Senandung lirih itu mengalun dari bibir kecil Taehyun. Walaupun hanya berupa bunyi 'nanana' dengan nada yang berantakan tak beraturan, anak itu tampak menikmatinya. Tangannya sibuk memberi warna pada gambar yang dibuatnya. Posisinya terlungkup dilantai dengan kaki yang diayunkan naik turun. Matanya tampak berbinar, senang dengan kegiatan yang sedang dilakukannya itu.Ia bahkan tidak menyadari saat pintu kamar dibuka dari luar, menampilkan figur kakaknya yang sedari tadi ia tunggu.
Soobin menghela nafasnya sambil menggeleng pelan begitu melihat Taehyun. Ini sudah larut dan anak itu bahkan masih terlihat segar. Terakhir kali ia melihat jam yang ditunjukkan di display ponselnya, waktu menunjukkan pukul setengah sebelas malam. Itupun sebelum Soobin berangkat dalam perjalanan pulang.
"Hei, kenapa terlungkup dilantai?" Sapa Soobin menarik atensi Taehyun.
Berhasil, Taehyun mengalihkan fokusnya dari buku gambarnya begitu mendengar seruan yang akrab ditelinga nya. Ia menoleh, menatap Soobin dan bangkit dari posisinya menjadi duduk. Masih dengan krayon ditangannya, kedua tangan kecil itu terangkat antusias. Tertawa.
"Hyung datang!"
Suara renyah itu mau tak mau membawa tawa lirih Soobin menguar. Rasa lelah dan mumet seolah menguap begitu saja, tak berbekas. Benar rupanya, rumah adalah tempat mengadu terbaik dari segala penat. Dan Taehyun adalah rumahnya.
Soobin melangkah, menghampiri Taehyun masih dengan tas digendongnya. Berjongkok dan memeluk Taehyun saat anak itu menagihnya, mengulurkan kedua tangannya. Hangat. Rasanya inilah tempat ternyaman yang ia miliki saat ini.
"Kenapa belum tidur, hmm? Ini sudah larut malam"
Taehyun menggeleng, memisahkan diri dari Soobin hingga pelukannya terlepas. Tersenyum lebar menampilkan gigi susunya yang sehat.
"Mengunggu Hyung" jawab Taehyun. Tadinya ia ingin menunggu Soobin di depan teras, menyambutnya. Tapi bibi Saemi menyuruh semua anak untuk masuk ke kamar dan tidur setelah makan malam tadi. Katanya, biar beliau saja yang menunggu Soobin. Maka Taehyun menurut saja. Tidak ingin membuat bibi Saemi marah.
"Tapi ini sudah terlalu malam. Bukankah besok kau harus pergi sekolah?" Soobin mengerutkan alisnya main-main. Tangannya terulur ke pipi Taehyun, membersihkan noda krayon yang ada disana.
"Tapi aku menunggu Hyung" kata Taehyun lagi. Menoleh kebawah, menunjukkan buku gambarnya. "Aku sedang menggambar"
Soobin memperhatikan gambar itu. Meski berantakan, Soobin mengerti maksud dari gambar itu yang berisi banyak figur seseorang. Terlihat berdesakan. Ia mengambil buku itu dan memperhatikannya.
"Siapa mereka? Kenapa banyak sekali?"
Taehyun mengambil alih buku itu dari tangan Soobin. "Ini Haru Hyung, ini Areum, ini Eunbi nuna, ini Mino Hyung, dan ini.... ini.... Ah, aku lupa, Hyung!" Taehyun menjelaskan sambil menunjuk satu-satu gambar itu, lalu wajahnya tertekuk saat ia lupa siapa lagi nama temannya. Soobin ingat, nama-nama yang Taehyun sebutkan adalah anak-anak panti yang lain yang tadi pagi sempat berkenalan dengan mereka.
Soobin kembali mengambil buku itu dan meletakkannya diatas tempat tidur. Juga krayon yang bergeletakan ia letakkan bersama buku itu. Lantas menggendong Taehyun dan mendudukkannya diatas tempat tidur juga. Dilantai terlalu dingin, dan Soobin tidak ingin Taehyun sakit.
"Hey, tidak apa kalau kau lupa. Besok kita kenalan lagi" hibur Soobin, melihat wajah Taehyun yang masih merengut.
Taehyun menggeleng. Bagaimana jika nanti mereka marah lagi padanya? Tadi saat makan siang Taehyun mencoba mengajak mereka berkenalan lagi dan untungnya mereka mau. Katanya, jika Taehyun lupa lagi, mereka akan sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE PIECE OF YOURS || TXT BROTHERSHIP
FanfictionBUKAN LAPAK BXB‼️😠 _________________________________________________________________________ Diusia 6 tahun, Soobin harus merasakan kehilangan untuk kali pertama. Ayahnya pergi, entah kemana. Tanpa pamitan, tanpa kata perpisahan. Hanya sebuah guci...