6. Garnis dan bentuk kesempurnaannya

1.3K 67 2
                                    

Hampir saja gue menangis di depan keluarga Pak Johnny. Gue tahu, gue labil dan kurang dewasa. Salah gue yang tergiur dengan indahnya nikah muda. Kenyataannya, menikah bukan sekadar gue dan pasangan saja. Masih ada orang di sekeliling yang harus gue rangkul dan gue sebut sebagai keluarga.

"Cicipin rendangnya Vin. Ini Garnis yang buat," kata Mama menyendok daging berselimut rempah. "dia jago masak."

Hati gue menolak, tetapi lidah berkata lain. Masakannya memang enak dan gue enggak boleh bohong soal rasa, apalagi ini di depan Mama, orang yang sangat mendambakan menantu jago masak kaya Garnis.

"Garnis, katanya kamu baru sidang tesis?" Heboh Mega dan Lira.

Gue membalikkan tubuh dan melihat Garnis yang dikerubungi keluarga besar Pak Johnny.

"Pinter, ayahnya saja lulusan Al-azhar," celetuk mama membuat hati gue bergetar.

Kayanya Garnis dari bibit, bebet, dan bobot yang baik-baik.

"Ma, Avin izin ke toilet."

Gue enggak tahu lagi harus berkata apa. Garnis dengan kesempurnaannya dan gue dengan kekurangannya. Apa yang bisa gue banggain di depan keluarga Pak Johnny. Gue cuma mahasiswi yang bisa bangga dengan status suami gue seorang dosen. Mereka cuma mengganggap kisah gue menarik karena mahasiswa biasa kaya gue bisa menikah dengan dosen sendiri.

Lama sekali gue di kamar mandi. Tepatnya, gue memilih kamar mandi dalam yang ada di kamar Pak Johnny pas masih muda.

Wajah gue nanar. Kecil hati sudah pasti, apalagi gue mendengar mertua gue sendiri memuji orang lain, ketimbang menantunya sendiri. Sadar diri sih, karena enggak ada yang bisa dibanggain dari gue-menantunya.

Maksud gue, mama pasti tak bermaksud begitu ke gue. Dia cuma mau apresiasi hasil usaha orang lain.

Begitulah gue saat menatap wajah gue di depan cermin. Kuatin batin dulu sebelum keluar dari kamar. Tarik napas dan buang napas pelan. Be positive.

"Avin, kamu lagi ap ... pa?"

Gue dan Pak Johnny dipertemukan di tengah-tengah pintu kamar mandi.

"Kenapa, Mas?" Gue merapihkan pakaian yang sebenarnya masih rapih.

"Kirain kemana. Saya cariin dari tadi."

Gue memandang Pak Johnny mencoba membuang wajah nanar gue tadi.

"Masuk dulu, saya mau ganti baju biar lebih santai." Pak Johnny melenggang masuk ke kamar dan gue mengekorinya.

Gue manjatuhkan pantat di atas kasur empuk Pak Johnny. Vibes kamar ini kental dengan Pak Johnny muda. Tak banyak printilan di kamar, kecuali foto-foto dirinya yang terpajang di dinding-dinding. Mama pasti sengaja memasang foto Pak Johnny kecil untuk mengobati rasa rindunya dengan anak semata wayangnya yang sudah tak tinggal satu atap lagi.

"Ada ayam goreng serundeng rempah kesukaan kamu. Pasti suka." Pak Johnny sudah bertelanjang dada saja di hadapan gue dengan membawa kaos pendek abu-abunya yang belum dipakai.

"Catering dari Garnis juga?" Entah kenapa gue sensitif sekali jika menyingggung soal Garnis.

"Mama yang masak, katanya spesial buat menantu kesayangannya."

Our Merriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang