Nyatanya, malam ini pun Soobin kembali pulang larut saat Taehyun sudah terlelap sendirian. Nyatanya, malam ini pun Soobin kembali mengingkari janjinya, melupakan camilan yang katanya akan ia bawakan untuk Taehyun.Bahkan hari-hari berikutnya pun Taehyun menjalaninya dalam ketakutan dan kesepian. Anak-anak di sekolah semakin menjadi-jadi mengerjainya. Tidak ada yang mau berteman dengannya. Mereka mendekati Taehyun hanya untuk menjahili, menertawakan dan menggoda Taehyun. Mengatainya dengan sebutan 'anak bodoh'.
Juga anak-anak di panti, mereka masih bersikap sama. Dingin, acuh, mengabaikan Taehyun begitu saja. Jika sebelumnya ada Mino yang terkadang mengajaknya bergabung, tapi kali ini Taehyun benar-benar sendirian. Dua hari lalu ada sepasang suami istri yang datang kesini, membawa Mino pergi. Katanya, hanya sebentar, sekedar jalan-jalan. Itu yang mereka katakan pada Taehyun.
Maka Taehyun hanya bisa menatap diam kepergian Mino, bingung mengapa anak lain justru menangisinya. Mino kan, hanya pergi sebentar. Tidak akan lama. Apakah mereka juga ingin diajak jalan-jalan?
Tapi nyatanya sampai saat ini pun Mino tidak kembali. Tidak ada lagi yang mengajak Taehyun bergabung untuk bermain. Sepulang sekolah, Taehyun hanya akan berdiam diri di kamar sampai pengurus panti memanggilnya untuk makan. Menghabiskan waktu untuk menunggu Soobin dengan menggambar yang nantinya akan ia tunjukkan pada Soobin, tapi akhirnya Taehyun akan ketiduran sebelum Soobin pulang. Dan sekarang hasil karyanya sudah banyak, tapi tidak ada satupun yang berhasil ia pamerkan pada sang kakak.
Taehyun mencoba mengerti, tidak pernah mengeluh. Soobin pernah berkata padanya bahwa Soobin sedang bekerja keras agar bisa selalu membelikan Taehyun camilan, agar bisa membawanya pindah ke rumah yang nyaman, agar bisa kembali bersekolah di sekolah lamanya, agar bisa mengajak Taehyun jalan-jalan kemanapun.
Saking pengertiannya, bahkan sekalipun Taehyun tidak pernah mengadukan semua kesulitan yang dia alami sepanjang hari. Taehyun menanggung semua itu sendiri. Tidak ingin membebani Hyung lebih dari ini.
Taehyun hanya ingin menjadi adik yang baik untuk Soobin Hyung. Berharap jika dengan begitu, Soobin Hyung akan selalu ada untuknya.
***
Hari ini, Soobin bisa pulang jauh lebih cepat. Restoran tempatnya bekerja sedang digunakan untuk acara pesta, hingga untuk hari ini mereka tidak menerima pesanan antar. Jadi Soobin mendapatkan jatah libur. Baguslah, lagipula mood Soobin sedang sangat buruk karena kejadian di sekolah tadi, dimana ia mendapat teguran dari wali kelasnya karena nilainya belakangan menurun. Untungnya tidak begitu drastis dan Soobin masih bisa memperbaiki hingga beasiswanya tetap aman.
Tadi Soobin sempat mampir ke minimarket. Membeli camilan dan es krim untuk Taehyun. Sejujurnya Soobin merasa sangat bersalah karena belakangan ia semakin sibuk sehingga semakin sedikit waktu yang bisa ia berikan untuk menemani Taehyun. Jadwal sekolahnya semakin padat mengingat Soobin adalah siswa tingkat akhir. Belum lagi karena pekerjaannya. Pasti Taehyun sangat kesepian. Terlebih Mino yang ia ketahui paling dekat dengan Taehyun sudah tidak lagi tinggal di panti setelah sepasang suami istri mengadopsinya.
Soobin menarik nafasnya, memperbaiki raut wajahnya yang tertekuk sebelum bertemu Taehyun. Dengan senyum terkembang, Soobin menekan gagang pintu, mendorongnya pelan. Berniat mengejutkan Taehyun. Dalam bayangannya, anak itu pasti sedang menggambar sambil bersenandung kecil. Senyum Soobin makin melebar, antusias karena sungguh, ia pun rindu menghabiskan waktu dengan Taehyun.
Tapi senyum Soobin kembali terlipat saat tidak menemukan siapapun disana. Soobin masuk, meletakkan barang-barangnya seperti biasa dengan dahi mengerut. Tadi saat menuju kesini, Soobin melihat beberapa anak bermain di teras, beberapa di ruang tengah tapi sama sekali tidak mendapati Taehyun.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PIECE OF YOURS || TXT BROTHERSHIP
Fiksi PenggemarBUKAN LAPAK BXB‼️😠 _________________________________________________________________________ Diusia 6 tahun, Soobin harus merasakan kehilangan untuk kali pertama. Ayahnya pergi, entah kemana. Tanpa pamitan, tanpa kata perpisahan. Hanya sebuah guci...