39. Entitled

525 87 14
                                    


Pagi ini Soobin terbangun dengan perasaan hampa saat Siwoo dengan tidak lembutnya membangunkannya. Mengingatkan bahwa pukul sepuluh nanti ia memiliki jadwal padahal saat ini ia sedang tidak dalam suasana hati yang baik untuk beraktifitas. Soobin menatap kosong dinding kamarnya dengan helaan nafas pelan. Teringat mimpinya semalam.

Ia bermimpi saat dimana mereka masih tinggal di flat kumuh yang masih utuh. Di sana, ia melihat adik dan ibunya tengah bercanda ria seperti biasa sedangkan dirinya hanya tersenyum kecut menyaksikan interaksi tersebut. Lalu Taehyun yang masih kecil itu menoleh dan menghampirinya dengan semangat, menunjukkan kertas berisi gambar hasil karyanya.

Tapi senyum itu harus kandas saat Soobin dengan kasar malah mendorongnya sambil meneriakkan kata-kata makian bahwa ia membenci Taehyun. Sebelum scene berpindah, hal yang terakhir ia lihat adalah tangis sedih adiknya dan wajah kecewa sang ibu.

Lalu seolah terlempar oleh mesin waktu, Soobin tiba-tiba sudah berdiri kaku didepan gedung flat yang sedang terbakar hebat. Sendirian. Menatap datar pemandangan mengerikan didepannya. Seingatnya, saat peristiwa itu terjadi, ia baru pulang mengantar Taehyun terapi. Tapi di mimpinya berbeda. Soobin hanya benar-benar sendiri, tidak ada penghuni lain yang menangisi terbakarnya tempat tinggal mereka. Tidak ada teriakan pilu. Hanya suara api yang bergemelutuk hebat. Kemudian dengan gerakan lambat ia jatuh bersimpuh dengan bibir yang berbisik lirih. "Taehyun..."

"Taehyun..." Soobin menunduk, mengalihkan tatapannya dari dinding kamarnya. Meringis penuh sesal. Rasa sesak sejak ia tersadar dari mimpi itu masih menekan dadanya. Mungkin mimpi itu adalah teguran dari ibu. Cara ibu menyampaikan pesan betapa beliau kecewa padanya.

Cklek

Pintu kamarnya dibuka perlahan namun Soobin bergeming seolah tak ada tenaga sekedar untuk mengangkat wajahnya. Siwoo muncul dan berdiri dihadapannya sambil tangannya berkacak pinggang.

"Aku kira saat aku membuat sarapan kau sedang bersiap. Ternyata masih merenungkan kebodohanmu" Siwoo berdecak. "Bergegaslah Soobin, ini sudah pukul tujuh. Bahkan anak sekolah pun sudah bersiap masuk kelas seda—"

Siwoo tak sempat menyelesaikan ucapannya saat Soobin tiba-tiba saja bangkit dan menatapnya tajam. Pria itu meringis saat bahunya di cengkeram oleh Soobin. Merasa creepy saat tiba-tiba Soobin tersenyum lebar sambil menjentikkan jarinya.

Sepertinya kehilangan adik bisa mengikis kewarasannya.

Sementara Soobin sudah sibuk dengan pikirannya. Menemukan titik terang dari ucapan Siwoo yang baru terpikir olehnya.

Benar juga. Sekolah.

Pagi ini pasti Yeonjun mengantarkan Taehyun ke sekolah dan besar kemungkinan ia akan menemukan adiknya itu disana.

***

Tidak sampai setengah jam Soobin bersiap, ia langsung menyeret Siwoo untuk pergi. Dia bahkan mengabaikan Siwoo yang cerewet mengomel sambil tangannya sibuk mengemas sandwich isi daging dan telur orak-arik buatannya yang belum Soobin sentuh ke dalam kotak bekal. Bahkan sampai mereka di dalam mobil pun, asistennya itu masih menunjukkan wajah tidak bersahabat.

"Cepat jalan Hyung" tegur Soobin kesal saat Siwoo hanya diam saja dibalik kemudi tanpa niat untuk menyalakan mesin mobil.

Siwoo berdecak kesal.

"Apa? Kau tidak mau?" Soobin melotot. "Sudah sana minggir, biar aku saja yang mengemudi"

Siwoo mendelik tajam. "Aku tahu kau tengah amat berharap saat ini, Soobin" ia memberi jeda sesaat untuk menahan rasa kesalnya. "Baik, aku akan mengantarmu ke sekolah Taehyun sementara kau habiskan sarapannya. Ingat, beberapa jam ke depan kau ada syuting dan aku malas mengurusi jika kau tiba-tiba sakit" ia mengedikkan dagunya kearah dashboard dimana ia meletakkan kotak bekalnya.

THE PIECE OF YOURS || TXT BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang