24. Album

617 76 6
                                    

Mengabur adalah pandang yang dapat Halilintar tangkap dalam matanya saat pertama kali membuka mata.

Laki–laki itu mengeriyit heran, saat tempat ini begitu asing baginya. Putih. Dan berbau obat, sungguh menjijikkan.

"Udah bangun, sayang?" Halilintar menoleh, lalu mendapatkan sang Mama dengan mata sembabnya.

"Mama, kenapa nangis? Aku kenapa bisa disini? Oh iya, Filan gimana dia–"

"Aku baik, Kak." Potong Thorn dengan senyum hangat menghiasi wajahnya.

"Jangan kayak tadi, bikin khawatir aja tau gak," Celetuk Gempa dengan membenarkan anak rambut Halilintar yang berantakan.

"Maksud kamu?"

"Maaf," Gumam Blaze, dengan wajah tertunduk. "Maaf, Kak. Gue gak bermaksud kayak gitu sama lo. Gue gak tau kaloh rencana gue bisa seburuk itu dampaknya ke lo,"

"Maaf, gak bakalan ngulangi lagi deh, janji!"

"Jangan dimasukin hati ya Lin soal yang tadi, itu semua cuman lah rencana kami biar lo inget semuanya lagi," Tukas Beliung.

"Maksudnya? Lo pada ngomongin apaan sih, gue gak ngerti sama sekali, sumpah. Yang gue tau, gue cuman ada disini, dengan kepala gue yang sakit, dan sebelum gue disini, gue inget lagi terkapar lemas diaspal karna–"

"Lo gak inget apapun soal tadi?"

"Bahkan soal lo koma atau amnesia?"

"Amnesia? Gue?" Kata Halilintar seraya menunjuk dirinya sendiri, lalu tak lama dari situ dirinya mendapat anggukan dari Petir.

"Kok bisa?"

"Panjang ceritanya. Udah gak usah dibahas lagi, mending sekarang lo tiduran aja dulu, lo pasti masih pening kan?" Ujar Kristal, mencoba mengalihkan topik pembicaraan mereka.

.
.
.

"Mau dibilang ini aneh iya, ini emang aneh sih kata gue,"

"Aneh? Lo ngomong apaan sih sat, tiba–tiba aja ngucapin hal yang kayak gitu,"

"Mangkanya dengerin dulu gue ngomong. Jangan main potong aja, bangsat," Gerutu Sopan kesal.

"Nyenye, mingkinyi dingirin dili giu ngiming. Jingin miin piting iji, bingsit. Giliran orang diem dianya marah. Giliran dijawab dianya juga marah, dasar gelebuk emang!" Cibir Beliung kesal.

"Udah anying. Ngapa jadi pada ribut gini sih? Lo mau ngomong apaan Pan, emangnya?"

"Gak ada sih. Gue cuman bingung aja, kok bisa ya rencana nya sih Aze bisa bikin ingatan Halilintar balik lagi? Padahal kita ngelakuinnya, aja gak sampe satu hari lohh."

"Maybe, benar kata pepatah, bahwa mau kamu lupa ingatan atau lupa sama jati diri kamu, kamu tetap tidak akan pernah bisa melupakan memory buruk dalam hidup mu."

"Lagian kan, emang setau gue Halilintar gak pernah nemuin memory bahagia lagi dihidup dia. Mangkanya mungkin, dengan ngerasa dejavu itu buat dia sadar. Sadar bahwa dia lupa ingatan," Timpal Tanah, dan mampu mendapatkan anggukan dari mereka.

"Dah lah cok, dari pada kita disini ngegibahin gak jelas, mending kita kasih liat nih album kek Kak Elon,"

"Album?"

"Iya, tadi Mama ngasih ini ke gue, katanya gak sengaja nemu ini album dilaci meja belajar Lunar,"

"Ngapain Mama kekamar Lunar?"

"Kangen, maybe," Kata Taufan acuh.

"Ya udah kaloh gitu, buruan gih lo pada nemuin Halilintar sana."

"Terus kalian?"

"Kami disini aja, lagian kan ini urusan kalian ya. Sekalian biar Halilintar bisa buka hati buat kita semua, dengan ngeliat kenangan masalalu dalam album itu,"

.
.
.

Ceklek.

"Ya ampun Kak, baru aja sadar udah main baca buku aja lo,"

"Cuman baca buku doang kan, gak sampe kemana–mana juga kan?" Sahut Halilintar malas.

"Ya tetap sama aja,"

"Terserah gue. Mana yang lain?"

"Diluar, katanya mau ngegibahin sesuatu,"

"Terus lo pada ngapain disini? Ngapain gak ikut ghibah bareng mereka?" Celetuk Halilintar dengan alis yang dinaikkan satu.

"Dih, ngusir lo?"

"Bagus kaloh nyadar. Buruan–"

"Diem. Gak usah sok ngusir–ngusir ya lo. Kami kesini karna mau nunjukin sesuatu sama lo," Dengan lantangnya Taufan mengangkat album berwarna biru kaste itu.

Halilintar terdiam, memandangi album itu dalam. Sudah lama sekali, ia tidak melihat benda itu. Terakhir kali dirinya melihat itu, saat tidak sengaja melihat Sandra tengah membaca sesuatu didalamnya.

"Maling lo dari Mama?"

"Enggak lah anjir! Orang Mama tadi yang ngasih ini ke gue."

"Ya udah kaloh gitu mending kita liat aja yuk, dari pada jadi penasaran,"

"Ini bukan Mama yang nulis kayaknya, soalnya tulisannya beda,"

"Emang bukan Mama, tapi Lunar."

"Lunar?" Halilintar mengangguk mendengar beoan dari mereka. "Iya, dulu Mama pernah bilang ke gue, kaloh semisalnya Lunar nulis sesuatu tentang kita disana,"

"Mangkanya isi album itu gak sampe seberapa. Palingan juga 10 lembar,"

Solar tersenyum miring, saat dirinya baru saja membuka tiap halaman dari album peninggalan Lunar, adiknya itu.

"Yakin lo disini semua tentang kita?"

"Maksud lo?"

"Album ini, berisikan tentang Kakak terbaik Lunar. Kakak yang tau apapun yang dilakukan olehnya, apapun yang terjadi dengan dirinya, cuman ada satu."

"Dan disini hanya tertera satu nama saja yang selalu dibahasnya."

"Dan itu, adalah lo, Halilintar Kevlon Rayendra,"

"Panutan terbaik, dari seorang Lunar Calendar Rayendra."

----

Gimana Beb, masih mau liat isi album Lunar gak? Kaloh mau ntar bakalan ada di last chapternya.

Seperti biasa, vote, komen nya jangan lupa ya.

Suka sama karya dari aku? Jangan lupa follow ya!

By : @AqueeneIntan.

Forgive Us Brother | S2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang