah sebuah penyesalan yang telah terlambat saja." Mesya pergi begitu saja, meninggalkan Rayendra dan Solar yang hanya bisa menatapnya.

Sementara itu, jauh dibalik sebuah pohon besar Halilintar hanya diam, memandangi sang Ayah dan adiknya.

Tentu saja, dirinya mendengarkan pembicaraan singkat dan menyakitkan itu.

Anak itu tersenyum manis, sangking manis nya, membuat awan yang tadinya cerah kini berubah menjadi mendung.

Gelap. Sebentar lagi pasti akan hujan.

Dan memang seharusnya aku gak perlu lahir dari keluarga ini.

Tuhan, aku tau, semua manusia itu mempunyai rintangan hidupnya masing–masing, tetapi kenapa engkau memberi nya disaat hamba masih di usia dini tuhan?

Dan memang pantas nya, aku saja yang mati waktu itu, bukannya dirimu.

"Maaf. Maaf karna aku kalian harus kehilangan anak kalian. Bahkan kalian sudah kehilangan peran orang tua kalian untuk satu anak."

"Aku jadi berpikir bagaimana ketika yang mati waktu itu aku dan bukannya Lunar, apa kalian juga akan membenci Lunar atas kematian ku?"

"Atau malah sebaliknya tidak, ahaha."

"Aku harap, kalian benci sama aku gak terlalu lama ya, Ma, Pa, karna diabaikan oleh orang tua lebih sakit dari pada di bully habis–habisan sama teman kelas."

"Dan aku mohon ya tuhan, jangan ambil kehidupan Cemara ku. Aku tidak mau merasakan kehidupan broken home, tuhan ..."

.
.
.

Halilintar terdiam ditaman, cowok itu hanya bisa diam saat dia mengingat beberapakali masalalunya.

"Dan nyatanya, gue memang ditakdirkan untuk merasakan apa itu broken home, bahkan Cemara saja jijik ngeliat gue."

"18 tahun gue hidup, tapi sampe sekarang gue masih bingung apa kebahagiaan gue didunia ini? Apa yang buat gue harus bertahan bahkan berjuang sampe sini?"

"Kaloh dulu mungkin gue bertahan demi Oma. Gue berjuang demi mempertahankan keluarga Cemara gue yang pada akhirnya hancur juga. Kebahagiaan gue ada di orang rumah, tapi semuanya hancur semenjak kejadian itu terjadi. Rumah jadi seperti neraka dunia."

"Lalu sekarang gue bertahan disini karna apa? Karna Mama? Karna mau menyembuhkan mental gue? Menutupi luka–luka gue selama ini? Membangun keluarga Cemara lagi, iya gitu?"

"Arrhh, gak tau lah gue hidup buat apa pusing gue mikirin nya. Lebih baik gue mikirin soal kelulusan gue di SMA. Senin nanti udah USP gue. Entah lulus entah kagak." Gerutu Halilintar kesal.

Halilintar itu aneh menurut Taufan dan Blaze, dan kurasa memang iya. Dia kadang–kadang bisa ramah, dingin dan judesnya minta ampun.

Sifat sih gledek emang gak pernah bisa ditebak dari dulu.

Τανν🥀

Hello kalian, akhirnya aku up juga ya setelah sekian lamanya, hehe.

Kaloh ada typo silahkan tandain!

Udah itu aja, jangan lupa vote sama komen ya, biar cepet–cepet next chapter, ya kalo ada ide sih, hehe:)

By : @AqueeneIntan.

Forgive Us Brother | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang