4. Tidak Ada Pilihan

585 109 6
                                    

Kritik dan saran bisa disampaikan di kolom komentar 🙏

***

Tangan Soobin bergerak lincah merapikan kotak-kotak kardus yang ada di lantai dan menaikkan ke rak yang masih kosong. Beberapa kali ia terbatuk karena debu yang cukup banyak. Beres dengan kotak-kotak itu, Soobin beralih mendorong kursi rotan ke pojok ruangan. Lalu membuka lemari plastik untuk melihat isinya. Tidak ada apapun untungnya. Hanya saja dipenuhi debu.

Ia lantas berjalan kearah pintu, dimana bibi Saemi tadi memberikan alat untuk bersih-bersih berupa sapu, dan kain kering beserta se baskom air yang diletakkan diatas meja. Soobin membasahi kain itu dengan air dan mulai mengelap perabotan yang berdebu. Menyapu lantai, hingga mengganti seprai yang sudah berdebu dengan yang bibi Saemi berikan juga tadi.

Sedangkan Taehyun hanya menyaksikan tanpa berbuat apa-apa. Tadi Soobin memintanya membantu, tapi begitu mendengar Taehyun yang terus-menerus bersin terkena debu, ia malah menyuruh Taehyun diam menunggu.

Tidak membutuhkan waktu lama untuk Soobin berbenah karena ruangan itu tidak terlalu berantakan, juga Soobin dan Taehyun tidak membawa barang apapun selain tas kecil Taehyun yang isinya hanya buku-buku, krayon, mainan pemberian Dokter Sua, juga kertas berisi gambar yang belum sempat Taehyun tunjukkan pada ibu. Soobin sendiri hanya membawa ponsel dan charger yang memang selalu ia bawa kemanapun. Hanya itu yang mereka miliki, beserta sepeda yang terparkir di teras.

"Nah, sudah selesai" Soobin mengusap peluh di dahinya. Tersenyum lega dan menoleh kearah Taehyun yang berdiri disudut ruangan sambil terkantuk-kantuk. Kekehan halus keluar dari belah bibirnya. Kaki panjangnya membawa langkahnya menghampiri anak itu dan membawanya kedalam gendongan.

"Mengantuk?"

Taehyun menggeleng. Tapi meletakkan kepalanya di bahu Soobin dan memainkan tali hoodie yang dipakai kakaknya itu.

"Sudah selesai?"

Soobin menoleh saat mendengar suara itu dari arah pintu yang memang tidak tertutup. Seorang pengurus, berbeda dengan yang tadi, berdiri diambang pintu sambil ditangannya membawa kotak yang tidak terlalu besar. Soobin ingat, wanita itu mengaku bernama bibi Hari.

Soobin mengangguk menjawab pertanyaan bibi Hari, dan lantas wanita itu melangkah masuk. Meletakkan kotak diatas kasur dan meminta Soobin duduk disampingnya.

"Ini beberapa pakaian untuk kalian" tidak berbeda dengan bibi Saemi, bibi Hari pun terlihat cuek. Hanya saja, bibi Hari masih menyelipkan seulas senyum diantara nada bicaranya yang ketus.

"Terimakasih" kata Soobin. Bibi Hari membalas dengan senyum dan hendak beranjak, tapi Soobin menahannya ketika ia teringat sesuatu.

"Bibi, aku ingin bertanya"

Bibi Hari mendongak, menunggu Soobin melanjutkan ucapannya.

"Sebelumnya maaf, tapi apakah anak-anak disini bersekolah?" Nada bicara Soobin agak ragu. Takut pertanyaannya menyinggung.

Tapi raut wanita itu biasa saja dan mengangguk pelan. "Tentu, pemilik yayasan juga menyekolahkan mereka. Ya, walaupun di sekolah ala kadarnya"

Soobin lega. Setidaknya Taehyun tidak akan putus sekolah.

"Adikmu sudah sekolah?" Tanya bibi Hari.

Soobin mengangguk dan menyebutkan nama sekolah tempat Taehyun selama ini belajar. Terlihat bibi Hari menghela nafasnya dan menepuk lengan Soobin pelan.

"Jika kau ingin adikmu tetap sekolah, maka mau tidak mau harus pindah ke sekolah tempat anak-anak disini belajar. Pemilik yayasan bukan orang yang ingin repot. Lagipula sekolah tempat adikmu itu lumayan mahal"

THE PIECE OF YOURS || TXT BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang