"Ck, minggirlah! Sialan!"Soobin melajukan mobil hitamnya dengan kecepatan tinggi. Wajahnya mengerut dan tak hentinya mengumpati kendaraan lain yang menghalangi jalannya. Tangannya menggenggam roda kemudi dengan erat sampai urat-urat tangannya menonjol.
Ia panik, tentu saja. Sudah pukul sembilan dan Taehyun tidak diketahui keberadaannya dimana. Soobin sadar ini salahnya. Ia tidak menyangka syuting hari ini sampai sore padahal jadwalnya hanya sampai siang. Bodohnya lagi, ia lupa mengutus seseorang untuk menjemput Taehyun.
Begitu selesai syuting dan Kai mendatanginya, menagih janji untuk mengganti wallpaper ponselnya sambil menunjukkan hasil penilaian mingguannya yang sempurna, barulah ia teringat bahwa Taehyun masih menunggunya. Maka Soobin buru-buru mengendarai mobilnya menuju sekolah Taehyun, tidak lagi memperdulikan rekannya yang masih harus berbenah, juga tak menghiraukan beberapa barangnya yang tertinggal. Asistennya yang akan mengurusnya.
Tapi begitu sampai, yang Soobin dapati hanya gerbang sekolah yang sudah terkunci rapat. Soobin mencoba menghubungi Taehyun, bahkan sampai berkali-kali tapi tidak ada satupun yang dijawab. Ia bahkan sudah meminta bantuan asistennya untuk ikut mencari Taehyun juga, namun sampai sekarang belum juga ada titik terang.
Mencoba menyusuri jalan kearah rumah pun, Soobin tak kunjung menemukan eksistensi adiknya. Jantung Soobin berdetak kencang, membuatnya sesak oleh rasa takut. Soobin takut, untuk banyak hal.
"Taehyun, kau dimana..." lirih Soobin pelan.
Tidak ada petunjuk sama sekali. Tidak ada yang bisa dihubungi. Soobin tidak tahu siapa saja teman sekolah Taehyun, yang lagi-lagi membuatnya sadar bahwa ia sudah semakin jauh dengan Taehyun. Adiknya yang dulu sedekat nadi, kini terasa begitu berjarak.
Soobin mengambil ponselnya susah payah yang tadi ia lemparkan begitu saja kebawah. Sekali lagi mencoba menghubungi Taehyun dengan hati penuh harap.
"Kumohon, Taehyun...." suara Soobin bergetar. Rasanya hampir sinting.
"Hyung?"
Oh astaga, jantung Soobin rasanya melompat sering dengan rasa lega yang menelusup begitu sapaan itu terdengar. Terimakasih, Tuhan karena telah mengabulkan permohonannya.
"Taehyun, astaga. Kau dimana?!" pekik Soobin.
Tidak ada jawaban untuk sesaat. Hanya terdengar suara gemericik air hujan yang masih turun rintik-rintik, agak lebih deras dari sebelumnya.
"Taehyun!"
"Hyung, aku tidak tahu ini dimana" suara Taehyun tersendat. "Hyung, aku takut"
Soobin memejamkan matanya sesaat, sakit mendengar kalimat putus asa itu. Ingin berteriak untuk melepaskan emosinya, tapi ia harus mencoba tenang saat ini atau Taehyun akan makin panik.
"Tenanglah" ujar Soobin. "Katakan, apa yang ada di sekitarmu? Gedung, bangunan, atau apapun coba katakan dengan detail. Hyung akan mendatanginya"
"Aku di jalan. Tidak ada gedung. Ini jembatan, bawahnya jalan besar"
Soobin lantas memutar arah menuju jalan sebaliknya. Tidak tahu bagaimana Taehyun bisa berada di daerah yang berlawanan dengan arah pulang. "Tunggu disana, Hyung akan segera datang. Jangan kemana-mana lagi, cukup diam dan tunggu"
Tidak ada jawaban lagi dari Taehyun karena Soobin lagi-lagi melempar ponselnya asal. Menambah kecepatan mobilnya menuju tempat yang Taehyun sebutkan. Hatinya buncah, sedikit lega.
Hingga akhirnya ia tiba di jembatan tersebut, menyusuri tepian jalan dengan mata tajamnya. Soobin memelankan laju mobilnya saat dari jauh ia mendapati sebuah siluet yang amat dikenali. Begitu yakin itu Taehyun, Soobin total menghentikan mobilnya di tepi jalan dan langsung keluar menghampirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PIECE OF YOURS || TXT BROTHERSHIP
FanfictionBUKAN LAPAK BXB‼️😠 _________________________________________________________________________ Diusia 6 tahun, Soobin harus merasakan kehilangan untuk kali pertama. Ayahnya pergi, entah kemana. Tanpa pamitan, tanpa kata perpisahan. Hanya sebuah guci...