3. Masih Harus Berlanjut

689 113 10
                                    


Rintik air hujan jatuh membasahi bumi. Tidak deras, namun seolah datang karena diutus untuk membawa serta sedikit keputusasaan dalam diri Soobin. Terbukti, samar aroma tanah basah mampu membuatnya lebih tenang dari sebelumnya. Menarik nafasnya dalam, sebanyak mungkin Soobin menghirup aroma alam yang menenangkan itu.

Matanya menoleh pada Taehyun yang berjongkok disebelahnya, menunduk menatap tanah. Menggurat tangannya diatas tanah yang tidak basah. Menggambar abstrak.

Kini mereka, bersama penghuni flat yang lain tengah berteduh di emperan toko yang terletak berseberangan dengan flat itu. Menatap nanar bangunan yang sebelumnya menaungi mereka, menjadi tempat pulang setelah seharian menjadi budak dunia.

"Kami semua sudah memutuskan"

Kepala Soobin terangkat begitu mendengar suara paman satpam penjaga flat yang berada tepat disampingnya. Seakan sengaja mengambil tempat disana untuk berbicara dengannya.

Paman itu melipat bibirnya, ragu. Tapi kemudian memutuskan menatap mata Soobin yang nampak sayu. Seolah peristiwa kemarin menarik jiwanya pergi dari raganya. Tak bernyawa.

"Kami semua benar-benar kehilangan segalanya. Keluarga, harta benda, dan lain-lain setelah peristiwa kemarin. Sebagian besar dari kami memutuskan untuk kembali ke kampung halaman untuk menenangkan diri dan merenung"

Soobin tak menanggapi saat paman itu memberi jeda. Ia masih menunggu pria baya itu melanjutkan kalimatnya yang belum rampung, walau sesungguhnya ia sedikit banyak sudah paham kemana arah pembicaraan ini.

"Sebaiknya kalian juga kembali ke tempat asal kalian. Jangan kawatir, kami akan membantu mengantarkan kalian kepada keluarga kalian dengan selamat"

Pandangan Soobin teralihkan dari paman itu. Ia kembali menatap flat yang sudah hangus itu dengan hati bergetar. Flat itu adalah tempat asalnya. Ia hanya punya ibu dan Taehyun sebagai keluarganya. Dan sekarang dia hanya memiliki Taehyun yang tersisa. Soobin sudah tidak punya siapa-siapa lagi, juga tempat yang bisa dijadikan tujuan.

Ibu membawanya ke kota ini saat ia berusia delapan tahun. Soobin bahkan sudah lupa sebelumnya mereka tinggal dimana, di kota apa, mengenai sanak saudara yang lain pun Soobin tidak ingat.

"Nak?" Paman itu memanggil Soobin saat anak itu tak kunjung menanggapi ucapannya.

Soobin menoleh, menggeleng kecil. Terkekeh miris. "Kami sudah tidak punya siapa-siapa, juga tidak memiliki tempat tujuan"

Paman itu terdiam, bingung. Ia lalu mundur sejenak, merundingkan masalah ini dengan yang lainnya. Menanyakan apakah diantara mereka ada yang bersedia menampung dua anak malang itu. Mereka menggeleng. Jangankan menampung orang lain, untuk menghidupi diri sendiri saja sudah kesusahan.

Soobin mendengar semuanya. Ia menarik Taehyun mendekat dan mendudukkannya di pangkuan. Memeluk erat. Sebelumnya jangankan memeluk, mengajak bicara Taehyun pun Soobin sangat jarang. Tapi saat ini rasanya satu-satunya yang bisa menjadi alasannya bertahan hanya Taehyun. Bagaimanapun, kehidupan masih terus berlanjut.

Untungnya Taehyun tidak menolak. Anak kecil itu menunjukkan telapak tangannya yang kotor oleh tanah. Untungnya luka di telapak tangannya tidak ikut kotor. Soobin membersihkannya pelan dengan ujung bajunya. Mengusap-usap dan meniupnya lembut.

"Sudah bersih" kata Soobin sambil senyum.

Taehyun mengangguk dan membalas senyum Soobin. Memainkan jari-jari tangan Soobin dan menghitungnya walaupun hitungannya berantakan.

"Hyung, setelah ini kita tidur dimana?" Tanya Taehyun yang akhirnya menyerah dengan hitungannya yang tak kunjung selesai. Mendongak menatap wajah Soobin.

THE PIECE OF YOURS || TXT BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang