42. Threat

486 62 10
                                    


Setiap hal yang terjadi, apapun itu, pasti memiliki sisi baik dan sisi buruk. Layaknya yang tengah Soobin alami beberapa waktu belakangan, tepatnya sejak ia menerima tawaran untuk bermain drama pertamanya.

Sisi baiknya, Soobin semakin terkenal. Tawaran pekerjaan yang mengantri dan yang terpenting, uangnya makin banyak. Tapi di sisi lain, Soobin kesulitan mengatur waktu untuk dirinya sendiri, juga untuk Taehyun. Ia semakin sibuk hingga terkadang untuk istirahat pun sulit. Dan yang terparah...

0108xxxx is calling...

Soobin menghela nafas berat. Jarinya menggeser panel berwarna merah untuk menolak panggilan dari nomor yang sudah ia hapal karena terus menghubunginya. Penguntit.

... privasinya terganggu. Ini yang terparah. Sepanjang ia memulai karirnya sebagai model, baru kali ini Soobin merasa seperti di teror. Penguntit itu, selalu mencoba untuk menghubungi nomornya atau bahkan mengirimi pesan-pesan ancaman bernada obsesif. Tentu saja Soobin melaporkan hal tersebut pada pihak manajemen dan mereka sedang mengurusnya. Soobin juga mencoba untuk memblokir nomor tersebut.

Tapi ketenangan tak kunjung ia dapatkan. Penguntit gila itu kembali menghubunginya menggunakan nomor baru, dan selalu seperti itu tiap Soobin memblokirnya. Hingga akhirnya Soobin membiarkan saja. Sudahlah, mungkin itu hanya penggemar yang terlalu terobsesi dengannya. Ancamannya pun hanya Soobin anggap angin lalu. Ia sendiri pun tidak bisa mengganti nomor ponselnya karena semua yang berhubungan dengan pekerjaannya ada disana.

Layar ponsel Soobin kembali berkedip menandakan ada pesan masuk. Ia tidak jadi memasukkan ponselnya kedalam tas. Mungkin saja itu Taehyun yang membalas pesannya. Tadi Soobin menanyakan apakah ada sesuatu yang ingin Taehyun titip.

Tapi begitu melihat deretan angka memuakkan itu, Soobin kembali menghela nafas. Bukan hanya satu pesan, tapi beberapa.

0108xxxx

Kenapa kau tidak mengangkat teleponnya? Kenapa Oppa tidak menjawabnya?

Yang mereka katakan bohong. Kau tidak sebaik itu. Kau angkuh, sombong. Kau bahkan mengabaikan penggemar mu ini

Yoon Soobin milikku. Hanya milikku, hidup atau mati

Jika aku tidak dapat memilikimu saat kau hidup, maka saat kau mati pun tak apa

Yoon Soobin, kau milikku

Seperti biasa, Soobin memilih untuk mengabaikannya. Kalimat dalam pesan itu hampir selalu sama. Mengatakan bahwa Soobin adalah miliknya. Ch, Soobin tau dia memang setampan itu. Pesonanya tidak dapat ditolak. Tidak heran ada yang begitu terobsesi untuk memilikinya.

"Hei, ayo" Siwoo muncul sambil menjinjing tas berisi perlengkapan milik Soobin. Syuting hari ini selesai lebih awal dan ia baru selesai berbenah.

Soobin mendongak kecil sambil mencangklong tas berisi barang-barang pribadinya. "Sudah selesai?"

"Menurutmu?" jawab Siwoo malas sambil memutarkan bola matanya yang membuat Soobin mendengus. Ia melirik jam tangannya, tepat pukul 7. Ia masih sempat makan malam bersama Taehyun di rumah.

Taehyun pasti tengah menunggunya sambil bermain bersama Hobak, atau mungkin ia mampir di pos paman Jang, menonton film kolosal kesukaan pria baya itu.

"Hyung tunggu!"

Soobin yang baru mau balik badan menyusul Siwoo, tertahan kembali saat Kai terlihat tergesa-gesa berlari kearahnya diikuti Jule yang terlihat kerepotan dengan barang bawaannya.

"Kai? Ada apa?" tanya Soobin.

Ah, tentang pertemuan terakhir mereka yang berakhir tak mengenakkan, mereka memutuskan untuk berdamai. Kai meminta maaf dengan tulus karena telah merasa egois, sementara Soobin dengan rendah hati mau memaafkan. Lagipula jika hubungan mereka canggung, itu akan buruk mengingat mereka berada dalam satu projek.

THE PIECE OF YOURS || TXT BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang