8. Suntikan Energi

524 84 10
                                    


Pagi ini adalah hari pertama Taehyun akhirnya bisa kembali bersekolah, meski bukan disekolah nya yang lama. Tidak masalah, daripada tidak sama sekali. Soobin hanya berharap, jika di sekolah barunya ini, Taehyun mendapat perlakuan baik seperti yang ia terima di sekolah sebelumnya.

Tangan Soobin tengah mengepak buku-buku dan peralatan sekolah Taehyun kedalam tas kecilnya. Gerakannya begitu telaten. Sesekali Soobin tertawa melihat Taehyun yang tengah duduk di tepian tempat tidur dengan kaki terayun, bersenandung kecil. Anak itu sudah rapi dengan seragam barunya, terlihat amat antusias. Bahkan tadi sempat menolak sarapan saking tidak sabarnya ingin segera berangkat.

"Nah, sudah selesai" ujar Soobin, mengangkat tas kecil itu sambil tersenyum.

Taehyun yang sedari tadi memang memperhatikan, ikut tersenyum senang. Mengulurkan tangannya, meminta alih tas tersebut agar dia yang membawanya. Soobin mendekat, memasangkan tas itu ke punggung Taehyun.

"Tidak berat kan?" Tanya Soobin memastikan.

Taehyun mengangguk. "Tidak! Aku kan kuat"

Soobin terkekeh geli, menepuk kepala Taehyun pelan. Ia lalu bangkit dan mengambil tas miliknya sendiri lantas mengajak Taehyun untuk keluar. Di teras, anak-anak yang lain sudah berdiri menunggu bus jemputan mereka datang. Taehyun ikut bergabung disana. Memperhatikan anak-anak yang lain, yang tengah saling bersenda gurau tanpa menghiraukannya.

Soobin menekuk kakinya, berjongkok dihadapan Taehyun. Tangannya terulur, merapikan anak rambut adiknya itu. "Ada apa? Kenapa tiba-tiba diam?" Tanya Soobin, memperhatikan raut wajah Taehyun yang berubah menjadi mendung.

Taehyun memegang lengan Soobin dengan alis mengerut. "Hyung, aku takut"

"Takut kenapa?" Sebelah tangan Soobin memegang pipi adiknya, tapi Taehyun tidak menjawab. Hanya menggeleng kecil dan menunduk. Menatap jari tangan Soobin yang menganggur dan memainkannya. Soobin tersenyum tipis, menurunkan tangannya dan menggenggam tangan kecil anak itu. Soobin mengerti, Taehyun pasti sedang gugup.

Kepala Soobin menoleh pada kerumunan anak-anak yang sedang bercanda. Matanya tertuju pada seorang anak perempuan dengan rambut diikat kuncir kuda yang sedang tertawa.

"Hana" panggil Soobin lembut. Anak itu menoleh dan memasang wajah bertanya. Soobin melambaikan tangannya, meminta Hana mendekat. Taehyun hanya menyaksikan, diam.

"Ada apa, oppa?" Tanyanya.

"Bibi Hari bilang, Taehyun akan berada di kelas yang sama denganmu ya?" Soobin melirik Taehyun sekilas. Hana mengangguk. Soobin tersenyum kecil. "Bolehkah oppa menitipkan Taehyun padamu? Karena Taehyun anak baru, dia mungkin akan sedikit bingung nantinya. Bisakah Hana membantunya?"

Mata jernih Hana kini tertuju pada Taehyun. Menatapnya lama. Sedangkan Taehyun menanti penuh harap. Namun bahunya langsung melemas saat melihat Hana menggeleng.

"Kenapa aku harus membantunya?"

Bibir Soobin terlipat. Anak perempuan itu bahkan tidak berrepot-repot tersenyum padahal sedari tadi Soobin sudah mempertahankan senyum manisnya.

"Tentu saja kau harus membantunya. Kita semua yang berada disini adalah keluarga kan?" Soobin masih mencoba membujuk. "Begini, bagaimana jika nanti oppa belikan cokelat untukmu? Kau suka cokelat kan?"

Hana mengangguk. "Aku suka. Tapi aku tidak mau membantu Taehyun. Itu akan merepotkan"

Rahang Soobin menganga. Jika tidak melihat dan mendengar secara langsung, Soobin tidak akan percaya ada anak kecil se-ketus ini. Dalam delapan belas tahun hidup Soobin, ia hanya pernah berhubungan dengan anak satu anak kecil, yaitu Taehyun. Melihat bagaimana sifat Taehyun sehari-hari, yang ada di otak Soobin adalah bahwa semua anak kecil itu manis, menggemaskan, penurut, dan segala yang bersifat baik.

Tapi semenjak tinggal di panti ini, Soobin agak syok. Beberapa kali ia melihat anak-anak itu saling bertengkar, berteriak, sementara beberapa dari mereka terlihat lebih acuh. Sangat berbanding terbalik dengan Taehyun.

"Kalau begitu aku permisi" kata Hana, pamit dan kembali bersama yang lain. Soobin menoleh pada Taehyun yang wajahnya semakin tertekuk.

Sebuah bus seperti yang kemarin Taehyun lihat nampak berhenti didepan pagar. Itu jemputan mereka. Anak-anak itu langsung berlarian menghampiri bus itu. Sedangkan Taehyun malah semakin erat memegang tangan Soobin. Soobin menghela nafas, bingung. Ia kawatir, apakah nantinya Taehyun akan baik-baik saja di sekolah?

"Hey, ayo cepat. Nanti kau tertinggal"

Kepala Soobin dan Taehyun tertoleh kompak begitu mendengar seruan itu. Anak laki-laki paling tinggi diantara anak-anak itu nampak berjalan menghampiri Taehyun.

"Ayo" ajaknya, mengulurkan tangan.

Soobin tersenyum cerah. "Mino, bisakah Hyung menitipkan Taehyun padamu? Mungkin dia akan sedikit bingung nanti. Bisakah kau membantunya?"

Mino menarik tangan Taehyun, mengangguk pada Soobin. "Tenang saja Hyung, aku akan menjaganya.

"Kau baik sekali. Hyung sungguh berterimakasih, Mino" kata Soobin lega.  "Nanti Hyung akan berikan hadiah padamu karena kau sudah mau menjaga Taehyun"

"Bukan masalah" sahut Mino. "Kita keluarga"

Soobin cukup terpana dengan perkataan anak itu. Ia tahu bahwa Mino adalah anak tertua diantara yang lainnya jadi mungkin ia merasa paling bertanggung jawab. Tapi tetap saja, sikap Mino cukup mengesankan, dimana yang lain terlihat acuh pada Taehyun, anak itu justru datang untuk merangkul. Setidaknya Soobin bisa sedikit lega walaupun belum sepenuhnya tenang.

Akhirnya mereka berjalan beriringan menuju gerbang, dimana anak-anak masih mengantri untuk masuk kedalam bus. Lagi-lagi Soobin berjongkok, menyamakan tingginya dengan Taehyun. Meletakkan kedua tangannya pada pundak Taehyun dan menariknya dalam pelukan singkat.

"Hyung sungguh minta maaf karena tidak dapat mengantarmu dihari pertama sekolah" sesal Soobin. Sungguh, ia ingin mengantarkan Taehyun, memastikan dia tiba dengan selamat, bahkan mengantarnya ke kelas dan memastikan Taehyun dapat duduk dengan nyaman. Tapi ia tak bisa. Waktu dan jarak menentangnya. Sekolah Taehyun dan sekolahnya berlawanan arah, juga berjarak lumayan jauh. Bisa-bisa Soobin yang akan terlambat.

Taehyun mengangguk. "Tidak masalah. Aku kan, akan naik bus ini!" Kata Taehyun senang, akhirnya ia dapat merasakan naik kendaraan bergambar lucu itu. Soobin terkekeh, senang karena akhirnya senyum Taehyun kembali.

"Baiklah, semoga harimu menyenangkan ya" kecupan kecil Soobin layangkan dikepala Taehyun. Sepertinya selain memeluk, ia juga mulai nyaman mengecup kepala adiknya. Soobin merasa lebih dekat. Mungkin ini adalah satu-satunya hal yang dapat ia syukuri dari tragedi itu.

"Ayo, kita harus masuk" ajak Mino, melihat anak-anak yang tadi mengantri sudah masuk semua.

Taehyun mengangguk. Tapi sebelum ia mengikuti langkah Mino, ia berbalik menghadap Soobin yang masih pada posisinya, berjongkok. Soobin mengernyit.

"Ada apa? Apakah ada yang tertinggal?"

Anak itu tertawa, tangannya terulur menarik kepala Soobin agar menunduk lalu membubuhkan satu kecupan kecil di dahi kakaknya. "Aku sayang Hyung"

Sesaat Soobin terdiam sebelum ikut tertawa bersama Taehyun. Astaga, menggemaskan sekali anak ini. Apalagi saat ia mendekati telinga Soobin dan berbisik. "Nanti, bawakan camilan lagi ya?"

"Baiklah, baiklah astaga" kekeh Soobin. Bangkit dan membantu Taehyun menaiki tangga bus. "Hyung juga menyayangimu. Nah, sekarang ayo masuk agar tidak membuat paman sopir menunggu. Sampai jumpa nanti ya" tangan Soobin melambai.

Taehyun membalasnya, dan Soobin masih dapat melihat senyum lebar itu sebelum akhirnya bus tersebut berlalu. Soobin mengembuskan napas lega. Setidaknya pagi ini ia mendapat suntikan energi untuk memulai hari dengan lebih ringan.

***

Ada yang nyariin gak?
Hehe, maap baru apdet lagi🙏😚

THE PIECE OF YOURS || TXT BROTHERSHIPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang